Listed Articles

Ramba Energy Bangkitkan Bisnis 'Soeryadjaya'

Oleh Admin
Ramba Energy Bangkitkan Bisnis 'Soeryadjaya'

Meskipun bisnis William Soeryadjaya sempat hancur di awal 1990an, bukan berarti nama besar ‘Soeryadjaya’ terus-terusan suram. Hingga William wafat pada 2 April 2010, beberapa perusahaan dibesarkan oleh sang penerus, salah satunya Ramba Energy. Cucu tertua William Soeryadjaya, David Aditya Seky Soeryadjaya merasa punya tugas tugas untuk membangkitkan popularitas bisnis William. Anal tertua dari Edward Soeryadjaya itu mendirikan bisnis Ramba Energy dan melepaskan pekerjaannya sebagai Senior Staff Ernst & Young di Amerika Serikat.

Sejak 2008, David menjadi CEO & Executive Director di Ramba Energy. Perusahaan ini bergerak di bidang eksplorasi minyak dan gas (Migas) serta logistik. Meski baru, klien Ramba cukup lumayan. Yang paling mencolok adalah ketika Ramba Energy resmi memenangi tedender dari PT Pertamina EP. Tender itu untuk mengelola Blok West Jambi KSO hingga 20 tahun. Selain itu, Ramba juga melakukan eksplorasi di Blok Jatirarangon TAC di Bekasi, Jawa Barat, Blok Lemang PSC dan Corridor TAC—sudah dikembalikan ke Pertamina Oktober 2010.

Diakui pria kelahiran 31 Agustus 1978 itu, menyandang nama Soeryadjaya sangatlah sulit karena ia selalu akan dibandingkan dengan apa yang pernah kakeknya lakukan. “Jangankan dilihat dari segi moneter, saya seringkali dinilai dari segi orang-orang yang saya bimbing dan saya kembangkan. Hal tersebut selalu membayangi saya sejak saya lahir.” Meskipun begitu, David mengakui banyak hal yang ia pelajari dari seorang ‘Om William’.

“Yang paling saya ingat adalah keharusan kita untuk menolong komunitas hingga memberikan kickback. Jika standarisasi kehidupan komunitas kita meningkat, maka akan meningkatkan perekonomian anggota komunitas itu sendiri. Selain itu, beliau ( William Soeryadjaya) selalu memebri peluang agar semua orang bisa maju, tida terbatas pada orang terdekat saja,” kata David lagi.

‘Melahirkan’ bisnis minyak bukanlah sebuah kebetulan bagi David. Sejak dulu, ia memang menyukai dunia migas dan orangtuanya sudah pernah menjalankan bisnis yang sama di Kadana dan berproduksi di Mongolia dan Austria. “Tetapi dulu harga minyak tidak menarik. Waktu bapak saya masuk, harga minyak US$ 20 per barel, waktu keluar harganya US$ 8 per barel. Jadi tidak dilanjutkan lagi. Tetapi, kondisi sekarang kan berbeda. Apalagi, Indonesia belum bisa mencukupi kebutuhan domestiknya sendiri. Padahal, Indonesia punya peluang untuk menjadi negara energi independent seperti Brazil atau Rusia,” ujar David.

Berhasil menggaet pemodal dari Indonesia, Singapura dan Amerika Serikat serta bantuan dari sang ayah sebanyak 35%, David berhasil mendirikan Ramba Energy, perusahaan eksplorasi Migas dan Logistik. Di bidang logistik, perusahaan memiliki layanan distribusi domestik, warehouse, layanan terminal bandara dan logistik kimia. Saat ini, konsentrasi migas mereka masih di kawasan Indonesia Barat. Dari segi pendapatan, logistik sangat menguntungkan bagi Ramba Energy meskipun margin tidak semenarik migas. “Waktu down turn di akhir 2008 dan 2009 awal, minyak turun dari US$ 140 hingga US$ 30 per barel sehingga kami tekor. Di sisi lain, logistik tetap stabil meskipun keuntungannya kecil. Kalau minyak kan tidak tahu bakal berapa harganya besok.”

Bicara target, Ramba Energy berambisi ingin mengikuti jejak Medco Energy karena mereka perusahaan migas nasional yang cukup bagus. “Tentunya, kondisi ini tidak saja bergantung pada kondisi internal perusahaan. Bisnis kita ini bisnis yang faktor luck-nya berperan besar. Kita tidak tahu harga minyak bakal ke mana. Kalau harga minyak balik ke US$ 30-40/barel ya kita cuma bisa tertawa.” (Acha)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved