Listed Articles

Peleburan Merek

Oleh Admin
Peleburan Merek

“Terima kasih kepada masyarakat atas kepercayaannya selama ini untuk menggunakan brand National. Mulai hari ini, 18 Desember 2003, masyarakat akan mendapatkan produk kami yang lebih advance melalui Panasonic Ideas for Life,” demikian kata Presiden Direktur Grup National Panasonic Gobel (NPG) Rachmat Gobel di hadapan puluhan wartawan dari berbagai media. Kilatan blitz dan lampu kamera menyorot wajah Rachmat, yang siang itu ditemani jajaran direksi NPG dan perwakilan dari Matsushita Electric Industrial Co. Ltd. Asean Room di Executive Club Hotel Hilton menjadi saksi ?pembunuhan? merek National yang lebih dari 30 tahun meramaikan pasar elektronik Indonesia.

“Kami tidak membunuh merek, tetapi mengubah merek,” tandas Rachmat ketika ditemui SWA. Menurutnya, penggunaan merek Panasonic untuk semua produk keluaran NPG sejalan dengan strategi pemasaran global Matsushita Electric Industrial Co. Ltd., pemilik mayoritas saham NPG. Merek Panasonic ini juga akan diusung secara internasional mulai April mendatang sebagai merek tunggal untuk seluruh produk elektronik keluaran Matsushita. “Produk merek National tidak akan lagi dipasarkan di dunia kecuali di Jepang,” tambah Rachmat.

Daniel Surya, Chief Representative Landor Associates, mengungkapkan bahwa perubahan merek tersebut sebagai kebijakan global adalah langkah yang tepat. Di matanya, kasus ini mirip kasus Handyplast yang diubah menjadi Hansaplast demi efisiensi komunikasi global.

Sebulan setelah pengumuman resmi perubahan merek tersebut, SWA melihat produk peralatan rumah tangga National masih memenuhi rak-rak gerai Electronic City, Kawasan Bisnis Terpadu Sudirman (SCBD), seperti kulkas, mesin cuci, kipas angin, microwave, seterika dan blender. Beberapa produk yang persis sama berlabel Panasonic juga dipajang. Menurut si penjaga gerai Panasonic di pusat penjualan elektronik itu, umumnya pembeli sudah tahu ihwal perubahan itu. “Mereka tidak banyak nanya tentang perubahan itu. Mereka tidak ambil pusing,” ujarnya.

National dan Panasonic. Kedua merek ini milik Matsushita. Tahun 1970, Matsushita masuk Indonesia dengan menggandeng Gobel. Di Jepang, National telah menjadi merek legendaris. Maklum, sudah 87 tahun merek tersebut melayani kebutuhan masyarakat Negeri Sakkura akan produk-produk elektronik. Nama yang berkesan lokal didukung pemasaran dan distribusi kuat membuat National mendapat kepercayaan dari konsumen di Indonesia. Begitu kuat merek National menancap di benak konsumen — terutama untuk produk alat rumah tangga — membuat merek ini diganjar penghargaan Indonesian Customer Satisfaction Award dan Indonesian Best Brand Award.

Tahun 1991, Matsushita mulai memperkenalkan bahkan memfokuskan Panasonic sebagai merek produk audiovisual dan office automation. Ketika itu, untuk produk alat-alat rumah tangga, masih tetap dipakai merek National, sampai 18 Desember 2003. Keputusan global Matsushita dipandang Rachmat sebagai langkah tepat. “Memiliki satu merek akan lebih efisien, terutama dalam hal komunikasi dan energi kami tidak terpecah. Kami tinggal melakukan inovasi produk baru,” katanya.

Rinaldi Sjarif, Direktur NPG, mengatakan bahwa dengan single brand, strategi yang dilakukan bisa terfokus baik dalam hal merek, kategori produk, saluran distribusi maupun servis. Memiliki dua merek yang dipisahkan dengan sengaja — National untuk produk peralatan rumah tangga dan Panasonic untuk audiovisual -? dinilai sangat tidak efektif. Dari sisi investasi merek, memayungi dua merek menghabiskan dana dan akan merugikan perusahaan karena sulit bersaing.

Menurut Rinaldi, pergantian merek tak bisa dielakkan lagi di era globalisasi. “Kalau ingin menjadi pemimpin pasar global di industri ini, ya mereknya juga harus mengglobal,” ujarnya. Dikatakannya, 93% dari total produk Matsushita secara worldwide dikontribusi produk yang mengusung merek Panasonic. Sisanya yang 7% memakai merek National.

Selama ini, masih menurut Rinaldi, produk National dipersepsikan konservatif. Ini karena jenis produknya yang lebih ke peralatan rumah tangga yang umumnya berdesain konservatif. Secara tidak langsung akhirnya terbangun citra merek National konservatif dan sangat lokal. Memang, National pernah memproduksi audiovisual. Namun, dengan hadirnya Panasonic pada 1990, produk audiovisual National diganti Panasonic.

Meskipun dilakukan perubahan merek, strategi pemasaran (baik 4-P maupun STP) tidak berubah. Menurut Rachmat, Panasonic membidik semua segmen, misalnya pompa air yang diproduksi dengan berbagai seri sesuai segmen masing-masing. Harga produk Panasonic, dikatakannya, akan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. “Ya, relatif samalah dengan National,” ujarnya. Pengamatan SWA di Electronic City, memang ada produk yang sama dengan harga yang sama. Misalnya, kulkas seri tertentu. Namun, produk microwave model NN-S672 mengalami perbedaan harga. Yang bermerek National dibanderol Rp 1.450.000, sedangkan yang Panasonic Rp 1.519.000.

Rachmat mengakui, kekhawatiran bakal kehilangan pasar memang sempat ada, terutama konsumen yang sangat sulit menerima perubahan. Toh, ia optimistis jumlahnya relatif lebih sedikit. Ia mengaku telah melakukan survei ke daerah-daerah, dari ujung Jawa Barat sampai Jawa Timur, seperti Garut, Kertosono, Ngawi. “Tidak ada masalah,” ujarnya.

Ia optimistis Panasonic akan mampu bertengger di pasar sekuat National. Targetnya, pangsa pasar harus naik menjadi 25%-30% dari sekitar 20%. “Kami selalu memprediksi pertumbuhan sekitar 10%. Kami harus optimistis. Untuk itu, perlu inovasi produk baru dengan teknologi yang baru pula,” katanya. Apalagi, menurutnya, permintaan pasar elektronik di Indonesia cukup besar. Meski persaingan cukup ketat, pesaing utamanya adalah produk merek sejenis yang diimpor secara ilegal dan palsu.

Di mata pengamat pemasaran Darmadi Durianto, perubahan merek tersebut menguntungkan secara global, terutama menyangkut masalah efisiensi dalam strategi pemasaran. Hanya, ia menilai di Indonesia perubahan itu bisa menjadi problem. “Sebagian besar kategori produknya lebih dikenal dengan merek National,” ujar Darmadi. Secara geografis, ia menambahkan, perubahan National menjadi Panasonic kurang menguntungkan. Namun, bukan berarti tak ada peluang untuk bisa besar seperti National. Harus ada upaya keras dari Panasonic, terutama menyangkut persepsi konsumen bahwa Panasonic memiliki kualitas dan jenis produk yang sama dengan National.

Yang harus jadi fokus adalah strategi komunikasinya. Pasar mesti disurvei guna mengetahui persepsi konsumen. Karena, bisa jadi konsumen memersepsikan perubahan personality-nya juga. Ini bisa celaka. Pasalnya, selama ini National dipersepsikan sebagai produk kuat, tahan lama, dan berkualitas bagus. Slogan ?Ideas for Life? dinilainya sebagai salah satu usaha meningkatkan awarenesss. “Jika brand awareness naik, elemen ekuitas merek akan terangkat,” kata Darmadi.

Menurut Rinaldi, mengiringi perubahan merek itu, yang digenjot pihaknya adalah strategi komunikasi dan inovasi produk. “Strategi komunikasi kami lewat iklan,” ucapnya. Karena perubahan merek ini dilakukan di seluruh dunia, tag line-nya pun seragam, ?Ideas for Life?. Adapun format iklannya diserahkan kepada masing-masing negara. Program Panasonic Award, pemilihan Duta Panasonic, dan Panasonic Cinema (menggandeng Metro TV menayangkan film-film berbobot yang mendapat Oscar atau Cannes) merupakan bagian dari upaya menyosialisasi perubahan.

Pemilihan Duta Panasonic, menurut Rinaldi, untuk meningkatkan citra. Bintang cantik Dian Sastrowardoyo dipilih karena dinilai NPG mampu mempresentasikan produk Panasonic. Rinaldi tak mau mengungkapkan dana yang dianggarkan untuk komunikasi itu. “Bermiliar-miliarlah,” katanya. Yang pasti, pihak Matsushita mengalokasikan sekitar US$ 100 juta untuk kampanye worldwide.

Rachmat menambahkan, dengan adanya perubahan merek tersebut sejatinya ia sangat berharap ada investasi tambahan dari pihak mitranya di Jepang itu. Menurutnya, investasi total Matsushita di Indonesia, khusus untuk produk elektronik, sekitar US$ 600 juta. “Baik diinvestasikan ke lighting, semi conducting, baterai, komponen, CPR, televisi, kulkas, AC, maupun pompa air. Sementara nilai ekspor Matsushita dari Indonesia sekitar US$ 1,2 miliar,” paparnya.

Baik Rinaldi maupun Rachmat mengatakan, akan membutuhkan waktu cukup lama bagi Panasonic untuk bisa menancap kuat seperti National. “Berapa lamanya, saya tidak bisa menjawab karena memang tidak ada ilmunya,” ujar Rachmat. Yang pasti, pihaknya berusaha secepatnya meyakinkan konsumen. Rachmat mengakui perubahan merek ini menghabiskan dana lumayan besar. “Jika dilihat dalam jangka pendek memang mahal, tetapi kami melihatnya jangka panjang sehingga tidak mahal,” tuturnya.

Tak hanya kampanye ke luar, secara internal perusahaan juga melakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan, agar jangan sampai orang dalam yang sudah sangat menyatu dengan merek National tidak yakin dengan perubahan ini. Komunikasi dilakukan dalam bentuk seminar. Kepada karyawan disampaikan arti dan tujuan perubahan yang bermuara pada kebaikan bersama. Langkah ini untuk menyatukan seluruh karyawan supaya tetap fokus menghasilkan produk yang terbaik.

Komunikasi dengan para dealer juga dilakukan, dengan mengundang mereka mengikuti peluncuran perubahan merek yang ditayangkan secara langsung di sebuah stasiun televisi. Panasonic memiliki lebih dari 800 main dealer dan lebih dari 1.500 yang bukan main dealer. NPG juga akan membuka customer journey di Plaza Indonesia, sehingga konsumen bisa melihat dan mendapat pengetahuan ihwal Panasonic. “Kemungkinan Februari ini diluncurkan,” kata Rachmat. Di sini ditempatkan produk-produk high end berteknologi tinggi, semisal Plasma TV yang jadi nomor satu di Jepang, digital kamera, dan DVD Run.

Dalam pandangan Darmadi, strategi komunikasi yang dijalankan NPG tidak mencoba memengaruhi pikiran konsumen bahwa akan terjadi perubahan merek. “Yang dilakukan pihak Panasonic hanya sebatas reminder,” ujarnya. Dengan pendekatan semacam itu, menurutnya, Panasonic tidak akan serta-merta menempati posisi sekuat National. Apalagi, persaingan di industri ini sangat ketat. Paling tidak, menurut Darmadi, diperlukan waktu setahun untuk terus melancarkan aksi komunikasi guna meminimalkan risiko kehilangan pasar.

Sementara menurut Daniel, “Yang terpenting, bagaimana cara mengomunikasikan dan menyosialisasi arti Panasonic yang baru dengan tepat,” paparnya. Jurus promosi iklan yang menyatakan berubah, tanpa diikuti dengan pembuktian atau kampanye yang nyata akan berbahaya. Daniel menyarankan NPG memperkuatnya dengan behaviour identity melalui tim SDM internal yang siap dengan perubahan itu. “Artinya, harus menyentuh mentalitas karyawan, bukan hanya dalam bentuk visual,” katanya.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved