Listed Articles

Rhenald Kasali: Jika Keluarga Rukun, Perusahaan Akan Kekal dan Kuat

Oleh Admin
 Rhenald Kasali: Jika Keluarga Rukun, Perusahaan Akan Kekal dan Kuat

Tidak selamanya perusahaan keluarga jelek. Rhenald Kasali berpendapat, perusahaan keluarga itu rapatnya seperti rapat keluarga, sehingga lebih luwes dalam pengambilan keputusan. Apa yang dirasakan oleh keluarga adalah apa yang terjadi di perusahaan. Jika keluarga rukun maka perusahaan itu juga rukun, kekal dan kuat. Sebaliknya, apabila keluarga bertengkar, maka perusahaan juga akan tercerai-berai.

Bagaimana caranya agar perusahaan keluarga menjadi kuat? Rhenald menyarankan, harus ada orang yang diberikan mandat untuk memimpin perusahaan, karena tidak bisa semua anggota keluarga mengurusi perusahaan. Harus dipilih satu, dua, atau beberapa orang saja dengan pembagian wewenang, karena semuanya tidak bisa mendapat wewenang yang sama. “Kalau semua wewenangnya sama bisa terjadi keributan. Jangankan antara adik kakak, suami istri saja bisa jadi masalah,” ujar Guru Besar Ilmu Manajemen FE Universitas Indonesia, itu.

Menurutnya, banyak sekali franchise yang dikelola oleh suami istri, dan karyawannya menjadi tidak betah. “Karena suaminya perintahkan A, istrinya bilang B, dan akhirnya mereka bertengkar. Suami berpikir tentang revenue, istri berpikir tentang cost. Suaminya ingin menggenjot agar mendapat penghasilan besar, sedangkan istrinya menahan gaji karyawan, akibatnya jadi ribut,” tandasnya.

Rhenald juga menegaskan, yang penting, pertama adalah pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam sebuah perusahaan keluarga. Beberapa contoh perusahaan keluarga yang sukses yaitu Djarum yang dijalankan oleh kakak-beradik Hartono, Tiga Pilar Sejahtera yang dijalankan Joko Mogoginta dan Garudafood yang dikendalikan oleh Sudhamek.

Kedua, apakah orang yang diberi wewenang itu punya kemampuan dan mau menjalankan tugas itu. “Seringkali kita tidak dapat menggunakan cara-cara berpikir akademis untuk mengelola perusahaan keluarga. Misalnya jika sesuatu itu kita anggap bagus, kita jalankan. Jika tidak bisa menjalankan ya sudah ditinggalkan saja. Tapi dalam perusahaan keluarga tidak bisa begitu, karena hal itu terkait emosi dan dapat menjadi keributan dalam keluarga. Kita tidak bisa beranggapan nanti suatu saat juga perusahaan akan untung. Jadi harus lebih banyak mengalah demi mempertahankan keutuhan keluarga,” jelas Rhenald.

Itulah sebabnya, dalam perusahaan keluarga yang lebih penting lagi adalah bagaimana mengembangkan talenta dalam keluarga atau talent development dari family. Perusahaan publik dapat memperoleh talent dari market, tapi perusahaan keluarga hanya dapat memperoleh the best from the family. “Lingkupnya jadi kurang luas. Kalau ada satu orang saja yang bagus, kita sudah harus bersyukur. Tapi kalau tidak ada yang bagus, mau ambil dari mana? Berarti harus ada talent development dari family. Dari kecil sudah harus dilihat, dipersiapkan pendidikannya, kesepakatan ke depannya, dan sebagainya,” tambahnya.

Sebelum seorang generasi penerus diajak bergabung dengan perusahaan keluarga, sebaiknya dia disuruh bekerja dulu di perusahaan lain untuk menjaga profesionalisme. Selanjutnya, yang kinerjanya baik dipanggil kembali untuk mengurus perusahaan. Jadi, kandidat memiliki kecakapan dan kematangan, serta pernah merasakan bagaimana menjadi bawahan. Kalau orang tidak pernah jadi bawahan dan langsung jadi atasan bisa celaka. Terkadang perusahaan keluarga membiarkan anak mereka langsung menjadi karyawan di perusahaan. Biarpun statusnya karyawan, tapi perilakunya seperti bos. Faktanya, tidak ada yang berani dengan dia, karena dia anak bos,” jelasnya.

Apa saja yang harus dihindari dalam perusahaan keluarga? Pertama, tidak memikirkan regenerasi. “Banyak orang membiarkan tidak ada generasi penerus hingga tiba-tiba pemiliknya sakit dan meninggal. Kita harus belajar bagaimana susah payahnya Rahmat Gobel mengambil alih Panasonic. Panasonic itu bukan diserahkan oleh orang tuanya kepada Rahmat Gobel. Saat itu Rahmat sedang sekolah di Jepang, dan tiba-tiba orang tuanya meninggal dunia. Dia bingung siapa yang memegang kekuasaan di perusahaannya, karena para sekutunya telah menjadi senior di perusahaannya. Jadi, jangan sampai keasyikan mengembangkan perusahaan sampai melupakan regenerasi,” ujar Rhenald mewanti-wanti.

Faktor kedua, jangan dibiarkan proses organisasi ala kadarnya. Jadi, harus dibuat organisasi bekerja dengan sistem. Jika ada sistem, konflik akan lebih mudah diatasi, tapi tetap harus dipikirkan bagaimana membatasi wewenang masing-masing. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved