Listed Articles

Entrepreneur Jalur Cepat Ala Gita Wirjawan

Oleh Admin
Entrepreneur Jalur Cepat Ala Gita Wirjawan

Akhirnya, pertemuan itu terwujud jua setelah tertunda berkali-kali. Pada Jumat, mulai pukul 18.05, di Lantai 11 Plaza Marein, Jl. Sudirman, Jakarta, SWA berhasil mewawancarai Gita Irawan Wirjawan. Itu pun, pendiri Grup Ancora ini mohon agar SWA jangan terlalu lama mewawancarainya, karena ia memiliki jadwal untuk menghadiri sebuah undangan pada pukul 19.00.

Begitulah. Hari-hari ini, kesibukan bungsu dari lima bersaudara pasangan dr. Wirjawan Djojosugito (almarhum) dan Paula Wirjawan ini memang kian meningkat. Bahkan, sensasi pria yang dikenal ramah dan hangat ini tak pernah kering. Itu diawali ketika ia memutuskan keluar dari posisi sebagai Presiden Direktur JP Morgan dan mendirikan Grup Ancora (Ancora Capital dan Ancora International) pada Mei 2008. Melalui Ancora International, lulusan Kennedy School of Government, Harvard University, AS, pada 1992, ini mengakuisisi perusahaan publik bernama PT TD Resources Tbk. Saat ini kepemilikan Ancora International di perusahaan yang belakangan berganti nama menjadi Ancora Indonesia Resources Tbk. itu mencapai 90,65%.

Namun, JP Morgan tak rela melepaskan Gita begitu saja. Saat ini, kelahiran Jakarta, 43 tahun lalu, ini masih menjadi penasihat senior JP Morgan untuk Asia Tenggara. “Saya tetap memiliki kartu nama dan e-mail atas nama JP Morgan, tetapi saya tidak lagi menjadi eksekutif di sana, hanya sebagai penasihat senior. Jadi, saya tidak full time di sana,” ujar penyandang master of public administration dari Harvard University (2000) ini.

Lalu, apa yang melatarbelakangi mundurnya Gita dari JP Morgan? Akuntan lulusan University of Texas, AS, ini ternyata mengaku bosan bekerja di dunia perbankan dan ingin menjadi wirausaha. “Saya ingin mencari tantangan yang lebih banyak. Kalau di perbankan, saya sebagai seorang profesional dan dibayar. Kalau di Ancora ini, saya sebagai entrepreneur,” ujar Gita yang memiliki pengalaman kerja selama 15 tahun di sejumlah perusahan papan atas nasional dan kelas dunia. Sebutlah, di JP Morgan selama empat tahun, di Goldman Sachs empat tahun lebih, di Bahana Securities dua tahun, dan di Citibank lima tahun, plus menjadi akuntan publik di Morrison Brown and Argiz di AS (1989-92).

Dipilihnya TD Resources untuk diakuisisi, menurut Gita, karena perusahaan publik inilah yang paling available. Ia menjelaskan, memang banyak perusahaan publik lain yang bergerak di sektor pertambangan atau infrastruktur, tetapi mereka tidak bersedia diambil alih. Sehingga, meskipun saat itu TD Resources belum bergerak di sektor pertambangan, Ancora tetap mengakuisisinya. “Yang penting, asal jangan bangkrut saja,” ujar mantan Head of Investment Banking Goldman Sachs ini.

Gita memang sengaja memilih perusahaan yang telah go public karena kapitalisasi dan rekapitalisasi akan lebih mudah dilakukan melalui jalur pasar modal. Dan, Ancora Indonesia Resources kemungkinan besar akan digunakan sebagai agen konsolidasi atau akuisisi ketika Grup Ancora mengambil alih perusahaan lain. Untuk itu, ke depan, perusahaan ini tak hanya mengakuisisi perusahaan yang telah go public, tapi juga private company. Dan sejauh ini, ia hanya tertarik pada sektor pertambangan, minyak dan gas, serta infrastruktur. “Saya tidak tertarik industri CPO (minyak sawit mentah) karena gak ngerti.”

Setelah proses akuisisi terhadap TD Resources, Gita terus membesarkan usahanya. Hal ini tampak dari aksinya mengambil alih 40% saham PT Multi Nitrotama Kimia yang berbasis amonium nitrat atau bahan peledak untuk pertambangan. Lalu, diikuti akuisisi terhadap sebuah perusahaan minyak dan gas serta sebuah perusahaan yang mengelola sampah secara end to end, yang meliputi pemungutan, penyortiran, fertilisasi, sertifikasi dan pembangkit listrik. “Saya belum bisa disclose nama perusahaannya, tapi kami baru saja mengakuisisinya pada tahun ini. Kami juga melihat beberapa kesempatan lain di minyak dan gas di bagian hulu. Plus, mengakuisisi beberapa real estate properti,” tuturnya.

Sukses dengan Ancora International membuat Gita percaya diri untuk melaju kencang. Yang paling hot, melalui bendera Ancora Capital, ia mengambil alih utang Bakrie & Brothers kepada JP Morgan senilai US$ 75 juta pada November 2008. Sebagai kompensasinya, Ancora Capital memperoleh 5% saham PT Bumi Resources Tbk. milik Bakrie & Brothers. Sebelumnya, Ancora Capital, melalui kerja sama kemitraan strategis dengan PT Mitra Rajasa Tbk., mengambil alih kepemilikan 0,57% saham di PT Apexindo Pratama Duta yang total akuisisinya sebesar Rp 5,19 triliun.

Kemampuan Gita melakukan sejumlah akuisisi menimbulkan tanda tanya, dari mana sumber pendanaannya? Menurut Gita, Ancora Capital merupakan pihak profesional atau private equity bagi perusahaan yang ingin melakukan akuisisi atau berinvestasi di perusahaan lain. Dan, Gita bertindak sebagai manajer investasi. “Jadi, saya menarik dana dari luar, lalu kami yang akan me-manage dana itu. Kami sebagai profesional dan saya adalah co-chairman di Ancora Capital ini,” ujarnya sambil mengungkapkan, co-chairman kedua di Ancora Capital adalah Ivor Orchard yang pernah mengepalai sektor migas, pertambangan mineral dan logam untuk Asia Pacifik di JP Morgan.

Untuk mendirikan Grup Ancora, Gita mengaku tidak perlu modal. “Modalnya dengkul plus tabungan selama saya bekerja. Kalau investasinya bagus, ya bagus. Jadi, saya hanya bermodal gaji bagi karyawan,” ujar Gita tentang perusahaan yang didirikannya.

Sejauh ini, Ancora Capital yang baru didirikan pada awal 2008 telah berhasil menghimpun dana investasi (private equity fund) dari para investor asal Timur Tengah, Malaysia dan Brunei Darussalam yang mencapai US$ 300 juta. Private equity fund yang dibentuk Ancora Capital ini merupakan private equity fund pertama yang didirikan dan memenuhi ketentuan syariah (sharia-compliant private equity fund). Gita berencana agar Ancora dapat menarik modal lebih banyak lagi dari negara-negara Islam di luar Indonesia. Dan, struktur sharia compliance merupakan salah satu caranya.

Dalam paparan publik per 22 Desember 2008 di Hotel Ritz Carlton Jakarta disebutkan bahwa PT Ancora Indonesia Resources Tbk. terafiliasi dengan Ancora Capital Management (Asia) Ltd. (Ancora Capital), perusahaan investasi yang berkedudukan di Hong Kong — Gita salah satu pendiri dan pemilik saham terbesar.

Menurut Gita, pihaknya dapat melakukan aksi akuisisi karena ia memiliki goodwill atau kemauan yang kuat untuk berwirausaha di bidang private equity. Kemudian, dengan reputasi, jaringan yang luas dan nama baik yang dimilikinya, ia dapat memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan di luar negeri. “Dan alhamdulillah, mayoritas pinjaman saya sudah lunas,” katanya seraya mengungkapkan keinginannya agar Ancora lebih banyak bergerak di sektor sumber daya alam dan infrastruktur.

Lalu, bagaimana Ancora jika dibandingkan dengan JP Morgan? “Wah, kami bagai semut dan mereka gajah. Kami sama sekali tidak berpikir untuk menyaingi JP Morgan. Kami belum bisa seperti JP Morgan. Kami masih kecil. Kapitalisasi pasar JP Morgan di atas US$ 100 miliar, setelah krisis mungkin turun sedikit,” ujar Gita yang mempekerjakan 25 karyawan di kantornya.

Namun diakuinya, banyak hal yang ia pelajari dari JP Morgan. Di antaranya dalam hal perekrutan SDM. “JP Morgan bisa menjadi institusi yang luar biasa besar karena proses penyaringan talenta mereka luar biasa,” katanya. Menurut dia, sebenarnya kriteria SDM yang direkrut tersebut tidaklah terlalu complicated. Prinsipnya, orang-orang yang direkrutnya haruslah intelek, punya common sense dan memiliki integritas dalam pekerjaannya. “Saya kira itu adalah kriteria yang paling basic. Dan jika kita lihat orang-orang yang bekerja di Ancora saat ini, quite good quality people. Yaitu, orang-orang yang pendidikannya bagus dan pengalaman kerjanya juga bagus,” ungkapnya.

Tampaknya, itu pula yang menjadi bagian dari kiat suksesnya saat ini. Pertama, ia selalu berusaha merekrut SDM terbaik. Kedua, selalu mengutamakan profesionalisme sehingga meningkatkan kredibilitas perusahaan. Ketiga, dengan adanya kredibilitas tersebut, Ancora diharapkan memperoleh kepercayaan yang lebih dari para pemodal luar negeri di negara-negara Islam. Berangkat dari hal itu, Ancora bisa optimal dalam melakukan lebih banyak lagi investasi di sektor-sektor seperti sumber daya alam dan infrastruktur.

Sandiaga Uno, Direktur Pengelola Saratoga Investama, pelaku pasar modal dan bidang private equity, menyetujui pilihan Gita untuk berkonsentrasi di bidang pertambangan, migas dan infrastruktur. “Sektor itu memiliki prospek yang bagus,” ujar Sandiaga. Indonesia, tambahnya, memiliki berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif di sektor-sektor itu. “Saat ini, kita perlu sarana investasi yang mengeksplorasi peluang-peluang tersebut karena selama ini sedikit sekali investasi yang masuk ke sana.”

Gita selalu mengajarkan kepada pegawainya agar jangan takut berbuat kesalahan. Namun, jangan sampai membuat kesalahan tersebut dua kali. Jika mengetahui koleganya di Grup Ancora mampu memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat, ia merasa tidurnya akan cukup. Jika sebaliknya, ia akan lebih khawatir dan stres. “Jadi, jika Anda merekrut orang, hal-hal semacam itu harus dipikirkan. Tidak masalah orang itu kuliah di jurusan apa pun: sastra Cina, teknik fisika, dan sebagainya, yang penting dia intelek, punya common sense dan integritas,” ujar Gita tegas.

Gita tidak bersedia menyebutkan secara spesifik prestasi apa yang telah ia raih di JP Morgan, karena ia merasa saat itu dirinya hanya memberikan advice kepada para nasabahnya untuk mengakuisisi. Yang jelas, saat itu sebagai agensi, JP Morgan hanya menjembatani antara orang/institusi yang memiliki dana dan orang/institusi yang tidak memiliki dana. Posisi Gita di Ancora saat ini juga sebagai pihak yang akan mengalokasikan dananya. “Bedanya dengan di JP Morgan dulu, kalau performa saya bagus, saya terima gaji dan bonus. Kalau lagi jelek, ya saya hanya terima gaji. Sedangkan di Ancora, saya harus bayar gaji pegawai, bayar listrik, bayar air, bayar tanaman, bayar bonus. Risk taking-nya jauh lebih banyak,” kata pemilik restoran tapas Spanyol, Moya, yang berlokasi di Pavilion Apartment, Retail Arcade, Jl. K.H. Mas Mansyur, ini.

Dalam lima tahun mendatang, Gita berencana menggeluti bisnis energi alternatif seperti energi matahari dan angin. “Saya ingin sekali dapat mengembangkan alternative energy tersebut karena hal itu sangat menarik dan ramah lingkungan,” ungkapnya. Menurutnya, saat ini belum ada perusahaan Indonesia yang berpikir ke sana. Namun ke depan, ia ingin masyarakat Indonesia lebih banyak berpikir ke arah itu. Selain harganya murah, juga ramah lingkungan.

Untuk membuktikan keseriusannya, Gita membuat tim yang meneliti energi alternatif. Tujuannya untuk mengetahui prospek, kendala, kerangka regulasi, risiko dan manajemennya. Ia optimistis, dalam lima tahun ke depan, masyarakat Indonesia lebih siap mengembangkannya. “Namun, bukan berarti pula dalam lima tahun kita dapat langsung beroperasi. Tentunya, saya ingin menjadi pemain lokal yang dapat mengembangkan energi alternatif,” kata ayah Gian Wiryawan, Gia Wiryawan dan Gibran Wiryawan ini.

Adapun target jangka pendeknya, Ancora tengah melihat berbagai perusahaan tambang di Indonesia dan beberapa peluang bisnis di luar Indonesia. Menurut Gita, Ancora telah melakukan due diligence meeting dengan lima perusahaan. Namun, ia agak menahan diri karena ingin lebih cermat dalam menilai perusahaan yang akan diambil alih. “Saya tidak mau seperti para investor saham yang membeli saham Bumi Resources di harga Rp 4.000 atau Rp 3.500 karena mereka pikir harga itu sudah bottom. Tetapi kenyataannya harga saham Bumi terus turun hingga ke level Rp 400,” katanya.

Gita adalah sosok yang unik. Ia seperti koin dengan dua sisi yang berbeda. Di satu sisi ia begitu agresif mengembangkan usahanya dengan sejumlah akuisisi, tetapi di sisi lain ia adalah sosok yang sangat menyukai musik dan olah raga. Lulusan sekolah musik Berklee, Boston, AS, ini tak hanya dikenal sebagai promotor musik tapi juga pemusik jazz. Ia merupakan sosok di balik keberhasilan album Tompi, Bali Lounge dan Dewi Lestari lewat perusahaan berlabel Omega Pacific Production yang didirikannya. Gita biasa manggung di kafe dan menulis lagu serta merilis album Inner Beauty milik kelompok bandnya sendiri. Pada 2005, ia bermain bersama pentolan grup jazz Fourplay, Bob James, ketika menggelar pentas di Jakarta. Namun, kini aktivitasnya di musik banyak berkurang. “Dulu saya main berbagai macam alat musik, biola, gitar, bas, saksofon. Sekarang, saya bermain piano paling lama setengah jam saja dalam seminggu,” ujar suami Yasmin Stamboel, cucu pahlawan nasional Otto Iskandar Dinata, ini.

Di sisi lain, pria yang kerap menemani anak-anaknya membeli DVD di Ratu Plaza, menonton film di rumah atau berziarah ke makam orang tuanya ini juga sangat gemar main basket, golf, renang dan sepak bola. Hobi golf yang ia mulai ketika berusia 10 tahun ini mengantarkannya menjadi juara di beberapa turnamen regional di Bangladesh dan India tempat ayahnya ditunjuk sebagai wakil Pemerintah Indonesia di Badan Kesehatan Dunia (WHO). Sayang, karena kesibukannya yang meningkat akhir-akhir ini, ia tak lagi bermain golf. Alasannya, waktunya tersita 6-7 jam sehingga tidak fair bagi anak dan istrinya. Jadi, untuk menjaga kesehatannya, pria yang sukses menurunkan berat badan hingga 9 kg hanya dalam tempo sebulan ini selalu berolah raga di gym.

Sebagai bentuk perhatiannya, di bawah Ancora International, Gita mendirikan Akademi Golf di Bumi Serpong Damai, Tangerang, dan Bali. Di akademi ini tersedia sarana dan prasarana untuk para pegolf junior dan profesional, antara lain asrama. Mereka dididik instruktur dari Singapura untuk dipersiapkan mewakili Indonesia dalam kompetisi internasional. Bahkan, biaya hidup termasuk uang saku Rp 4 juta/bulan bagi murid Ancora yang berjumlah 6 orang ditanggung Gita yang tercatat juga sebagai pengurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia.

Di bidang pendidikan, melalui Yayasan Ancora, Gita memberikan beasiswa kepada mahasiswa Indonesia untuk kuliah di dalam dan di luar negeri, antara lain di Universitas Paramadina, Harvard University dan Nanyang Technology University (Singapura). Selain itu, Ancora pun bekerja sama dengan Pemerintah Jawa Barat memberikan 20 beasiswa per tahun.

Tito Sulistio, direktur PT Apexindo Pratama Duta Tbk., mengaku terkesan dengan kepribadian Gita. “Dia orang yang well educated, lulusan Harvard, relatif muda, memiliki pergaulan internasional yang besar, dan memberikan kontribusi kepada sektor nonbisnis (beasiswa, sekolah golf dan kegiatan sosial). Indonesia perlu orang seperti dia,” tutur Tito. Di matanya, Gita adalah sosok entrepreneur modern yang tidak memulai usahanya sebagai saudagar, tapi profesional. Gita memiliki hubungan internasional dan membangun bisnis dengan entrepreneurship-nya. “Ia memulai bisnisnya dari tengah. Tidak dari awal,” ujar Tito.***

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved