Listed Articles

Founder Institute Jakarta: 'Sekolah' Start Up Potensial

Founder Institute Jakarta: 'Sekolah' Start Up Potensial

Masalah yang sering dialami para start up adalah ketidakmatangan konsep dan kurang memiliki jaringan bisnis. Karena itu, Founder Institute mengumpulkan para mentor yang sudah berpengalaman untuk membantu pemilik start up memenuhi kebutuhan pasar.

Pendiri Founder Institute Jakarta (JKTFI) adalah Novistiar Rustandi, Sanny Gaddafi dan Andy Zain. Nama terakhir merupakan salah satu mentor Founder Institute di Singapura. Proposal ketiganya diterima oleh Adeo Ressi, selaku pendiri Founder Institute. Para mentor JKTFI yang berasal dari Indonesia dan Regional (Asia) diantaranya Didi Nugrahadi (pendiri Detik.com dan Salingsilang.com), Andy Zein (pendiri Mobile Monday, Elasitas, dan Numedia), Andi S. Boediman (pendiri IDS dan ideosource), Izak Jenie (pendiri Jatis), Eka Ginting (pendiri Indo.com), Toto Sugiri (pendiri Sigma dan Cipta Caraka), Steven Goh (pendiri mig33), Steven Melhuish (pendiri Propertiguru.sg dan Rumah.com), Steve Christian (pendiri Kapanlagi.com), dan Kflaw (pendiri Buzzcity.com). Mentor ini akan ditambah dengan 10 orang mentor Internasional.

Keuntungan setelah mentoring pun jelas yaitu jaringan bisnis terbuka lebar. “Bahkan sangat mungkin terjadi, mentor tertarik dengan bisnis start up lalu mereka turut bergabung,” kata Sanny Gadafi. Keunikan Founder Institute adalah mereka juga menerima para profesional yang tertarik mengembangkan diri menjadi start up. “Menjadi profesional ataupun entrepreneur tidaklah jelek. Keduanya pilihan. Bisa juga menjalani keduanya secara bersamaan,” jelas Novistiar yang berkecimpung di start up saat ia masih terikat kontrak kerja dengan PriceWater House Coopers, Amerika.

Untuk menjadikan suatu start up berhasil mengeruk untung, menurut ketiganya, bergantung pada seberapa ‘basah’ industry yang akan mereka salami dan kreativitas ide dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Para start up harus mampu fokus pada kebutuhan konsumen. Proses seleksi untuk masuk di ‘sekolah’ ini diberi nama predictive social science testing.

Tes tersebut terdiri dari tahap psikotes yang menunjukkan karakter pribadi seorang pendiri start up. Tes tersebut dilakukan online dan langsung terhubung dengan manajemen Founder Institute di Amerika. “Saya sendiri tidak tahu bentuk tes psikotes tersebut. Hanya saja kurang lebih akan dipilih karakter yang mirip dengan pendiri Founder Institute,” kata Novistiar. Hal ini dianggap penting sebagai salah satu faktor kesuksesan sebuah start-ups company. Dari serangkaian seleksi, JKTFI hanya akan menerima 30 orang saja untuk menjalani training selama 4 bulan.

Selanjutnya, para peserta yang terpilih harus membayar uang sebesar US$ 500 untuk biaya inkubator selama 4 bulan. “Biasanya mereka yang bersungguh-sungguh mengikuti program ini, adalah yang mau membayar,” jelas Novistiar. Program semahal apapun, pasti akan dikejar. Apalagi jika melihat mentor yang membimbing para start up itu. “Asal tahu saja, kami tidak membayar para mentor itu. Bagaimana kami bisa membayar mentor sekelas Toto Sugiri ataupun Kartini Muljadi?” ungkap Andy. Perubahan biaya akan disampaikan mendekati masa inkubator.

Selain itu, peserta juga harus memberikan 3,5% saham perusahaan untuk dikumpulkan di bonus pull Founder Institute. “Keseluruhan pengumpulan di bonus pull akan dibagikan kembali. Empat puluh persen untuk dibagikan lagi ke peserta, 30% untuk mentor, dan 30% untuk Founder Institute. Saat inkubator dimulai, saham itu sudah dibagikan, namun pencairannya baru bisa dilakukan minimal lima tahun setelah program inkubator selesai,” jelas Novistiar.(Acha)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved