Listed Articles

Tiga Pola Gaji Ideal Para Petinggi Perusahaan

Tiga Pola Gaji Ideal Para Petinggi Perusahaan

CEO Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan CEO PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL) Hasnul Suhaimi, menjadi beberapa nama ‘petinggi perusahaan’ yang paling diincar. Dianggap mampu menerapkan perubahan, para CEO sukses tersebut dirayu oleh para headhunter untuk menyelamatkan perusahaan lain. Salah satu bujukan tentulah gaji.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Managing Partner Amrop Hever Indonesia, Irham Dilmy. “CEO sukses dinilai dari kemampuan mereka melakukan perubahan, kreatif, objektif dan inovatif. Mereka mampu menurunkan biaya perusahaan, meningkatkan penjualan dan pendapatan. Bahkan ada pendapat, bila perusahaan mampu menumbuhkan ebitda 10% maka sang CEO layak dipertahankan sekaligus diburu perusahaan lain.” Apalagi, jajaran ekspatriat tidak terlalu menarik perhatian karena mahal, kurang dalam segi sosialisasi antarmanusia dan kurang mampu memotivasi orang lain.

Menurut Irham, ada tiga pola penggajian yang dapat diterapkan di Indonesia untuk memberikan apresiasi tinggi kepada CEO sukses yaitu expatriate compensation, international compensation dan local compensation. Penentutan sistem penggajian biasanya ditentukan oleh bobot jabatan, jenis perkerjaan, kompensasi dan faktor senioritas. Untuk pembagian pun ada dua jenis yaitu pay for performance (orang-orang yang mampu bekerja lebih baik sehingga dibayar lebih tinggi dengan mereka-mereka di jabatan yang sama namun performa kerja rendah) dan penggajian berdasarkan lama kerja. “Seiring waktu, pelaku yang berada di nomor dua akan mendapatkan gaji lebih tinggi tanpa melihat kinerjanya,” kata Irham.

Expatriate compensation berarti memberikan kompensasi dengan tolak ukur global, dalam hal ini masyarakat Barat. Penganut model tersebut diantaranya adalah perusahan-perusahaan di cina. Pesatnya pertumbuhan di negara tersebut membuat pemberi pekerjaan lebih banyak dibandingkan SDM berkualitas sehingga dibutuhkan ‘umpan’ yang tinggi.

International compensation adalah melakukan perbandingan kompensasi dengan perusahan-perusahaan di wilayah terdekat, Asia Tenggara misalnya. Mata uang yang digunakan pun mata uang dunia mengingat Indonesia termasuk soft currency, mata uang yang dianggap lemah. Perusahaan yang memanfaatkan pola ini biasanya bergelut di bisnis perbankan ataupun pertambangan. Yang terakhir, local compensation berarti gaji berdasarkan tolak ukur gaji para petinggi di lingkup lokal.

Saat ini, belum banyak organisasi yang mampu mengakomodasi sistem penggajian dengan lebih bijaksana, kata Irham menyayangkan. Seharusnya, perusahaan-perusahaan tersebut berkonsultasi dengan pakar SDM ataupun memanfaatkan dewan pengupahan nasional. “Dengan begitu, tidak terlampau sulit mencari pegawai yang sesuai dengan rencana jangka panjang perusahaan,” tegas Irham. (Acha)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved