Listed Articles

Kisah Unik di Dunia Pertambangan

Kisah Unik di Dunia Pertambangan

Pemahaman soal kearifan lokal dan manajemen perusahaan merupakan kata kunci untuk meraih sukses sebagai puncuk pimpinan di perusahaan penambangan asing, ungkap Komisaris PT International Nickel Indonesia Tbk. (Inco) Arif Siregar. Pencampuran antara masalah internal perusahaan dan konflik kepentingan di masyarakat menjadi tantangan tersendiri.

Pria kelahiran 19 Desember 1952 ini memang pantas diangap sebagai orang berpengalaman di dunia pertambangan. Setelah lulus dengan gelar sarjana teknik metalurgi, Arif berkarir di berbagai perusahaan pertambangan, termasuk 20 tahun di Rio Tinto. Bekerja di perusahaan pertambangan di nilai sangat berkaitan dengan banyak persoalan teknis, sarat investasi dan penuh tantangan.

“Karena termasuk bisnis berinvestasi besar dan memerlukan teknologi canggih, hanya perusahaan besar yang memiliki modal besar dapat berkubang di lahan basah tersebut. Perusahaan yang mampu menyuntik modal puluhan juta dollar adalah perusahan asing,” ujar Arif.

Meraih gelar doktor di bidang metalurgi pada 1992, merupakan salah satu wujud kecintaan dengan dunia bisnis yang seringkali diangap sulit. Arif mengaku suka dengan analisis dan evaluasi yang merupakan ciri khas perusahaan pertambangan.

Arif juga merasa posisi Presiden Direktur Kelian Equatorial Mining (KEM), sebagai karir yang berkesan. Tiga tahun terakhir sebelum masa operasional KEM berakhir, Arif yang sedang berada di Afrika Selatan sebagai Manager Industrial Mineral, Mining Company (PMC), dipanggil pulang ke Indonesia. Ia dipersiapkan menjadi Presiden Direktur KEM. Tahun 2003, dalam masa persiapan itu Arif tinggal di Jakarta dan menjabat sebagai Vice President Director of PT Rio Tinto Indonesia, Jakarta. Ditahun yang sama, Ia resmi bergabung dengan KEM.

Sedikit informasi mengenai KEM. Perusahaan itu mulai beroperasi tahun 1992-2005. KEM merupakan satu diantara tiga perusahaan tambang yang dimiliki oleh Rio Tinto. Ketiga perusahaan yang dimiliki Rio Tinto saat itu adalah . Kaltim Prima Coal (KPC), PT Kelian Equatorial Mining (KEM) dan kepemilikan saham sekitar 10 persen PT Freeport Indonesia (PTFI). Penunjukkannya kembali ke Indonesia untuk menggiring KEM sampai pada penutupan penambangan tahun 2005.

Arif menyadari penutupan pertambangan tidak mudah. Selain persoalan teknis yaitu mengembalikan kondisi alam seperti sediakala, ada banyak isu sosial yang mempengaruhi. Setalah dihitung, perkiraan investasi terkait dengan keseluruhan proses penutupan makan biaya sebesar US$ 110 Juta. Ada banyak rapat yang harus Arif hadiri. Ia juga lebih sering wara-wiri Jakarta- London. “Tidak mudah mencairkan uang sebesar itu. Saya perlu deal dengan share holder Rio Tinto,” ujarnya.

Pemerintah saat itu tidak mempunyai pengalaman terhadap penutupan pertambangan. Selain itu, Arif ingin meluruskan persepsi umum bahwa industri pertambangan merupakan industri yang merusak alam.

“Saya kurang setuju itu. Memang benar kami merubah bentang alam. Namun kalau dikatakan merusak, saya tidak setuju,”sanggahnya. Karena itulah, Arif bertekad mengembalikan lokasi penambangan sedekat mungkin dengan kondisi alam ketika mereka membukanya di awal. Tidak hanya mengembalikan kondisi alam, tapi juga kondisi manusianya. “Tapi tidak mungkin 100 persen pengembaliannya,” kata Arif mengakui.

Tentu proses pengembaliannya memerlukan biaya. Dalam jadwal Rio Tinto, mereka akan bertanggungjawab dalam proses pemulihan setidaknya 10 tahun setlah penutupan. Biaya yang perlu digelontorkan minimal US$3 juta.

“Waktu itu, kami berinvestasi sekitar US$11 juta namun uang tersebut hasil dari uang yang ‘berputar’ di Singapura,” kata Arif lagi. Biaya dalam proses pertambangan terbagi dalam tahapan penutupan, rehabilitasi tambang serta biaya persoalan sosial yang melingkupinya. Meskipun begitu, Arif mengaku puas dengan keberhasilan mereka melakukan penutupan pertambangan.

Selepas dari KEM, Arif bergabung dengan Inco tahun 2006. “Saat itu Inco adalah perusahaan terbesar untuk penambangan Nikel di Asia Tenggara. Bahkan didunia,” kata Arif. Hanya Rusia yang menjadi pesaing terberat Inco.

Satu pesan penting yang dipelajari Arif dalam memeras keringat di dunia pertambangan adalah pentingnya kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kepentingan yang ada, baik internal maupun masyarakat luas. (Acha).


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved