Listed Articles

Terinspirasi Sungai Musi, Moozee Bag Jadi 'Ratu Tas'

Oleh Admin
Terinspirasi Sungai Musi, Moozee Bag Jadi 'Ratu Tas'

Tas tak lagi sekedar alat bantu jinjing tetapi sudah menjadi gaya hidup. Konsumen, terutama perempuan, tidak lagi hanya melihat tas sebagai sebuah kebutuhan berdasarkan fungsinya namun juga dari model, bahan hingga warna. Ceruk pasar inilah yang berhasil dimanfaatkan wanita berdarah Palembang, Adhen Bajumi.

Selain ingin memiliki bisnis sendiri sejak kuliah, Adhen memang penggila produk tas. Kemana pun dia travelling, baik dalam maupun luar negeri ataupun datang ke event-event seperti Inacraft, dia selalu menyempatkan diri membeli tas. “Memang bukan tas-tas yang mahal tetapi unik, cantik atau lucu begitulah,” kata perempuan kelahiran 11 November 1980 ini.

Selepas menuntaskan kuliahnya di Jurusan Manajemen Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Bandung pada tahun 2006, keinginan untuk berbisnis semakin kuat. Tiba-tiba momen itu datang saat dirinya berlibur di Garut pada tahun 2007, dirinya melihat banyak tas kulit yang berkualitas dari sisi jahitan dan bahannya.

“Aku melihat saat itu (sebelum tahun 2008) belum ada kali yah produk tas Indonesia yang upskill fashion seperti tas luar negeri, kebanyakan masih bersifat handycraft. Dari situ keinginan buat tas sendiri keluar. Mungkin saja kalau aku buat tas, merek lokal yang bagus, kali aja ada orang yang mau pakai, mau beli,”katanya.

Pada tahun 2008 dengan persiapan selama 6 bulan dan pinjaman dari orang tua sebesar Rp 400 juta, Adhen membuka toko pertamanya di Jalan Bagus Rangin, Bandung dengan produk tasnya bernama Moozee Bags, yang diambil dari asal kata sungai Musi. “Tapi pinjam uangnya seperti pinjam ke bank, diteliti dulu kelayakan bisnisnya oleh ayah saya, kebetulan dia adalah pengusaha juga. Dalam dua tahun sudah balik modal,”katanya.

Dalam perjalanannya, Adhen juga merasakan beratnya membangun merek baru apalagi dalam produk fashion. Dirinya mengatakan bahwa pernah hanya mendapatkan pemasukan sebesar Rp 2 juta dalam sebulan. Karena pada awalnya pemasaran hanya kepada teman-temannya saja. Lokasi yang kurang strategis juga menjadi kendala. “Karena kontraknya sudah habis, sekarang baru pindah di Jalan Sultan Agung. Di situ kan pusatnya distro, jadi banyak orang. Sekarang masih dalam tahap renovasi. Itu sekarang punya sendiri,” kata perempuan yang pernah menjadi penyiar radio selama 3 tahun di Ninetyniners, Bandung ini.

Pemasaran Adhen awalnya hanya dari teman ke teman. Perempuan cantik ini juga tidak malu untuk menawarkan produknya untuk masuk ke majalah. Dirinya tahu juga bahwa memasang placement ad di majalah mahal sekali, caranya dia mendekati stylish dari setiap majalah fashion dan mode untuk melakukan barter promo.

Moozee awalnya memang memakai kulit sebagai bahan dasarnya. Namun, Adhen melihat ternyata yang banyak digemari adalah bahan di luar kulit. Akhirnya di tahun 2010, Adhen mulai mengeksplorasi bahan di luar kulit. “Moozee itu genuine leather bags and more. Aku pernah menggabungkan dengan tenun juga. Kombinasi juga antara bahan lain dengan kulit. Sekarang aku sedang mencoba bahan jeans,”katanya.

Dari hanya 8 model dengan 2-3 warna, Moozee kini sudah menghasilkan ratusan model dan warna. Kini Moozee sudah bisa menghasilkan omset setiap bulannya Rp 200 juta yang dapat membesar apabila saat ada event.

Produk Moozee memang terlihat limited edition. Karena biasanya 1 model hanya ada 10 saja. Namun, Adhen mengatakan hal itu tergantung kesediaan bahan di pasar. Karena bahan bakunya yang sudah cukup mahal dan terbatas menjadi kendala. “Sejauh ini aku memakai bahan kulit yang sama seperti ekspor, seperti sisa ekspor istilahnya, dari pabrik besar. Jadi aku ambil semua, ketika sudah tidak ada yan selesai. Karena bahan olahan kulit untuk ekspor dan lokal berbeda,” kata ibu dari satu anak perempuan berusia 1,5 tahun ini.

Sejak kemunculannya pertama kali, Moozee sudah dibawa ke ke event Inacraft. Penjualan memang belum signifikan namun respon yang didapat baik. Adhen mengatakan bahwa konsep tasnya yang kekinian dan bukan craft menjadi daya tarik tersendiri. Untuk event Inacraft kedua kalinya, Moozee terjual dengan nilai Rp 20 juta dalam sehari. “Waktu selanjutnya sudah mencapai ratusan juta, apalagi ternyata itu hanya jualan kulit. Sekarang kan sudah ada kombinasi sejak tahun kedua, ya biar semua orang bisa affordable,”katanya. Moozee dilepas ke pasar dengan range harga berkisar dari Rp 300 ribu hingga Rp 3,75 juta.

Moozee kini sudah ada di beberapa tempat selain di The Goods Dept., ada juga di Alun-Alun, UKM Gallery, One Shop di Bali, dan the Reckless Shop di Orchard Road, Singapura. Adhen mengatakan bahwa Moozee bisa mencapai Singapura karena dikenalkan oleh temannya. Orang itu tertarik untuk membawa Moozee ke Singapura. “Dia lihat Moozee, dan dia cocok. Kebetulan dia juga desainer. Aku sih kasih harga sama dengan yang di sini,” katanya. (Acha)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved