Listed Articles

Suwito: Dulu Buruh, Kini Juragan Jok Mobil

Oleh Admin
Suwito: Dulu Buruh, Kini Juragan Jok Mobil

Suwito mulai merantau ke Jakarta 21 Desember 1996 dengan uang sangu Rp 60 ribu. Di Ibu Kota, ia punya dua pekerjaan: di perusahaan pembuat jok mobil berbahan kulit dan sebagai juru foto. Lulusan SMA ini masuk di perusahaan jok mobil di Sunter, Jakarta Utara, itu karena diajak temannya. Ia menyambi sebagai juru foto karena bayaran di perusahaan jok mobil itu hanya Rp 6 ribu/hari (plus makan siang). Kebetulan, ada pelanggan jok mobil yang berbaik hati mengajarinya fotografi dan mengajaknya bergabung.

Karena itu, ia pun berusaha pintar-pintar membagi waktu. Pagi sampai sore bekerja di perusahaan jok mobil, malamnya bekerja di studio foto di Kelapa Gading. “Tak jarang sepulang dari memotret sekitar pukul 03.00 pagi, saya terpaksa tidur di emperan ruko,” ujar anak ke-9 dari 10 bersaudara ini mengenang. Bahkan, selain bekerja di perusahaan jok mobil dan sebagai fotografer, pada Sabtu dan Minggu ia sering bekerja pula sebagai kuli bangunan.

Hanya dua tahun Wito bekerja di perusahaan jok mobil di Sunter itu. Sebab, ia diajak bergabung ke perusahaan lain dengan bayaran berlipat. Kali ini ia dibayar Rp 65 ribu/hari. Tak mengherankan, di perusahaan ini ia bisa menabung. Dan memang, setelah merasa cukup bekerja di perusahaan ini, ia berniat membuka usaha bermodalkan semua tabungannya. Waktu itu bos studio foto tempatnya menyambi menyarankannya agar memilih salah satu bidang yang benar-benar ia suka. Wito memilih usaha jok mobil yang 80% sudah ia kuasai.

Dengan modal Rp 16 juta dari tabungannya, Wito bertekad mandiri. Ia membuka gerai jok mobil di Pusat Bursa Mobil Kemayoran dengan membeli dua mesin jahit bekas. Nama gerainya: Monza Wito. Nama Monza diambil dari merek kulit dari Italia. Ia bergerak di bidang penyedia jasa pemasangan jok mobil berbahan kulit impor dan lokal.

Harga pemasangan yang ditarik Wito tergantung pada jenis kulit yang dipakai, imitasi ataukah asli. Kalau imitasi, harganya Rp 1,5-2 juta per mobil. Adapun kalau kulit asli dari Thailand dan Italia, harganya Rp 4-8 juta per mobil. “Untuk jenis mobil Alphard, harga pasang jok kulit asli Italia bisa mencapai Rp 8 juta,” tutur Wito seraya menyebutkan, omset per bulannya Rp 250 juta. Kini setidaknya dalam sehari Monza Wito memasang jok 6 mobil. Sedikitnya sekitar 4.800 orang telah memesan jok kulit di tempat Wito. Yang pasti, kepada semua pelanggan, ia memberlakukan sistem antre. “Siapa duluan parkir, lebih dulu ditangani,” ujar pria yang ingin tetap sederhana meski telah sukses ini.

Wito tak selalu menerima order karena jumlah karyawannya terbatas. Saat ini ia memiliki 15 karyawan, yang masing-masing memiliki tugas memotong, membuat pola, menjahit dan memasang jok. “Saya punya tukang jahit yang sejak awal ikut saya. Penghasilannya menjahit jok mobil sudah mencapai Rp 110 ribu/hari,” ujarnya. Sejauh ini 70% karyawannya berasal dari tanah kelahirannya, Ngawi.

Menurutnya, modal paling utama dalam menjalankan usahanya adalah kejujuran. Ia yakin, dengan kejujuran, pihaknya bisa membangun kepercayaan. Selain itu, dalam berbisnis, Wito berprinsip “Modal warteg, untung perusahaan”. Maksudnya, meski usahanya bermodal kecil, diupayakan memperoleh hasil besar layaknya perusahaan. Ia sendiri memang tak suka modal terlalu besar. “Pernah ada pelanggan yang menawarkan ingin menyuntikkan dana Rp 600 juta rupiah karena anaknya ingin sekali bergabung dengan saya. Tapi, saya tolak,” tutur pemimpin Campur Sari Monsa di Ngawi ini. Hanya saja, untuk pengembangan ke depan, tak tertutup kemungkinan Wito akan mewaralabakan bisnisnya dan kebetulan saat ini ia tengah belajar waralaba. Anda berminat?

Sudarmadi/S. Ruslina

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved