Profile Editor's Choice Youngster Inc. Entrepreneur

Yesiskha Soeryo, Srikandi di Bisnis Penyedia SDM Migas

Yesiskha Soeryo, Srikandi di Bisnis Penyedia SDM Migas

Dunia pengeboran minyak adalah dunia laki-laki alias laki banget. Namun, itu tak menghalangi perempuan Solo, Yesiskha Soeryo, terjun ke bisnis jasa penyediaan SDM khusus perusahaan tambang lepas pantai atau offshore. Sejak kuliah di Universitas Tarumanagara, Chika – sapaan akrabnya – ingin punya bisnis sendiri di usia 30 tahun.

Yesiskha Soeryo

Yesiskha Soeryo

Akan tetapi, di usia 30 tahun ia masih bekerja di Grup Astra, dan bosnya enggan melepaskan Chika. Barulah di usia 32 tahun Chika bisa keluar dan langsung memulai bisnis sendiri.Sebelum bekerja di Grup Astra, Chika pernah bekerja di perusahaan penyedia SDM (man power), yang juga memasok SDM ke perusahaan migas offshore dan onshore.

Perusahaan yang didirikannya memang khusus sebagai penyedia SDM, terutama untuk perusahaan offshore. Setelah beberapa bulan berjalan, perusahaan dengan bendera PT Glory Off Shore itu mendapat info, ada peluang menyediakan SDM di sebuah perusahaan offshore. Mulailah Chika mencari jaringan untuk para kru guna membidik peluang tadi.

“Saya mengakui saat itu uangnya belum ada, sertifikasi sudah saya selesaikan. Dana besar diperlukan untuk biaya menyediakan kru, satu proyek minimum 50 orang, yang gajinya gede. Palingrendah Rp 12 juta, paling tinggi Rp 60 juta. Saya sampai sakit kepala,” ungkapnya.

Chika membutuhkan modal Rp 3 miliar. Ia mengusahakan Rp 1,5 miliar dari kebutuhan modal itu. Mitranya mulanya bisa menyediakan Rp 1,5 miliar, tetapi karena satu dan lain hal, mitranya itu mundur. Ia pun kelimpungan. “Tabungan saya tidak ada, kan cuma pegawai biasa,” ujarnya. Sementara proyek sudah ditandatangani, tidak mungkin Chika mundur. Terlebih, ia sudah menggelontorkan uang dari koceknya untuk pelatihan kru yang hendak diberangkatkan. Ia merogoh hampir Rp 900 juta untuk pelatihan kru.

Akhirnya Chika menemui mantan bosnya di Grup Astra untuk minta bantuan modal berupa pinjaman. Selain itu, ia datang ke salah satu kliennya, yang sebelum ia keluar memang sempat pamitan untuk usaha sendiri, dan sang klien menawari jika Chika butuh bantuan bisa datang kepadanya. Modal juga diupayakan dari teman-temannya.

“Posisinya satu tahun itu sejak didirikan 2012 hingga Maret 2013, seperti mimpi buruk, saya tidak bisa tidur. Apalagi di perusahaan offshore, ada pergantian kru, setiap minggu kami harus kasih gaji mereka sekitar Rp 200 juta,” ujarnya mengenang. Tidur sedikit, dan selalu pikiran langsung ke problem di operasi dan keuangan. Klien Chika yang di Indonesia yang mestinya bisa membayar on time, baru bayar empat bulan kemudian.

Dengan mengandalkan klien dan bosnya dahulu, serta beberapa temannya, Chika kemudian bisa mengatasi mimpi buruknya itu. Mitra bisnisnya pun ikut berupaya mencari dukungan finansial. Semua itu diupayakan agar pembayaran kru tidak terlambat dan perusahaan bisa memenuhi janjinya pada kru dan klien. Dalam perjalanannya, perusahaan berutang ke beberapa pihak Rp 2,6-3 miliar.

Yesiskha Soeryo

~~

Bagaimana ia meyakinkan para pemberi utang? “Tentu saya menawari mereka pengembalian yang menarik, lebih dari bunga deposito,” tuturnya. Jika bank menawarkan bunga deposito 6%, ia menawarkan 12% setahun. Menurutnya, itu masih wajar angkanya. Terlebih proyek sudah ditandatangani. Jadi memang sudah ada uang yang bisa didapat.

Waktu itu Chika mengerjakan untuk PT Hercules Off Shore, yang menggarap proyek Petronas. Kru yang sudah diberikan pelatihan di lembaga migas, Samson Tiara (lembaga pelatihan), rata-rata per sertifikat bisa Rp 11-20 juta. “Uang pinjaman saya tidak langsung Rp 3 miliar, ya adanya uang berapa saya investasi untuk kru. Apesnya kadang ada yang baru dinaikkan ke offshore, ehdi rig dia gagal, dan harus pulang. Atau yang belum selesai training kabur,” ungkapnya. Itu kendala yang dihadapi perempuan yang masih melajang ini. Jika sudah begitu, ia harus mengganti yang baru. “Kalau saya dapat orang yang bersertifikat, saya bersyukur, kalau tidak, ya saya harus sekolahkandulu,” tuturnya.

Itu masa yang diakui Chika sangat tidak mudah. Ia baru melewati masa sulit itu pada Maret 2013. Kru percaya perusahaan Chika tidak menggondol uang mereka, terbukti dengan pembayaran ke mereka bagus dan tepat waktu. “Saya bersyukur Hercules happy dengan kru saya. Ketika kontraknya habis di Indonesia, kami dibawa juga saat perusahaan ini mengerjakan proyek di Singapura,” Chika menerangkan.Di proyek pertama di Indonesia, 40 orang yang dibawa Hercules, lalu menjadi 55 kru, dan saat ke Singapura ada 35 kru yang dibawa. Bahkan waktu mereka punya proyek di Myanmar, ada 38 kru yang dibawa oleh Hercules. Dari proyek dengan Hercules ini, secara paralel ia juga mendapat tawaran penyediaan 50-80 kru dari perusahaan Singapura, plus menyediakan kru katering di Singapura dan Myanmar.

“Per Maret 2013, keuangan saya sudah sangat bagus dan sangat secure,” imbuh kelahiran 1979 ini.Bulan April-Mei 2013, Chika sudah bisa membereskan semua pinjaman ke mantan bos, klien dan teman-temannya, plus keuntungan yang menjadi hak mereka. Akhir tahun 2013, proyek Hercules di Myanmar selesai. Kemudian, ia mendapat proyek baru dari Aden Services (perusahaan Prancis) untuk dua tahun kontrak – khusus kru katering untuk remote site – dengan total 110-120 kru (pengiriman bertahap). Aden Services ini proyek onshore, dan proyeknya dikerjakan di Indonesia. Tanpa menyebut angka, Chika mengaku sudah untung, tidak ada utang. Itulah langkah Srikandi Solo di bisnis penyedia SDM migas.

Herning Banirestu & Didin Abidin Masud


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved