Listed Articles

Niniek E.Kasigit: Ingin Buka Cabang Batik Semar ke Asia Tenggara

Oleh Admin
Niniek E.Kasigit: Ingin Buka Cabang Batik Semar ke Asia Tenggara

Usianya sudah 81 tahun. Namun, tangannya yang mulai keriput terus aktif memilih kain. Bahkan tanpa bantuan alat penglihatan, perempuan itu cukup jeli menilai tiap lekuk yang membentuk pola corak batik. “Yang ini kok ukel-nya kurang rapi. Diperbaiki lagi lebih bagus,” kata Niniek Elia Kasigit, Komisaris PT Batik Semar, kepada sejumlah wanita yang sedari tadi duduk melingkar siap membantunya merapikan kain.

Beberapa jenak kemudian, Niniek berjalan ke ruangan lain. Langkahnya pendek dan pelan. Tak segesit pendar semangatnya. Orang-orang telah menunggu dengan berbagai materi presentasi. Dia hanya melontarkan beberapa kalimat seusai mendapat pemaparan dari peserta rapat. Dan, kebijakan strategis pun muncul untuk segera dieksekusi.

Demikian keseharian Niniek. Perempuan kelahiran 7 Desember 1930 ini setiap hari aktif berkantor di Jl Laksda Adisucipto 101 Solo. Mengawasi produksi, merancang design batik sekaligus memberikan keputusan-keputusan strategis. “Ya, saya kerja supaya tidak pikun,” katanya.

Totalnya, Niniek memiliki 10 cucu dan 5 cicit dari keempat anak hasil pernikahannya dengan mendiang Somadi Kasigit. Yang bergabung di bisnis keluarga ini adalah Nanik Puspa Dewi Kasigit (anak pertama, direktur keuangan), Kimilia Kasigit (anak keempat, branch office), dan mendiang Meliani Kasigit (anak ketiga). Handoyo Kasigit (anak kedua) memiilih bisinis sendiri. Cucunya, Ananda Soewono dan Ardianto Soewono masing-masing didapuk sebagai Managing Director dan Operational Director.

Niniek mengaku, tak pernah memaksa anak-anaknya untuk bergabung di bisnis keluarga. “Kalau ada yang mau ikut, ya silahkan. Kalau tidak ya, ndak apa-apa. Orang kan senengnya beda-beda,” katanya. Meski begitu, Niniek tetap berlaku adil tentang bisnis ini pada keturunannya. Dia bilang, semua punya jatah saham di perusahaan. Soal presentase, Niniek enggan menjelaskan. Lantas, bagi anak-cucunya yang ingin bergabung dirinya juga menerapkan sikap professional. “Ya, ada aturan di perusahaan. Tidak bisa asal tunjuk saja. Semuanya biar bisa rukun,” katanya.

Meski operasional Batik Semar telah didelegasikan kepada anak serta cucunya, Niniek tak memilih untuk pensiun. Nyatanya, dia masih menjadi kunci utama dalam pengambilan keputusan bisnis. “Memang tidak semuanya bergantung saya. Hanya beberapa saja yang penting-penting, pasti anak-anak minta saran saya,” kata dia. Saat ini Batik Semar punya sedikitnya 40 gerai di seluruh Indonesia. Itu yang dikelola sendiri. Yang masuk melalui department store seperti Metro, Pasaraya Blok M, Sarinah, dan lainnya masih banyak.

Batik Semar punya 30-an pembatik (in-house) serta lebih dari 30 plasma yang tersebar di Cirebon, Pekalongan, Madura, dan terutama Solo. Total karyawan kira-kira 700 orang di seluruh Indonesia. Ini karyawan untuk Batik Semar saja. Belum termasuk PT Semar Mas Garmen yang memproduksi kain dan batik printing.

Setiap hari, kecuali Minggu, Niniek rutin ngantor. Datang jam 08.30 hingga 16.00. Tidak itu saja, Niniek juga punya banyak kegiatan di luar urusan bisnis. “Ya kita ada urusan sosial juga,” ujar anggota Woman International Club ini dan aktivis Persekutuan Gereja. Malah, seringkali dia berbelanja ke supermarket untuk keperluan rumah tangga di akhir pekan.

Lalu, apa rahasia Niniek bisa tetap aktif di usia senjanya? “Tidak ada yang istimewa. Biasa-biasa saja,” katanya. Niniek merasa dirinya tidak memerlukan treatment khusus untuk menjaga kesehatannya. “Justru dengan bekerja saya bisa lebih sehat,” katanya. Hanya, setiap pagi dia menyempatkan diri untuk jalan-jalan di sekitar rumah. Sesekali ikut senam. Sebenarnya, Niniek masih ingin melakoni hobi tenisnya. Namun, lantaran kondisi fisiknya yang tak memungkinkan lagi, dirinya terpaksa gantung raket.

Niniek juga sering melakukan perjalanan ke luar negeri, baik bersama keluarga maupun dengan teman-temannya. Dalam satu tahun dia bisa berkeliling ke beberapa Negara seperti Cina, Eropa, Amerika, Jepang, dan lainnya. “Yang masih pengen saya datangi itu Taj Mahal. Padahal dekat, tapi belum sempat saja,” kata Niniek. Tiap kali jalan-jalan, tak sekalipun Niniek memerlukan bantuan kursi roda. “Namanya jalan-jalan, ya saya jalan kaki sendiri,” kata dia. Yang unik, tiap kali jalan-jalan, Niniek hanya mencari satu benda, yakni patung kuda. Sedari kecil, dia menyukai binatang pekerja keras ini. “Ndak tahu saya senang saja,” katanya ringan. Usut punya usut, Niniek bershio kuda.

Niniek selalu bersyukur karena dikaruniai kesehatan prima. Tiap kali medical check up, dia mengaku dokternya selalu mengatakan baik-baik saja. Bahkan, dia juga tidak memiliki pantangan makanan. “Cuma ya saya tidak berani makan banyak. Terutama yang berlemak,” tuturnya. Niniek mengaku tidak mengkonsumsi obat-obatan, kecuali multi vitamin dari dokter. Itu pun hanya pada waktu-waktu tertentu saja. “Kadang-kadang juga minum jamu,” katanya.

Bagi Niniek, kesehatan erat berkait dengan kebahagiaan dan ketenangan pikiran. Sebagai orang tua, dirinya bahagia bila berkumpul dengan keluarga. Meski tidak semua anaknya berkumpul di satu kota, Niniek mengaku sesekali harus bertemu anak-anaknya. “Ya kadang saya yang datangi mereka,” kata dia. Satu momen di mana semua keluarga berkumpul adalah saat nyekar di perabuan ayah-ibu serta suami Niniek. Yakni tiap tanggal 2 dan 9 Juli. Mereka berkumpul di kawasan Pasir Putih, Jawa Timur.

Dalam berbisnis pun Niniek selalu mencari kebahagiaan. Dirinya tidak mau mengambil dana pinjaman untuk ekspansi bisnis. Langkah konvensional diyakini lebih menentramkan. “Saya tidak mau kelihatan besar, tetapi terus-terusan memikirkan hutang. Hidupnya tidak tenang. Pokoknya jangan banyak-banyak hutang,” katanya serius. Kunci sukses berikutnya adalah mendekatkan diri dengan Tuhan. Niniek mengaku segala sesuatu telah diatur oleh Sang Khalik.

Seperti kala komplek rumah tinggal yang sekaligus tempat produksi dan showroom Batik Semar di jalan RM Said kebakaran. Peristiwa di tahun 2002 itu melantakkan semua bangunan yang menjadi gudang kenangannya. “Waktu itu saya sedang di Malang bersama jemaat Gereja,” kata dia. Saat diberi tahu Romo tentang peristiwa itu, Niniek tidak terlalu syok. “Malah teman saya yang bilang, ‘koe mbok nangiso, ben lego” kata Niniek menirukan ucapan sang teman. Tapi, Niniek merasa tidak perlu kecewa karena seluruh koleksinya terbakar. “Yang tak gelani itu ya foto-foto saya dengan keluarga, koleksi batik. Momen itu kan tidak bisa diulangi lagi,” terang Niniek.

Namun, Niniek mengaku harus tetap semangat. “Ya saya bilang harus cepat bangkit dengan memanfaatkan apa yang tersisa,” kata dia. Rumah produksi garmen—tempatnya berkantor sekarang—kala itu dioptimalkan menjadi showroom. Sejak itu, dirinya berkantor di situ. “Pokoknya harus mulai buka toko. Jangan sampai berlarut-larut,” kata dia. Niniek berhasil bangkit, dan hanya dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun, komplek di RM Said sudah kembali berdiri.

Di usianya yang cukup sepuh Niniek masih punya keinginan. Lima hingga sepuluh tahun mendatang, dia bercita-cita membuka gerai Batik Semar di kawasan Asia Tenggara. “Setidaknya di Singapura atau Brunei,” tegasnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved