Listed Articles

Inilah 'Jejak' Steve Jobs di Kenangan Para Kolega

Inilah 'Jejak' Steve Jobs di Kenangan Para Kolega

Sebagai pendiri sekaligus sosok visioner yang berperan besar bagi kerajaan bisnis Apple, ketiadaan Steve Jobs tidak hanya meninggalkan kesedihan tetapi juga cerita unik yang menjadi kenangan tak lekang waktu di diri para kolega. Lalu, apa kata mereka akan ‘sang seniman’?

Steve Jobs yang mengundurkan diri dari jabatan CEO Apple Inc pada 24 Agustus 2011, meninggal dunia, kemarin. “Kami sangat sedih untuk mengumumkan bahwa Steve Jobs telah tiada Kecerdasaan, energi dan passion Steve merupakan sumber inovasi yang tak terhitung jumlahnya dalam memperkaya dan meningkatkan kualitas hidup kita,” ungkap pihak Apple. Kesedihan yang sama juga ditunjukkan para pihak terdekat Steve Jobs.

Presiden Amerika Serikat, Barack Obama beserta sang istri, Michelle Obama, mengucapkan belasungkawa. “Michelle dan saya sangat sedih saat mengetahui ketiadaan Steve Jobs. Steve merupakan inovator Amerika terbaik. Ia cukup berani untuk berpikir berbeda, cukup kuat untuk percaya bahwa dirinya mampu mengubah dunia dan berbakat untuk melakukan itu semua.” Menurut Obama, Apple mampu mendominasi era digital dengan menciptakan komputer Macintosh, pemutar musik digital iPod dan komputer tablet iPad.

Kreativitas dan kesempurnaan produk Apple tidaklah turun dari langit. Kecermatan akan detil produk tidak dapat dilepaskan dari sifat Steve Jobs. Meski ia seringkali mengenakan jins dan turrtleneck hitam yang terkesan cuek, Steve Jobs seringkali cemas difoto untuk sampul majalah Time, Fortune dan BusinessWeek. Kekontrasan sifat Steve Jobs menambah ‘sisi misteri’ dalam hidupnya. “Msiteri adalah sesuatu yang menakjubkan,” ujar Regis McKenna, konsultan pemasaran industri komputer yang pernah bekerja pada Apple di tahun 1980an. “Semakin besar keingintahuan Anda akan perusahaan ini maka semakin banyak misteri yang Anda lihat.”

Jobs dikenal para pegawainya memiliki sifat ‘berubah cepat’. Menit pertama memuji seseorang dan menit berikutnya, ia akan ‘merendahkan’ orang tersebut. Dalam buku The Second Coming of Steve Jobs karangan Alan Deutschman, gaya manajemen Steve Jobs itu dikenal dengan nama hero-shithead roller coaster. Tidak ada seorang pun yang kebal dengan sifat Jobs, baik di kalangan keluarga, teman maupun keluarga. “Steve Jobs seperti api unggun,” ujar Neil Sims, headhunter yang merekrut para pegawai Jobs. “Semua orang ingin berada di dekatnya untuk merasa hangat. Namun, tidak ada seorang pun yang berada terlalu dekat jika tidak ingin terbakar.”

Meskipun begitu, kecintaan Steve Jobs terhadap produk teknologi yang indah juga dirasakan oleh Steve Wozniak, mitra Steve Jobs dalam mendirikan Apple. “Dia (Steve Jobs) merupakan pria yang menarik. Dia memahami teknologi. Kami berbicara soal filosofi, gerakan hippi, kata-kata dalam lirik lagu dan seringkali hadir di konser bersama. Itu adalah masa-masa pertemanan yang kuat.”

Keberadaan Apple di masa awal bagaikan anak bandel yang menentang arus popularitas IBM yang memanfaatkan sistem operasi Microsoft. Tentu, Steve Jobs menjadi sang pemimpin perang. Jobs menggambarkan dirinya dan perusahaan sebagai anti-establishment. “Anda selalu membutuhkan sosok jahat dan sosok baik di Amerika,” ujar McKenna lagi. “Mereka bagian dari rebel. Apple menjadi simbol pertumbuhan yang sangat cepat. Jiwa muda.”


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved