Listed Articles Editor's Choice

Sssttt..., Ada Peluang Besar buat Pengembang Aplikasi Android!

Sssttt..., Ada Peluang Besar buat Pengembang Aplikasi Android!

Gadget berbasis operating system (OS) Android – baik berupa smartphone maupun PC tablet – kini mulai bermunculan dan makin beragam di pasar. Pasalnya, Android – yang dibesut Google – merupakan platform terbuka, sehingga bisa dijalankan di berbagai perangkat mobile & Internet devices (MID). Tak heran, ia mampu menarik minat para vendor untuk membuat MID berbasis OS. Mulai dari LG, Samsung, SonyEricsson, hingga vendor lokal semacam Nexian. Bahkan, BlackBerry Playbook – tablet buatan RIM – pun bisa memakai aplikasi Android.

Menurut firma riset Canalyst, Android menjadi platform smartphone yang paling banyak terjual di dunia sepanjang 2010. Kendati begitu, jumlah aplikasi Android yang terjual masih kalah dibanding aplikasi milik Apple. Tercatat, Apple berhasil menjual 350 ribu program melalui App Store-nya, sedangkan aplikasi Android hanya terjual 120 ribu. Maka, Google mengundang para developer Android dari seluruh dunia untuk memamerkan kreasinya di Market Android, dengan mempermudah akses ke mereka untuk mengunggah aplikasinya. Bandingkan dengan pengembang OS untuk Apple yang harus minta izin dan konfirmasi lewat telepon, kartu kredit, dan ada pengecekan kalau ingin memasang aplikasi lainnya. Bahkan, dengan hanya membayar US$ 25, seorang pengembang aplikasi sudah bisa mendaftarkan diri di Market Android sebagai publisher.

Artinya, peluang baru bagi developer aplikasi. Di Indonesia, pengembang aplikasi Android pun mulai bermunculan. Contohnya Alif Harsan Pradipto (25 tahun) yang pada September tahun lalu mendirikan perusahaan pengembang mobile game Android, Tempalabs. “Android membuat pengembang game tidak perlu repot dengan urusan tool. Karena tool-nya gampang dicoba, hanya 2-3 jam instal selesai,” ucap Alif bersemangat.

Diklaim pria lulusan Ilmu Komputer Jurusan Teknik Informatika Universitas Bina Nusantara ini, kini Tempalabs yang didukung lima karyawan sudah memproduksi dua jenis game platform Android, yaitu Candi Craft dan Crazy Ball. Bagaimana mendapatkan revenue-nya? “Di Indonesia, untuk aplikasi berbayar memang belum mendukung, sehingga sekarang masih gratis. Alternatifnya untuk mendapat pendapatan yaitu dengan iklan ataupun item yang dijual di dalam game,” ungkap Alif.

Ambil contoh permainan Crazy Ball, pihak Tempalabs mengunci level 2, 3 dan 4. User bisa membeli stage selanjutnya dengan cara menginstal aplikasi lain yang akan memperoleh poin yang bisa dipakai buat membeli level itu. Nantinya pihak developer lainnya yang memasang aplikasi miliknya akan membayar ke Tempalabs. “Jadi ini semacam promosi, mereka bayar untuk tampil di tempat kami. User tidak keluar uang lagi. Google sudah mempunyai item mall sendiri sekarang,” Alif menjelaskan.

Sementara iklan, seperti layaknya web, di dalam aplikasi nanti ada iklan yang tampil. Sistemnya berlangganan, sehingga disediakan space iklan dalam aplikasinya. Untuk masalah iklan, pihak pengembang menyerahkannya ke AdMob – bagian dari Google – dengan pola perhitungan pay-per-click.

Diklaim Alif, kini aplikasinya, terutama Crazy Ball, sudah punya cukup banyak penggemar dan telah diunduh sebanyak 10 ribu. “Ada sekitar 2 ribu yang tetap keep the game di ponselnya,” kata pemuda kelahiran Makassar 19 April 1986 ini.

Rencananya, dalam waktu dekat Tempalabs akan merilis game baru, berjudul Enblade, juga dikhususkan untuk platform Android. Alif yakin, Android akan berkembang lebih besar lagi. Sebab, pasar Indonesia masih sangat besar, terutama untuk game. “Ke depan, kami juga akan menggarap casual game. Lihat saja casual game seperti Farmville atau Cityville, cepat menyebar penggunanya. Jadi, Android pasti akan mengikuti. Ini peluang yang sangat terbuka karena tidak terbatas dengan penggunaan konsol lagi,” ungkap Alif bersemangat.

Selain Alif, developer lain yang tertarik mengembangkan aplikasi Android adalah Abangkis Pribadi, yang pada pertengahan tahun lalu mendirikan Mreunion Labs. Investasinya sekitar Rp 50 juta setahun, karena juga harus menyewa server dari hosting lokal Daksa.

Saat ini, didukung lima tenaga part-timer Mreunion sudah menghasilkan tiga aplikasi Android, yakni Komutta, Cinemator dan Koinkulator. Komutta merupakan aplikasi untuk kebutuhan kaum komuter di kota Jakarta seperti rute TransJakarta, jadwal kereta api, dan informasi seputar taksi. Dan yang baru saja dimasukkan adalah konten rute angkot di Jakarta. Adapun aplikasi Cinemator berisi jadwal tayang film di bioskop, dan Koinkulator merupakan aplikasi penghitungan keuangan pribadi. “Aplikasi yang kami buat berangkat dari hal-hal yang dibutuhkan sehari-hari, sebagai solusi bagi masyarakat,” Abangkis mengklaim.

Menurut mantan karyawan Sun Microsystem ini, saat ini aplikasi Komutta yang paling banyak diunduh pengguna, yakni mencapai 7.700. Adapun Cinemator sebayak 1.040 unduhan dan Koinkulator 780 unduhan. Dengan masih relatif sedikitnya volume, Abangkis mengaku belum bisa memperoleh revenue secara signifikan dari ketiga aplikasinya. Sekarang ia mengaku pemasukannya baru dari AdMOb sebesar US$ 40 per bulan. Maka, “Kami juga masih menerima pesanan dari klien korporasi,” kata Abangkis terus terang. “Ke depan, kami akan membuat aplikasi yang lebih generik agar bisa dinikmati lebih banyak orang. Walaupun Android masih kecil di Indonesia, saya yakin Android mempunyai potensi besar untuk tumbuh,” katanya optimistis.

Bermunculannya pengembang aplikasi platform Android di Indonesia, dinilai positif Agus Hamonangan, pengamat TI sekaligus pendiri Komunitas Id Android. Menurut Agus, peluang pengembang aplikasi platform Android masih sangat terbuka lebar. “Pertumbuhan Android di Indonesia juga meningkat. Ini membutuhkan konten lokal yang sangat banyak. Padahal, saat ini (konten lokal) masih sangat sedikit,” ucap Agus.

Namun, Agus berpesan bagi para developer lokal agar dapat membuat aplikasi yang paling banyak digunakan orang. Misalnya, game dan jejaring sosial. “Buatlah aplikasi yang user interface-nya menarik. Yang paling penting, harus rajin mempromosikan aplikasinya serta membangun hubungan baik dengan vendor ponsel Android dan operator,” Agus menyarankan.

Yurivito Kris Nugroho & A. Mohammad B.S.

Riset: Evi Mauliddyah Amanayati


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved