Listed Articles

LD Furniture, Pede Meski Sisa Ekspor

LD Furniture, Pede Meski Sisa Ekspor

Maraknya pembangunan tempat tinggal atau hunian menyebabkan permintaan akan perlengkapan rumah tangga pun turut meningkat, tak terkecuali terhadap permintaan furniture. Mengusung perangkat berkualitas namun sisa ekspor, LD Furniture berhasil memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa harus menipiskan kantong.

LD Furniture didirkan oleh Rachmat Fauzan dan Abdillah sejak 4 tahun silam. Dua pemuda ini mempempertaruhkan studi dan isi dompetnya guna membangun sebuah bisnis furniture. Ramalan Rachmat Fauzan dan Abdillah ternyata tak meleset. Dalam kurun waktu empat tahun saja, dua lajang yang bersekolah di Indonesia Banking School dan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) ini berhasil mendirikan 4 outlet dengan nama LD Furniture.

Di awal usaha, Fauzan dan Abdillah mendirikan toko pertama diwilayah Ampera, Jakarta Selatan, seluas toko 5×5 meter dengan dibantu dua karyawan. Fauzan mengaku meminjam sejumlah uang sebesar Rp 25 juta sebagai modal usaha. Ia juga tak segan menyewa mobil pick up kepada kerabat untuk pengiriman barang. Dari keringat ditahun tersebut, LD Furniture terus berkembang pesat dan berhasil membuka cabang lagi kewilayah lain.

Kebanyakan furniture dengan kayu solid dan desain yang up to date dijual di galeri mewah dengan harga yang cukup tinggi. Hal tersebut cukup menyulitkan para pemilik rumah yang ingin mencari furniture dengan harga terjangkau, berkualitas serta harga yang pas. Dengan melihat adanya opportunity tersebut, maka LD funiture hadir sebagai salah penyedia furniture dengan konsep yang cukup unik. LD Furniture bertumpu pada tiga aspek; kecepatan, ketepatan, dan kemudahan.

Menurut Abdillah, furniture dengan berbahan dasar kayu menjadi salah satu aspek dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Akan tetapi krisis eropa yang terjadi beberapa tahun belakangan ini menyebabkan para pelaku eksport furniture mengalami penurunan yang signifikan. Nah, LD Furniture memanfaatkan hal tersebut sebagai peluang bisnis dengan menjual barang-barang sisa eksport ke pasar lokal, dengan pembelian secara borongan untuk mendapat harga yang lebih baik. “Walaupun sisa eksport, bukan berarti kami menjual barang murahan. Kami memilah furniture yang masih baik. Jika ada kecatatan, kami touch sedikit agar bisa dijual kembali,” kata Abdillah.

LD Furniture membeli barang sisa eksport secara borongan di sentra furniture, Semarang, Jawa Tengah. Diawal tahun berdiri, LD Furniture bekerja sama dengan pihak pengumpul furniture yang banyak menampung furniture sisa eksport dari pabrik-pabrik. Tapi dua tahun terakhir, LD Furniture menjalin kerjasama dengan pihak pabrik langsung tanpa ada perantara ataupun pihak penampung furniture. Selain bisa menekan harga, melalui sistem baru tersebut proses pengiriman dan kontrol kualitas barang bisa terjaga. Ibaratnya, LD Furniture menjadi pihak kedua disistem baru ini, dan bukan pihak ketiga lagi.

Saat ini mereka membeli furniture secara borongan dibanyak pabrik furniture. Tercatat sudah ada lebih dari 10 pabrik atau business partner yang mensuplai barang ke LD Furniture. Pabrik tersebut menghasilkan furniture yang dikhususkan untuk pasar ekspor seperti ke ASEAN, Jepang, Korea, Eropa dan Amerika Serikat. Pabrik tersebut dimiliki oleh investor asing. Furniture yang gagal ekspor lalu dijual oleh pabrik ke pengusaha lokal. Pembeliannya bisa dilakukan per unit ataupun borongan.

Sebagian orang menilai bahwa barang sisa eksport merupakan barang reject atau berkualitas rendah, namun pada kenyataannya LD Furniture menjual barang sisa eksport dengan tetap menjaga kualitas barang yang diborong dengan ketentuan desain dan standart kualitas tertentu.“Tidak semua barang sisa pabrik eksport kami beli, kami pilih dengan seleksi ketat,” ujar Fauzan yang juga membuka bisnis online menjual kartu sulap, US Playing Card.

Barang yang gagal ekspor disebabkan beberapa faktor, antara lain : ada sedikit kecatatan produk, tidak sesuainya permintaan barang dengan pemasanan, serta pengiriman yang molor sehingga melanggar kontrak perjanjian. Dari kondisi tersebut, pabrik lalu menjual barangnya ke pihak lain.

Secara berkala LD Furniture melakukan pemesanan barang guna menstok kebutuhan outlet. Pemesanan dilakukan dalam hitungan truk. Setidaknya 10-15 truk setiap bulan siap mensuplai permintaan LD Furniture. Per truk bisa menampung 38-50 item atau seharga Rp 80- Rp 100 juta. Sebelum barang diantarkan ke outlet di Jakarta, barang lebih dulu ditampung digudang LD Furniture di Semarang, Jawa Tengah.

LD Furniture menjual beragam kebutuhan furniture rumah tangga, dari perlengkapan kamar tidur, ruang tamu, dapur, ruang kerja, ruang keluarga,dll. LD Furniture juga menyediakan berbagai model furniture dari minimalis, klasik, minimalis modern, hingga bergaya antik dan semua berbahan dasar kayu solid. Harga yang ditawarkan mulai dari Rp 250 ribu hingga Rp 35 juta rupiah per unit/perset. Produk yang ditawarkan masih bisa ditawar hingga 15%. (Acha)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved