Listed Articles

Mengapa Konflik Karyawan-Manajemen Kian Marak?

Oleh Admin
Mengapa Konflik Karyawan-Manajemen Kian Marak?

Dari sudut manajemen Garuda, dengan melepas GMF, perusahaan dapat fokus ke bisnis inti: transportasi penerbangan. Selain itu, hal ini juga membuka peluang GMF AA mengembangkan diri dari cost center menjadi profit center dengan melayani perusahaan non-Garuda. Sementara itu, dari sisi karyawan, mereka justru menilai langkah ini merugikan. Dengan status baru, Garuda harus mengeluarkan biaya tambahan untuk perawatan pesawat.

Hemat saya, logika ini tidak tepat karena apa pun statusnya, sesungguhnya Garuda sama-sama keluar uang. Karena GMF AA adalah anak perusahaannya, ini cuma soal keluar dari kantong kanan dan masuk ke kantong kiri. Akhirnya, seperti diketahui, karyawan dipersilakan memilih: bergabung atau keluar. Hingga kini, persoalan masih berlanjut karena mereka yang di-PHK-kan menolak putusan itu.

Garuda tidak sendirian dalam hal konflik manajemen-karyawan. Salah satu yang laten adalah antara Semen Gresik (SG), Semen Padang (SP) dan Cementos Mexicanos (Cemex). Seperti ramai diberitakan, sampai sekarang, tarik-menarik argumen masih berlangsung.

Dari kasus konflik manajemen-karyawan, ada dua diagnosis masalah. Pertama, soal komunikasi. Ada kemungkinan pihak manajemen tak dapat mengomunikasikan perubahan dengan baik. Pada kasus Garuda, umpamanya, manajemen menginginkan efisiensi dan kontribusi, sementara karyawan melihat kedua hal ini dengan paradigma yang berbeda.

Diagnosis kedua, masalah kepercayaan (trust). Saya kira justru di sinilah letak akar permasalahannya. Masalah komunikasi lebih sering tampil sebagai gejala (symptom). Menyelesaikan masalah komunikasi mirip memberikan obat sakit kepala pada penderita sakit kepala. Sakit kepalanya memang akan hilang pada saat itu, tapi boleh jadi akan muncul kembali begitu efek obat menghilang.

Kepercayaan adalah dasar dari segala bentuk hubungan antarmanusia. Samuel Smiles, seorang pengarang, pernah mengatakan, ?What you are communicates more eloquently than what you say or do.? Siapa Anda mengomunikasikan lebih keras daripada apa yang Anda katakan atau lakukan. Tanpa kepercayaan, komunikasi sebaik apa pun tiada gunanya.

Seperti dikatakan Francis Fukuyama dalam bukunya Trust, tiadanya kepercayaan ini menghasilkan ekonomi biaya tinggi. Inilah yang kini dihadapi banyak BUMN seperti Garuda, Semen Gresik dan Indosat.

Kemelut Indosat adalah contoh kasus yang berpengaruh besar terhadap tingkat kepercayaan masyarakat. Ada isu korupsi, isu manipulasi, dan sebagainya. Kasus penjualan diam-diam Kaltim Prima Coal (KPC) kepada Bumi Resources (BR) dengan harga hanya US$ 500 juta juga menyisakan banyak pertanyaan. Bagaimana mereka dapat membeli dengan begitu murah? Dari mana pinjaman yang mereka dapat mengingat BR hanyalah perusahaan ?kecil??

Akar semua kasus di atas adalah kepercayaan. Begitu kepercayaan hilang, komunikasi menjadi makin sia-sia karena orang kian sulit mendengarkan pihak lain. Sulit mendengar karena telinga psikologis sudah tersumbat prasangka dan amarah. Dalam bukunya, Crucial Conversation, Tools for Talking when Stakes are High, Patterson, Grenny McMillan dan Switzler mengemukakan, dalam dialog apa pun, persyaratan utamanya adalah rasa aman (safety).

Agar diskusi berlangsung sinergik, setiap orang yang terlibat perlu tetap merasa aman untuk menyuarakan pendapatnya. Bila tidak, ada dua pilihan yang dapat mereka lakukan: silence atau violence. Yang pertama berarti bersikap apatis dan menarik diri. Perilaku yang tampak ke permukaan yang mencerminkan hal ini adalah menyembunyikan (masking), menghindari (avoiding) dan menarik diri (withdrawing). Pilihan kedua adalah bersikap agresif. Ini ditunjukkan dengan mengontrol (controlling), memberikan label (labeling) dan menyerang (attacking).

Perilaku silence banyak terjadi di masa Orde Baru, sedangkan perilaku violence dengan segala macam gradasinya, sekarang banyak dijumpai. Kedua jenis perilaku ini sebenarnya menunjukkan perasaan tidak aman. Karena itu, begitu kita menghadapi gejala-gejala seperti ini dalam suatu dialog, hentikanlah diskusi dan mulai kembali membangun rasa aman. Semakin percakapan dipaksa dilanjutkan, kian sulit kesepakatan terbangun. Dialog dapat dilanjutkan setelah rasa aman dan kepercayaan terbangun kembali. Kunci bersinergi adalah kepercayaan, dan ini harus ditunjukkan dengan kemauan melakukan perdebatan secara sehat untuk mencari apa yang benar, bukannya siapa yang benar. Selama hal ini belum tercapai, biaya yang dibutuhkan sangatlah mahal. Kasus Garuda, Indosat, Semen Gresik dan KPC hanyalah sebagian kecil kasus yang menunjukkan kita semua berada dalam kondisi masyarakat yang paling buruk. We are living in a low trust society.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved