Listed Articles

Mantan Guru yang Menjadi Miliarder

Oleh Admin
Mantan Guru yang Menjadi Miliarder

“Perkenalkan, saya Cipto,”ujar lelaki berambut cepak dan berkulit sawo matang itu seraya menjabat tangan SWA sudah menunggu lebih dari satu jam untuk wawancara di kawasan Bidakara, Jakarta Selatan. Sekilas orang pasti tidak menyangka bahwa Cipto Sulistyo adalah seorang miliarder dengan banyak perusahaan. Maklum, penampilannya cukup bersahaja. Tidak ada setelan jas necis dan aksesori mewah layaknya penampilan pengusaha top pada umumnya. Ia hanya membalut tubuhnya dengan kemeja lengan pendek warnah putih dan celana panjang hitam. “Orangnya memang sederhana. Bahkan, dulu ke mana-mana hanya memakai sandal untuk alas kakinya,” ujar Dani Susilo, manajer salah satu perusahaannya. Padahal, Cipto adalah pengusaha properti yang telah membangun banyak proyek hunian.

Di dunia properti Indonesia, nama Cipto Sulistyo memang tidak setenar Ciputra (Grup Ciputra), Trihatma Kusuma Haliman (Agung Podomoro), atau Rudy Margono (Gapura Prima), yang kita kenal sebagai dedengkot di bisnis ini. Mereka telah menghadirkan berbagai proyek bergengsi dan mercusuar. Sebut saja Ciputra, punya proyek Kota Mandiri Bintaro Jaya, Citra Raya, dan yang sekarang sedang berjalan adalah Ciputra World. Trihatma punya proyek prestisius, antara lain, Pakubuwono Residence dan Senayan City. Sementara itu, proyek bergengsi yang dibangun Rudy, di antaranya, Apartemen Belezza dan Apartemen Bellagio.

Namun, Cipto tak bisa dipandang sebelah mata. Di bawah bendera Grup Nusuno, banyak proyek properti kelas menengah yang digarapnya. Bahkan, ia juga merambah sejumlah bisnis penunjang dengan total aset sekitar Rp 800 miliar.

Di balik kesederhanaannya itu, ternyata Cipto adalah sosok yang workaholic. Kelahiran Jakarta, 3 April 1967, ini mengungkapkan, seandainya dalam sehari ada 36 jam, ia akan lebih banyak mencurahkan waktu untuk bekerja. Baginya, hidup ini adalah bekerja, bekerja dan bekerja. Dengan kegigihannya itulah, tak mengherankan, ia menjadi orang sukses. Meski tidak dilahirkan dari kalangan keluarga pebisnis, ia mampu membuktikan dirinya bisa menjadi entrepreneur yang cukup diperhitungkan.

Awalnya, lulusan Sastra Inggris Universitas Nasional, Jakarta, ini sempat mengajar bahasa Inggris di lembaga kursus LIA dan LPIA. Namun, akhirnya ia pindah jalur menjadi entrepreneur.Ketika memulai bisnis, ia menjadi kontraktor, dan kemudian berkembang menjadi developer kini telah membangun tak kurang dari 9 proyek hunian di Jabodetabek. Selain itu, ia memiliki bisnis institusi keuangan (bank perkreditan rakyat/BPR), lembaga pendidikan, minimarket, pabrik cat, toko material bangunan dan percetakan. ”i dunia ini tidak ada orang bodoh atau pintar. Yang ada hanyalah orang malas dan rajin. Dan saya merasa tidak malas, sehingga semua pekerjaan bisa dikerjakan oleh orang yang tidak malas,” Cipto menegaskan. Ia menambahkan, kunci suksesnya terletak pada tiga hal: kerja keras, fokus pada pekerjaan, plus hoki.

Pria yang menyadari sejak kecil sering mendapatkan hoki ini bercerita, perjalanan bisnisnya bermula tahun 1990. ”Nusuno itu diambil dari nama tiga orang pendirinya,”ujar anak purnawirawan Angkatan Darat RI ini. Saat usianya 23 tahun, ia bersama dua temannya, Nuzulul Haque dan Danardono, mendirikan Nusuno yang awalnya membidangi jasa kontraktor dan konsultan perencanaan bangunan. Kebetulan kedua temannya yang dulu sama-sama sekolah di SMP 42, Jakarta Selatan, itu adalah anak pejabat, sehingga banyak mendapat proyek. Kala itu dalam sebulan Nusuno mengerjakan proyek senilai Rp 4-5 miliar. Dalam perjalanannya, kedua teman Cipto tersebut tidak aktif dalam pengelolaan perusahaan. Alhasil, dialah yang menjadi nahkoda Nusuno dan selanjutnya menjadi pemilik tunggal.

Setelah sukses menggeluti bisnis kontraktor, Cipto tergiur menjajal bisnis properti. Mula-mula ia melakukan jual-beli tanah dan membangun ruko kecil-kecilan. Tak dinyana, setiap transaksi selalu untung. Permodalan diambil dari keuntungan jasa kontraktor sebelumnya. Sayang, masa-masa emas mencetak duit itu tidak berlangsung lama. Tahun 1997, akibat badai krisis moneter, Nusuno limbung dan sempat terlilit utang Rp 15 miliar.

Boleh dibilang, setelah 1997 itu bisnis Nusuno masih kembang-kempis. Sampai akhirnya Dewi Fortuna datang lagi pada tahun 2000-an. Tepatnya, tahun 2004-06, saat booming dunia properti. Momentum itu tidak disia-siakan Cipto dengan memberanikan diri membangun perumahan.

Tahun 2004, Nusuno meluncurkan proyek properti perdana dengan skala medium. Namanya, Perumahan Puri Bintara di Bekasi seluas 6 hektare. Jenis rumah yang dipasarkan mulai dari tipe 64 dengan harga Rp 215 juta/unit. Lagi-lagi Cipto dinaungi hoki: dalam tempo 1,5 tahun, 300 unit rumah ludes diserap pasar. Tak puas cuma menangani Puri Bintara, ia kembali meluncurkan proyek baru bernama Bintara Estate di Bekasi juga. Di atas lahan seluas 1 ha itu, ia membangun town housesebanyak 60 unit dengan harga Rp 250-700 juta tiap unit, yang juga banyak diminati konsumen.

Cipto makin ketagihan membangun beberapa proyek permukiman. Maka, ia pun kemudian membangun Puri Juanda Regency di Bekasi Timur sebagai proyek ketiga. Dengan lahan 6 ha, perumahan itu terdiri atas 266 unit rumah dan banderolnya Rp 130 jutaan per unit. Proyek keempatnya, Puri Pakujaya. Perumahan yang berlokasi di Tangerang itu menempati lahan 2,2 ha dan terdiri atas 97 unit rumah tipe 39 seharga Rp 70 juta/unit. Sementara proyek perumahan kelima adalah Puri Kranji Regency di Bekasi, sebanyak 260 unit dengan luas tanah 4 ha.

Kendati sudah memiliki lima proyek perumahan di Bekasi dan Tangerang dengan skala menengah, Cipto masih haus ekspansi. Sasaran berikutnya adalah membangun perumahan kota mandiri yang menyedot dana lebih gede. Ada dua proyek terbaru: Grand Valley Residence di Depok seluas 33 ha dengan investasi Rp 1,3 triliun, dan kota mandiri Kalimalang Epicentrum seluas 21 ha dengan investasi Rp 800 miliar.

Bisnis apartemen juga dibidik Cipto. Sejauh ini setidaknya dua proyek apartemen telah dikembangkan Nusuno. Pertama, Apartemen Square Garden di Cakung, Jakarta Timur. Apartemen ini memiliki empat tower; satu tower terdiri atas 124 unit dengan harga Rp 109 juta/unit. Yang kedua, Apatermen Eastonia di Jatiwaringin, Pondok Gede, yang berdiri di atas lahan seluas 3 ha.

Untuk membiayai berbagai proyek properti itu, Cipto mengaku, modalnya dari hasil penjualan proyek, perbankan, dan dana investor yang mau bergabung. Pehobi olah raga taekwondo ini bersyukur hingga kini tidak ada masalah soal pendanaan proyek-proyeknya yang sudah berjalan tersebut.

Cipto pun cukup cerdik mengembangkan sejumlah bisnis penunjang properti. Mengapa? ”Setiap ada kebutuhan pasar atau kesempatan, kami akan berinvestasi. Sebenarnya bisnis saya itu satu sama lain ada keterkaitannya. Awalnya memang untuk memenuhi kebutuhan Nusuno Group. Tapi, selanjutnya dijual ke pihak luar non-afiliasi,” ujar eksekutif berpenampilan kalem ini. Ya, sejak 2007 beberapa bidang bisnis baru dirambahnya. Sebut saja, pendirian pabrik cat di bawah payung PT Mitrakarti Perkasa Sarana dengan memproduksi cat merek N-Light. ”Di bawah perusahaan ini, selain produksi cat, kami juga bisnis sakura dengan merek N-Trust dan pvc,” suami Sri Pandanwangi ini menguraikan.

Di luar pabrik cat, Nusuno juga memiliki usaha minimarket berlabel N-Mart. Swalayan mini ini dikembangkan pada Maret 2008 dan sekarang ada tiga gerai. Semua gerai N-Mart berada di lokasi perumahan yang dikembangkan Nusuno, yakni di Square Garden, Puri Bintara dan Puri Kranji. Investasi pembukaan satu gerai sekitar Rp 200 juta.

Bisnis lembaga pendidikan juga menggelitiknya untuk digeluti. Ia tertarik menggeluti bisnis ini karena, selain pernah menjadi pendidik, juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan keterampilan karyawan. Dua tahun lalu Cipto mendirikan lembaga kursus bahasa Inggris, Mandarin, Jepang dan Prancis bernama Scientia. Pihaknya juga mengakuisisi Sekolah Tinggi Teknologi Jakarta di Pondok Gede. Tujuannya, agar siswa bisa dididik sebagai teknisi atau tenaga siap pakai di semua proyek properti Nusuno.

Usaha toko bahan bangunan pun dalam genggaman Cipto. Pemimpin 300 karyawan ini membidani kelahiran toko material Sentra Bangunan. Tujuan awal Sentra Bangunan yang memiliki dua cabang ini adalah menyuplai kebutuhan bahan material proyek-proyek Nusuno.

Cipto juga menceburkan diri ke bisnis kembaga keuangan. ”mendirikan BPR Nasional Nusantara. Kini sudah ada empat cabang di Bekasi: Bantar Gebang, Kranji, Pondok Ungu, serta Jalan Patriot,”ungkap Cipto yang sejak kecil bercita-cita menjadi orang yang enjoybekerja.

Hanya itu? Tidak. Karena intuisi bisnisnya mencium pula aroma legitnya mengelola usaha rumah sakit, beberapa waktu lalu ia membeli rumah sakit kecil di Cinere. ”ini kami juga menjajaki take oversebuah rumah sakit menengah di lingkungan Jl. Letjen S. Parman, Slipi. Nantinya usaha rumah sakit itu dinamakan Nusuno Medical,”ungkap Cipto yang juga mempunyai bisnis percetakan, Nusuno Printing.

Dengan 8 sektor usaha yang ditekuni, Cipto mengaku cash cow bisnisnya masih mengandalkan properti yang kontribusi pendapatannya mencapai 80%. Sementara yang 20% disumbang dari omset 7 bisnis penunjangnya.

Tidak semua bisnis Nusuno berkembang dengan baik. Bisnisnya yang terhambat pertumbuhannya, di antaranya, bisnis material bangunan. Karena itu, Cipto menutup sementara operasional toko Sentra Bangunan dan membenahi SDM-nya agar lebih profesional dalam bekerja. Waktu itu kinerjanya minus gara-gara dikelola oleh pegawai yang kurang piawai. Padahal, Sentra Bangunan yang memiliki dua cabang di Bekasi omsetnya rata-rata per hari Rp 1 miliar. Bahkan, ketika proyeknya jalan semua, omsetnya bisa mencapai 3 miliar. Maklum, selain dijual ke masyarakat umum, bahan bangunan dari tokonya itu juga dipasok ke proyek-proyek propertinya. ”pertengahan tahun 2009 akan kami buka lagi.”

Walaupun baru empat tahun bergumul dengan bisnis properti, Cipto tidak gentar menghadapi ketatnya persaingan, terutama dengan pengembang besar. Kuncinya, di bidang properti, Nusuno masuk ke bisnis yang tidak dimasuki oleh pengembang besar. ”developer hanya mengerjakan lahan-lahan besar, sedangkan lahan kecil tidak. Jadi, kami masuk ke sana,”ujarnya buka kartu. Selain itu, umumnya harga produk yang ditawarkan pengembang besar mahal, sementara Cipto mengklaim Nusuno bisa mematok harga lebih rendah dengan kualitas yang sama. ”, kami hanya mengambil margin keuntungan yang lebih sedikit,”ia menambahkan. Jurus lainnya, Nusuno fokus menggarap segmen kelas menengah. Supply and demand level menengah di Jabodetabek tidak seimbang, sehingga prospeknya masih menjanjikan.

Untuk pengembangan bisnis ke depan, Cipto telah menyiapkan agendanya. Yakni, membuka gerai N-Mart di Malaysia. Lalu, menggarap megaproyek twin towerdi akhir 2009 dengan lahan seluas 1,2 ha di Jl. M.T. Haryono, Jakarta Selatan. Konsep yang diusung twin towerini: 4 in 1, terdiri atas apartemen, perkantoran, hotel dan mal. ”perkirakan nilai proyeknya Rp 3,5 triliun,”katanya. Selain itu, ada bisnis baru yang akan dirambah, yaitu agrobisnis, tepatnya perkebunan singkong dan jagung. Alasannya, negara kita kekurangan pakan ternak dan ikan dari singkong atau jagung.

Di mata karyawan, Cipto adalah figur pemimpin yang punya perhatian kepada bawahan. ”pekerja keras, Pak Cipto juga perhatian ke karyawan, karena kami dianggap sebagai partner,bukan bawahan. Kerja kerasnya ketertaluan, kadang kami susah ngikutin. Biasanya beliau kerja hingga pukul 11 malam, tapi saya sudah pulang pada pukul 8 malam,”ungkap Dani Susilo, Manajer Strategis PT Nusuno Karya yang bergabung pada 2004.

Liliek Saputro mengamini pandangan Dani. Menurut Direktur PT Mitrakarti Perkasa Sarana, anak perusahaan Nusuno yang bergerak di industri cat, sakura dan PVC, Cipto memiliki gaya kepemimpinan yang egaliter. ”dekat dengan karyawan dan memberi kebebasan kepada karyawan untuk berkreasi meningkatkan kinerja,”tutur Liliek yang bergabung dengan Nusuno pada 2006. Ia menyarankan, sebaiknya ke depan Nusuno lebih mengembangkan diri ke bisnis-bisnis pendukung properti sehingga bisa seperti Agung Podomoro, Ciputra, atau Gapuraprima.

Mitra bisnis Cipto menilai Nusuno adalah the rising star. Hendra Bujang, misalnya, menganggap Cipto sebagai pengusaha yang punya kemauan keras. “Visi-misi bisnisnya sangat bagus. Saya optimistis Nusuno akan lebih maju dan menjadi the rising star jika tidak ada krisis lagi. Pak Cipto pasti akan lebih sukses asalkan sigap menangkap peluang-peluang bisnis baru. Khususnya, kesempatan bisnis sektor keuangan, yang akan membuat beliau lebih cepat terkenal,” tutur Associate Director Danpac Asset Management itu memuji. Sebelumnya Danpac adalah advisor Nusuno dalam menangani restrukturisasi dan pengembangan bisnis.

Sejauh ini Danpac baru pertama kali melakukan sinergi pembiayaan. Kerja sama yang dilakukan adalah membiayai proyek Apartemen Eastonia senilai Rp 40 miliar. Adapun total nilai proyek Rp 70-90 miliar. ”Kami tertarik bekerja sama dengan Nusuno karena banyak potensi. Nusuno juga telah proven lolos dari krisis global. Pertimbangan lain, sektor bisnisnya terkait dengan kebutuhan riil masyarakat, seperti properti, lembaga pendidikan, minimarket dan kesehatan,” Hendra menguraikan.

Hendra juga mengkritik Nusuno. Sebagai private company, kekuasaan masih berpusat di tangan pemilik. Padahal, di luar banyak peluang bisnis yang harus segera ditangani, sehingga prosesnya agak sulit. Jadi, di level manajemen, ia menyarankan, perlu limit tertentu pada kebijakan Cipto. Dengan demikian, sebagian kewenangan penting didelegasikan ke para profesional. Untuk itu, pola manajemen kekeluargaan mesti dirombak.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved