Listed Articles

Indonesia 'Tahan Banting' Gejolak Ekonomi Global

Indonesia 'Tahan Banting' Gejolak Ekonomi Global

Kondisi Amerika Serikat dan Eropa yang terbelit utang memang menghantui perekonomian global. Apalagi, risiko utama muncul berupa global double-dip. Namun, perekonomian Indonesia diperkirakan tak akan ikut suram. Pasalnya, pertumbuhan konsumsi domestik mampu ‘menyingkirkan’ ketergantungan Indonesia akan kondisi global.

Pernyataan tersebut diungkapkan Chief Economist HSBC untuk kawasan ASEAN dan India, Leif Eskesen. Saat ini, perekonoian global berada dalam dua kecepatan yang berbeda. Pertama, kawasan Eropa dan Amerika Serikat yang tengah lemah akibat hutang dan kawasan Asia yang sedang ‘berpesta’ karena pertumbuhan ekonomi yang melesat. “Namun tak bisa dipungkiri, Asia merasakan terpaan ekonomi Eropa dan AS dari sektor ekspor. Karena itu, konsumsi domestik diharapkan menjadi penyelamat,” kata Leif.

Kuartal ketiga 2011, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di kisaran 6,5% dan diproyeksikan GDP 2012 mencapai 6,7%. konsumen Indonesia masih memiliki tingkat pembelanjaan yang tinggi. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia didukung oleh faktor struktural dan kebijakan yang akomodatif. “Indonesia lebih less vulnerable dalam menghadapi kondisi global,” kata Leif. Potensi risiko eksternal memang mungkin meningkat melalui jalur finansial (pasar modal, saham dan lainnya). Namun risiko ini diminimalisir dengan tingginya cadangan devisa Indonesia.

“Indonesia merupakan negara yang berorientasi pada ekonomi domestik. Hal inilah yang melindungi Indonesia dari efek krisis global,” tegas Leif. Jika berbicara soal kondisi Amerika Serikat, negara adidaya itu kini masih jauh dari ‘rasa aman’ mengingat sektor perumahan masih mengalami penurunan harga sehingga menyulitkan proses pemulihan hutang. Selain itu, gangguan supply chain akibat bencana jepang, inventory corection dan tingginya harga minyak memperlambat pemuihan ekonomi AS.

“Proses negosiasi politik yang panjang dan berlarut-larut untuk menaikkan pagu hutang pemerintah AS serta diturunkannya peringkat S&P bagi obligasi pemerintah juga memicu pelemahan sentimen pasar AS,” kata Leif lagi. Keadaan kelam pun dirasakan Eropa. Uni Eropa saat ini dituntut untuk segera merumuskan solusi ekonomi yang cermat, komprehensif dan berkelanjutan untuk menyelesaikan krisis utang. “Proyeksi pertumbuhan ekonomi Eropa sangat lemah yaitu 0,6% di 2012 dan Amerika Serikat sebesar 1,8% di 2012,” kata Leif.

Di sisi lain, wajah ekonomi Asia, khususnya Indonesia, masih sumringah. Perbaikan ekonomi yang cepat di kawasan Asia menurunkan tingkat pengangguran ke level yang hampir sama sebelum krisis. Ini pun berdampak pada peningkatan angka customer confidence. Ditambah, kuatnya produktivitas dan pengetatan pasar tenaga kerja di beberapa negara telah meningkatkan pendapatan.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved