Editor's Choice Entrepreneur

YCAB: Memberikan Solusi Masalah Narkoba hingga Pemberdayaan Ekonomi

YCAB: Memberikan Solusi Masalah Narkoba hingga Pemberdayaan Ekonomi

Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) lahir dari rahim kegundahan seorang ibu terhadap pola tumbuh kembang anak (remaja) yang terancam oleh tidak sehatnya lingkungan sosial. Ibu itu bernama Veronica Colondam. Ia mendirikan YCAB ketika ia telah memiliki 2 anak pada usianya yang ke 26, tahun 1999. Sebagai ibu, ia khawatir pertumbuhan anaknya terganggu akibat “tren” penggunaan narkoba di kalangan remaja. Berdasarkan kekhawatiran itu dan obrolan dengan sesama ibu, maka ia dirikan YCAB yang awalnya fokus untuk mengedukasi remaja dari bahaya narkoba.

Veronica Colondam, YCAB

Veronica Colondam

Seiring berjalannya waktu, fokus itu melebar dan mulai membuat program di bidang pendidikan dan kemudian di bidang ekonomi. Menurut Vera, sapaan akrab Veronica, untuk memecahkan masalah kesehatan remaja, tidak dapat dilepaskan dari hal pendidikan dan ekonomi keluarga. Maka dari itu, YCAB mulai melebarkan fokusnya dan juga menangani masalah pendidikan anak-anak kurang mampu dan pemberdayaan ekonomi keluarga kurang mampu. Vera menekankan bahwa masalah sosial harus dilihat secara holistik dan fokus awal YCAB yang menangani hal kesehatan remaja, merupakan sebuah titik masuk untuk ke masalah sosial lainnya. Oleh karena itu YCAB meluaskan fokusnya.

Sejak awal, misi YCAB adalah mencoba membantu memberi solusi terhadap masalah sosial, khususnya remaja. Namun, saat itu Vera juga sudah berpikir untuk membuat organisasinya itu dapat berdiri secara berkesinambungan. Oleh karena itu ia juga mendirikan beberapa unit bisnis untuk mendukung operasional YCAB.

Ditemui di kantornya di kawasan Kedoya pada Senin (22/10), Vera sangat antusias menjelaskan dan membagikan pengalamannya membangun YCAB yang sudah berdiri 13 tahun kepada reporter SWA, Denoan Rinaldi. Berikut petikan warancara dengan Veronica Colondam, yang telah mendapatkan berbagai macam penghargaan terkait dengan social entrepreneurship dan young leader.

Kapan misi ini dimulai? Apa latar belakang melakukan kegiatan yang memiliki misi sosial ini? Persoalan sosial apa yang ingin dipecahkan/ di atasi? Seperti apa gambaran persoalan sosial waktu itu. Siapa yang menjadi target?

YCAB Foundation berdiri tahun 1999. YCAB adalah produk dari hasil perjalanan spiritual saya untuk memaknai hidup. Ketika memasuki usia yang ke-26, saya mulai memikirkan apa arti hidup dan bagaimana memaknai keberadaan saya di dunia ini, dan untuk menjawab pertanyaan “Howdo you want to be remembered?” Hal itu menghempas saya masuk dalam delapan belas bulan kontemplasi untuk merumuskan apa yang saya harus lakukan dalam hidup ini supaya saya dapat membawa makna abadi lewat eksistensi sementara di dunia ini. Pertanyaan eksistensial dicampur dengan keprihatinan saya sebagai ibu dari dua anak yang masih kecil membuat YCAB memiliki reason to exist. Saya mulai berpikir saat itu, bahwa salah satu hal yang ditakutkan oleh setiap orangtua adalah anak-anak yang tergoda narkoba atau masuk dalam pergaulan yang salah.

Kemudian, selanjutnya saya berpikir bagaimana caranya melindungi anak-anak dari faktor risiko ini. Di penghujung kontemplasi, lahirlah YCAB Foundation. Kami memulai kegiatan kami dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang mengedukasi remaja tentang bahaya narkoba termasuk HIV/AIDS dan kemudian bergulir masuk ke ranah pacaran sehat. Remaja menjadi target kami karena kami percaya untuk menjadi sebuah negara yang besar dan kuat, generasi muda adalah penerus dari legacy Indonesia yang harus dibangun dan diberdayakan. Bukan saja menjadi mandiri dalam pemikiran dan secara ekonomi, tapi mereka pun harus diinspirasi untuk berbuat sesuatu yang nyata yang memberikan manfaat bagi sekitarnya.

Kemudian seiring berjalannya waktu, YCAB Foundation terus berkembang seperti sekarang, fokus pada bidang “youth development” untuk memandirikan remaja Indonesia melalui tiga pilar: kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi. Sebagai sebuah social entreprise, YCAB juga memiliki sejumlah unit bisnis (profit center), seperti Yada Indonesia, Beauty Inc, dan Terrazone, yang menopang kelangsungan YCAB Foundation, khususnya untuk manajemen dan operasional. Konsep ini dilandasi prinsip bahwa 100% dana yang kami terima dari mitra/sponsor dialokasikan untuk program. Bersama unit bisnis kami, YCAB shares resourcesdengan unit bisnis sehingga beban YCAB Foundation menjadi slim. Itulah sebabnya, 100% donasi publik yang masuk lewat online, bank transfer, atau melalui program-program fundraising kita gunakan hanya untuk program.

YCAB Foundation terus berkembang membantu masyarakat Indonesia melalui tiga pilar programnya: Healthy Lifestyle Promotion (HeLP), House of Learning andDevelopment (HoLD) atau disebut Rumah Belajar, dan Hands-on Operation for Entrepreneurship (HOpE) yang terdiri dari pengembangan kewirausahaan siswa Rumah Belajar serta microfinance. Perkembangan YCAB Foundation seperti sekarang ini awalnya berangkat dari program kampanye anti-narkoba ke sekolah-sekolah pada tahun 1999 (HeLP). Kemudian, tahun 2003, kami mendirikan program Rumah Belajar (HoLD) untuk memberi pendidikan bagi remaja putus sekolah dan prasejahtera, dilatarbelakangi oleh banyaknya anak dari kalangan pra-sejahtera yang terlibat dalam perdagangan narkoba. Data ILO tahun 2004 menyatakan bahwa 92,8% anak jalanan terlibat dalam perdagangan narkoba.

Pada 2009, kami memulai program microfinance yang memberikan pinjaman modal usaha kepada ibu-ibu pra sejahtera, untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya sehingga pendidikan anak-anak mereka pun terjamin. Program microfinance kami, tidak seperti program microfinance pada umumnya, dilatarbelakangi oleh banyaknya siswa Rumah Belajar yang tidak melanjutkan pendidikannya karena harus membantu perekonomian keluarga. Oleh karena itu, pinjaman modal kami bersyaratkan pendidikan: education-linked microfinance, yang mengharuskan anak-anak dari para ibu-ibu klien microfinance bersekolah, atau ibu-ibu tersebut mengajak anak-anak di sekitar mereka yang putus sekolah untuk belajar di Rumah Belajar YCAB Foundation.

Jadi memang ketiga program YCAB merupakan evolusi yang natural. Pada awalnya kami masuk melalui bidang kesehatan bagi generasi muda. Namun pada perjalanannya, ternyata kesehatan generasi muda ini harus difasilitasi dengan pendidikan yang cukup. Tanpa pendidikan, generasi muda tidak memiliki informasi mengenai pola hidup sehat. Kemudian, setelah mendapat pendidikan, generasi muda ini harus memiliki kemampuan ekonomi untuk berperilaku hidup sehat dengan masuk ke sektor ekonomi formal melalui bekerja atau wiraswasta. Maka dari itu pilar ketiga kami, (HOpE) lahir.

Pola kegiatan apa yang dipilih?

Untuk program kesehatan, bentuk kegiatannya, kami datang ke sekolah-sekolah dan melakukan kampanye atau penyuluhan serta melakukan pelatihan. Sebenarnya, kami banyak melakukan training of trainers (ToT). Biasanya, tim kami yang terdiri dari 2 atau 3 orang datang ke suatu sekolah untuk melakukan pelatihan ke 50 siswa di sana. 50 siswa yang dilatih tersebut juga bisa berasal dari beberapa sekolah. Setelah lulus dari pelatihan ini, siswa-siswa tersebut menjadi peer trainer dan diberi tugas untuk menjangkau teman-temannya. Tugas tersebut dilakukan dalam jangka waktu sekitar 3 hingga 6 bulan. Dalam masa itu, mereka harus bisa menjangkau teman-teman mereka di mana saja dan menyampaikan apa yang sudah didapatkan selama pelatihan. Setelah itu mereka juga harus membuat laporan dari apa yang sudah ditargetkan. Rasionya, satu siswa yang dilatih biasa menjangkau 50 siswa lainnya dalam waktu 3-6 bulan. Kegiatan ini dikompetisikan, setiap sekolah yang menjangkau anak-anak paling banyak maka mereka menang dan mendapat hadiah dari sponsor. Biasanya hadiahnya berupa pentas seni. Biasanya dalam setahun kami melatih sekitar 5000 siswa. Maka jangkauan kami bisa mencapai 200 ribuan siswa setahun.

Sejak awal dilaksanakan hingga Juni 2012, program HeLP telah menjangkau 1.962.734 siswa. Pertumbuhan signifikan terjadi pada 2006 hingga 2008, di mana pada 2006 berhasil menjangkau 70.088. Kemudian, pertumbuhan pada 2007 mencapai 100% lebih dengan menjangkau 167.325 siswa dan pada 2008 menjangkau 367.001 siswa. Pertumbuhan yang signifikan ini disebabkan karena kami menggunakan pola ripple, yaitu menggunakan tenaga sukarelawan siswa-siswa sekolah dalam melakukan kampanye seperti yang dijelaskan sebelumnya. Hingga Juni 2012, mitra sekolah yang telah diajak bekerja sama mencapai 6.694 sekolah.

Untuk program HoLD, kami membangun rumah-rumah belajar. Hingga Juni 2012, kami telah membangun 28 Rumah Belajar dengan total siswa yang diajarkan telah berjumlah 22.922 siswa. Dari jumlah itu, sekitar 65% siswa lulusan Rumah Belajar telah bekerja. Bangunan yang digunakan untuk Rumah Belajar berasal atau dimiliki oleh mitra, baik oleh mitra swasta atau pemerintah (Diknas, Dinkes, bahan RT atau RW). Jadi kami tidak berinvestasi di properti. Jenis Rumah Belajar kami juga bermacam-macam. Ada yang khusus untuk program Kejar Paket B atau C, plus komputer dan Bahasa Inggris, bergantung pada kebutuhan warga di mana Rumah Belajar itu berada. Untuk program Kejar Paket B dan C dengan tambahan keahlian komputer, mitranya yaitu Binus untuk sertifikasi dan Microsoft. Selain itu, juga terdapat tambahan vocational. Misalnya keahlian di bidang kecantikan, maka Rumah Belajar itu sekaligus juga menjadi Rumah Cantik. Untuk di bidang elektronik, maka menjadi Rumah Samsung, di mana Samsung menjadi mitra untuk membangun Rumah Belajar khusus elektronik itu. Untuk Rumah Belajar Samsung, bagusnya adalah anak-anak yang jadi murid di Rumah Teknik Samsung ini, mereka bisa magang di Samsung. Anak-anak yang belajar di Rumah Samsung ini merupakan mereka yang beajar di STM yang sesuai dengan bidang tekniknya. Rumah Samsung ini baru melahirkan satu angkatan sekitar 50 orang. Dari jumlah tersebut, setengahnya melakukan magang di Samsung dan 1 dari 4 jumlah itu, diterima bekerja di Samsung. Tahun ini kami sudah memiliki 2 Rumah Belajar dengan Samsung dengan jumlah total 120-an anak.

Untuk Rumah Belajar, siswa harus membayar Rp 10.000 per bulan. Namun, pada kenyataannya, sekitar 60% siswa tidak membayar uang itu. Kami pun tidak mengejarnya. Menurut kami, “biaya sekolah” ini merupakan uang dignity, uang martabat. Kami mau mereka ikut serta berpartisipasi dalam perubahan dirinya.

Untuk program HoPE/ pemberdayaan/microfinance, merupakan jawaban terhadap masalah rendahnya retensi terhadap anak-anak sekolah yang berasal dari golongan bawah dan keberlanjutan program-program kami. Kami berusaha untuk self sustain melalui microfinance. Dengan adanya microfinance ini dan dengan uang kita putar dari sana, sudah bisa meng-cover biaya rumah belajar dan cost rumah belajar itu sendiri. Jadi, pilar Hope dan HoLD sudah self sustainable. Kami sudah menciptakan suatu klim yang berkesinambungan dari 2 program ini. Melalui 2 program ini, kami juga tidak disibukkan dengan mancari donor, melainkan investor. Struktur microfinance ini menggunakan koperasi dan koperasi ini yang menaungi program-program Rumah Belajar.

Kami menyebut program microfinance ini sebagai microfinance YCAB atau microfinance terkondisi. Bukan sekedar microfinance saja. Terkondisi maksudnya adalah butuh syarat pendidikan untuk mengikuti program microfinance ini. Kalau mau jadi klien microfinance YCAB ini, maka anak calon klien ini harus sekolah. Kalau anaknya tidak mau disekolahkan ke sekolah umum, maka mereka bisa mengirimkan anaknya untuk sekolah di Rumah Belajar. Jadi, kami mensyaratkan pendidikan untuk jadi anggota. Pinjaman yang diberikan ke peminjam dalam bentuk group loan dengan minimal 10-12 orang. Untuk meminjamkan uang yang kedua kali, grup ini harus membawa satu anak lagi untuk disekolahkan.

Bagaimana liku-liku pemberdayaan? Tantangan apa saja yang dihadapi saat melakukan pemberdayaan? Bagaimana mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi?

Kalau dari kacamata NGO, tantangannya adalah resources, yaitu SDM dan uang. Namun yang paling sulit adalah manusia. Sulit untuk menemukan SDM yang berkompetensi dan punya hati. Kalau di yayasan, hati yang akan teruji. Kerja di yayasan adalah kerja yang separuh pengabdian dan separuhnya lagi membutuhkan kemampuan profesional. Jika hanya mengharap paycheck dari bekerja di yayasan, maka pasti tidak akan bertahan. Waktu yang akan menjawabnya.

Tantangan lainnya, yaitu keuangan, bisa diatasi melalui program yang bagus di koperasi, dengan unit bisnis yang profitable. Selain itu, yang juga penting adalah inovasi sosial. Di era kemajuan teknologi informasi, kami menyadari bahwa kami harus masuk ke online yang akan berpotensi meningkatkan skala partisipasi siswa-siswa dalam program kampanye kesehatan, misalnya. Namun, masalah selanjutnya adalah bagaimana mengukur hasil training online. Ini sedang kami pikirkan. Selain inovasi di program HeLP, juga dibutuhkan inovasi pada HoLD. Mungkin sepertinya kami harus masuk ke dana-dana pemerintah. Namun, memang kekurangan kami adalah hal terkait dengan government relation. Kekuatan kami adalah tap into the market, companies, and individual. Kami masih menunggu mitra yang cocok dan sejalan dengan nilai-nilai kami.

Mengenai keuangan juga, sepuluh tahun pertama berdiri, YCAB tidak melakukan fundraising. Selama itu, kami menggunakan dana para pembina dan pendiri. Sejak pertama berdiri juga saya telah memikirkan bagaimana YCAB ini berkelanjutan. Untuk mencapai sustainability, pada 2000 kami mendirikan unit bisnis pertama, yaitu Yada yang dimiliki 46% oleh YCAB. Pada 2005 didirikan PT Pelangi dan Beauty Inc pada 2007. Tiga unit bisnis ini menyokong administrasi dan manajemen YCAB. Selain tiga unit bisnis ini, juga terdapat koperasi yang menyokong operasional dari program Rumah Belajar YCAB. Jadi, tiga unit bisnis menyokong operasional manajemen YCAB dan koperasi menyokong program Rumah Belajar. Kami tengah memotret YCAB sebagai sebuah grup di mana terdapat yayasan dan unit-unit bisnisnya.

Apa catatan-catatan unik yang dijumpai?

Saya menyebutnya sebagai keajaiban. Pada 1999 berdiri, kami menemukan kesulitan ketika menawarkan program gratis ke sekolah-sekolah karena dicurigai. Jangankan disambut, ketika kami datang malah dicurigai. Pada tahun pertama dan kedua, kami sempat patah hati hingga kami akhirnya bertemu dengan Pak Yahya Muhaimin, Menteri Pendidikan saat itu. Ketika kami bertemu saat itu, saya mengatakan bahwa kami membutuhkan dukungan untuk membuka jalan ke sekolah. Pada pertemuan pertama itu, Pak Menteri langsung memberi surat rekomendasi nasional. Saya pikir itu sebuah keajaiban karena prosesnya begitu mudahnya.

Lalu pada awal 2001, terdapat pergantian ketua pengurus UN di Bangkok. Pejabat baru itu bernama Sandro Calvani. Saat itu dia melihat suatu dokumen tentang YCAB dan menilai YCAB sebagai organisasi yang menarik. Sebagai pejabat baru, ia harus menyambangi negara-negara di Asia Tenggara. Saat itu ia meminta asistennya untuk mendatangi YCAB dan mengetahui apa yang dilakukan YCAB. Ia begitu tertarik dengan apa yang dilakukan YCAB hingga akhirnya ia menominasikan YCAB untuk mendapatkan penghargaan PBB, padahal saat itu YCAB baru 2 tahun berdiri dan saya baru 29 tahun saat itu. Sementara pemenang yang lain kebanyakan sudah berumur. Gotham Baba, salah satu anggota juri, mengatakan bahwa dirinya sangat senang dengan kemenangan saya karena saya merupakan orang termuda yang memenangkan penghargaan itu. Menurut Gotham, hal itu disebabkan anggota juri yang kebanyakan juga orang muda. Dia juga mengatakan bahwa pihaknya harus mendukung orang muda karena orang muda ini bisa melakukan yang lebih baik lagi ke depan.

Hasilnya seperti apa? Kemajuan apa saja yang telah diperoleh?

Sampai dengan Juni 2012, program HeLP sudah menjangkau 1.962.734 siswa pada 6.694 sekolah seluruh Indonesia. Sementara program Rumah Belajar sudah mengedukasi 22.922 remaja pra-sejahtera dan putus sekolah, dan rata-rata 65% lulusan sudah bekerja. Sedangkan program microfinance sudah menjangkau 7.373 klien. Kini kami sudah memiliki kantor perwakilan di New York, dengan fasilitas pengurangan pajak di bawah section 501 (c) (3), dan kami sudah mulai melakukan ekspansi ke tingkat global, khususnya ke LessDeveloped Countries (LDC) di tingkat Asia. Ini adalah salah satu vehicle bagi kami untuk me-leverage

partnership yang kami sudah bina bertahun-tahun dengan beberapa korporasi yang berbasis di Amerika.

Apa target dan rencana ke depan untuk semakin meningkatkan pemberdayaan ini?

Harapan saya, YCAB Foundation akan terus berkembang sehingga lebih banyak pihak yang bisa kami jangkau, artinya lebih banyak remaja yang sadar akan pentingnya gaya hidup sehat, lebih banyak remaja putus sekolah/pra sejahtera yang kembali melanjutkan pendidikan, dan lebih banyak ibu-ibu pra-sejahtera yang kami bantu melalui program pemberdayaan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Sampai dengan tahun 2015, kami berkomitmen untuk mengedukasi 70.000 remaja pra-sejahtera dan putus sekolah melalui Rumah Belajar, memberi pelatihan gaya hidup sehat kepada satu juta remaja Indonesia melalui program HeLP, memberikan stabilitas ekonomi ke 100.000 keluarga pra-sejahtera lewat education-linked micro

finance dimana di dalamnya termasuk program kredit mikro dan seed capital untuk lulusan kami

yang ingin jadi pengusaha kecil. Sesuai dengan misi kami, secara singkat pada akhir 2015, kami berharap bisa menggulirkan program dan memberdayakan lima juta remaja beserta keluarganya lewat pendidikan dan pemberdayaan ekonomi.

Seperti apa governance dari kegiatan ini? Bagaimana bentuk pertanggungjawaban dari dana-dana yang masuk? Bagaimana laporan keuangan kegiatan ini? Siapa yang mengontrol?

Kami membuat laporan keuangan secara grup yang diaudit (audit report). Tahun ini kita menggunakan E&Y sebagai pengaudit. Ada dua hal yang diaudit, yaitu audit program dan audit manajemen. Selain itu kami juga membuat laporan, bergantung pada kebutuhan dan pendonornya. Jika pendonornya individu, kami buatkan laporan dengan periode sesuai dengan permintaan pendonor. Ada yang tiga bulanan, enam bulanan, dan lainnya. Untuk proyek khusus, kami buat audit sendiri. Misalnya proyek Rumah Teknik Samsung, kami buat audit program sendiri.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved