Untuk melanggengkan karya batik, tidak cukup hanya dengan sebuah pengakuan. Tanpa bermaksud merendahkan upaya pemerintah untuk mendapatkan pengakuan dari UNESCO, fasilitasi pemerintah dari hulu ke hilir mutlak diberikan. Kolaborasi antara pelaku batik dengan pemerintah diyakini dapat melanggengkan geliat batik.

Kenyataannya, saat ini banyak pengusaha batik kesulitan dalam hal bahan baku. Lebih ironis lagi, kebanyakan bahan baku tersebut diperoleh secara impor, terutama kain dan zat pewarna. Boleh jadi, ini bukan masalah serius bagi pengusaha batik skala besar seperti Danar Hadi, Semar, atau Keris. Sebab, bisnis mereka sudah merambah sektor hulu, tapu bagi pemain kecil adalah kendala besar.

“Kita terus mencari alternatif dengan berbagai penelitian untuk mencari solusi,” kata Alfa Fabela, pemilik Batik Mahkota Laweyan. Bagi pelaku batik produksi rumahan, banyak elemen sektor hulu yang harusi mendapat perhatian khusus. Alfa, yang juga ketua Forum Kampoeng Batik Laweyan (FKBL) ini, menemukan 4 elemen pokok yang wajib mendapat perhatian pemerintah. Yaitu bahan bakar, bahan baku kain, zat warna, serta malam (lilin).

“Kalau pemerintah dapat membantu terwujudnya empat elemen ini, akan banyak membantu untuk kemandirian pengusaha batik,” ujarnya. Alfa kembali menegaskan empat elemen tersebut menjadi salah satu kunci utama untuk menyokong pertumbuhan industri batik. “Kalau soal promosi dengan pameran dan sejenisnya kan sudah ada, meski belum maksimal,” ucapnya. Ketidakmampuan dalam skala produksi, salah satu pemicunya adalah belum teratasinya empat elemen tersebut. Padahal, untuk merambah pasar ekspor, dengan merek sendir, perlu kekuatan produksi yang besar. Bersamaan dengan itu, perlu juga pendampingan manajemen administrasi. “Kalau pelatihan-pelatihan sudah ada juga. Tetapi yang perlu digarisbawahi, untuk mencapai tujuan ini jangan ada pola pikir proyek. Tapi harus jangka panjang,” tandasnya. (EVA)