Listed Articles

Apindo Respons Pembatasan Merek

Apindo Respons Pembatasan Merek
Diskusi media pembatasan merek, Rabu (02/10/2019)

Regulasi pembatasan merek direspons oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dalam diskusi bertema “Tren Peraturan Global yang Mengancam Masa Depan Merek” , (02/10/2019) di Jakarta.

Diskusi ini difokuskan pada risiko potensial pada Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai akibat dari kebijakan pembatasan merek. Terlebih kebijakan ini telah ditetapkan di beberapa negara seperti Australia, Ekuador, Chile, Thailand, dan Afrika Selatan.

Seth Hays, Chief Representative International Trademark Association (INTA) menyebutkan, brand restriction atau pembatasan merek, berdampak pada produsen dan konsumen. Jika terjadi, maka sebuah produk akan dikemas dalam kemasan yang polos dan tidak memiliki identitas yang membedakan satu sama lain.

“Kebijakan ini dapat meningkatkan perdagangan barang palsu, menimbulkan kebingungan konsumen, dan kehancuran nilai brand,” jelasnya.

Contohnya jika produk makanan ringan dilarang menggunakan karakter kartun sebagai identitasnya, maka konsumen akan kesulitan memilih produk. Regulator menganggap adanya karakter kartun pada produk makanan ringan dapat menarik perhatian anak-anak untuk membeli. Sehingga kesehatan anak-anak pun kurang terkontrol.

Realisasi kebijakan pembatasan merek juga dirasakan oleh Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI). Henry Najoan, Ketua GAPPRI, menyampaikan bahwa kebijakan ini sangat ketat pada produk tembakau.

“Melalui PP 109/2012, pemerintah mewajibkan produsen produk tembakau untuk mencantumkan peringatan kesehatan bergambar seram sebesar 40% dari total kemasan. Bahkan saat ini, Kementerian Kesehatan melebarkan komposisi gambar menjadi 90%. Menurut saja para stakeholder dan regulator harus membuat road map terkait hal ini,” ujarnya.

Rachmat Hidayat, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), memandang kebijakan ini melemahkan pangan olahan. Padahal, penyumbang masalah kesehatan terebesar menurut Riset Kesehatan Dasar adalah pangan segar dan pangan setengah jadi. Bahkan sumbangan pangan olahan terhadap konsumsi gula di Indonesia di bawah 17%.

Danang Prasta, Kasubbit Transparansi Kesesuaian Peraturan dan Fasilitasi, Kementerian Perdagangan RI, menjelaskan bahwa kebijakan pembatasan merek dibuat dari sudut pandang kesehatan.

“Pembatasan merek terkait Tobacco Plain Packaging Australia tujuannya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Di perjanjian WTO, banyak aturan yang melindungi merek. Tapi ada juga pengecualian merek terkait keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, dan moral. Keterlibatan Indonesia di WTO sangat diperlukan untuk melindungi merek Indonesia di pasar internasional,”kata Danang.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved