Listed Articles

Jamu Bukti Mentjos: 'Obat Ajaib' di Era Modern

Oleh Admin
Jamu Bukti Mentjos: 'Obat Ajaib' di Era Modern

Berada di kawasan Jl. Salemba Tengah, Jakarta, kedai sederhana bernama Jamu Bukti Menjos (JBM) terlihat ramai. Slogan bertuliskan ‘Rakyat Sehat, Negara Kuat’ semakin menambah keunikan tempat yang mengunggulkan rempah-rempah tradisional ini.

Sebagai generasi ketiga pemilik JBM, Horatius Romuli percaya bahwa jamu yang merupakan ramuan asli Jawa Solo, warisan neneknya yaitu Ong Siang Tjoen, tak hilang oleh zaman. Kedua orangtuanya, Paul Romuli (ayah) dan Tuti Marikangen (ibu) pun sebelumnya juga memasarkan jamu tradisional itu di ‘bendera kedai’ yang sama. Ketika sang ayah meninggal pada 1985, Romuli yang baru saja menyelesaikan pendidikan dari Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta, diminta membantu mengurus bisnis keluarga.

Tahun 1993, ketika ibunya wafat, Romuli sepenuhnya mengelola usaha JBM. “Tadinya saya pikir bisa sambil praktek dokter gigi tapi ternyata tidak bisa karena waktunya bersamaan,” jelas kelahiran tahun 1959 yang mengaku dirinya tidak terlalu suka diekspos atau ditampilkan sosoknya di media.

Jangan bayangkan ketika kedai jamu ini pertama kali buka sudah seperti sekarang ini. Dulu, kedai ini hanya warung jamu berbentuk gubuk kecil beralaskan tanah cukup untuk duduk 5 orang. Perlahan ditambah beberapa bangku, sampai akhirnya seperti sekarang ini. Ruangan berbentuk L. Bagian memanjang berupa “mini bar kayu” mampu menampung sekitar 25 kursi, di tambah satu ruang yang berisi 4 meja kecil yang masing-masing dilengkapi 4 kursi.

Di Jakarta banyak orang stres, itulah alasan Romuli meletakkan banyak tanaman hidup, burung, serta memutar soft music, untuk menciptakan suasana yang menenangkan di JBM. “Dampaknya banyak pelanggan yang betah di sini,” katanya. Yang muncul di kedai itu pun, berasal dari latar belakang ekonomi yang berbeda. “Yang datang mulai dari supir bajaj sampai orang-orang bermobil,” kata Romuli lagi. “Saya tidak mau ada karpet merah. Semua dilayani dengan sama.”

Pelanggan pun karakternya beragam. Ada yang lebih suka konsultasi privat, ada juga yang tidak sempat datang lalu melakukan konsultasi via telepon. “Ada yang ke sini naik mobil tapi enggak mau turun, yang turun malah pembantu atau supirnya,” tuturnya. Salah satu yang menjadi keunggulan JBM adalah produknya. Terbuat dari bahan alami, tanpa bahan kimia tambahan, tanpa pengawet.

Setiap pabrik jamu punya semacam buku pintar masing-masing. Begitu juga dengan JBM. “Setelah mengikuti berbagai seminar, simposium, resep dikembangkan lagi, namun tidak keluar dari buku pintar yang diwariskan ini,” tuturnya. Kini, JBM memiliki 57 varian jamu dan berbagai macam tapel/pilis/bedak — seperti parem, bedak dingin. Aneka bubur (bubur kacang hijau, bubur ketan hitam, bubur jali, bubur kacang tanah, bubur kacang merah, kolak) serta berbagai macam minuman tradisional (beras kencur, susu kedelai, kunyit asam, wedang ronde, serbat, bandrek, sekoteng) juga dihadirkan untuk melengkapi jamu.

Jamu merupakan singkatan dari jagalah dirimu, kata Romuli. Oleh karena itu bani yak yang datang rutin untuk menjaga kesehatan. Selain perawatan, juga untuk pengobatan berbagai penyakit seperti sakit pinggang, usus, mual, darah tinggi, menstruasi tidak teratur, batuk angin, dan pilek.

Menengok perjalanan panjang yang sudah dilalui JBM, Romuli merasa bersyukur. Selain senantiasa menjaga kualitas produk, kunci sukses lainnya adalah di pelayanan dan menjaga hubungan baik. “Jaga relasi dan kemanjuran jamu ini,” ujarnya santai. (Acha)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved