Listed Articles

Tim Bintang untuk Pertaruhan US$ 1 Miliar

Oleh Admin
Tim Bintang untuk Pertaruhan US$ 1 Miliar

Pelanggan adalah raja. Begitulah pepatah lama yang beredar di kalangan pebisnis. Kalau pelanggan kaya (high net-worth customer)? Boleh jadi, dianggap sebagai raja diraja, sehingga pelayanannya harus jauh lebih memuaskan. Agaknya hal inilah yang ada di benak eksekutif top Merrill Lynch (ML), raksasa bisnis jasa keuangan dunia yang bermarkas di New York, Amerika Serikat.

Buktinya, lewat megaproyek senilai US$ 1 miliar — anggaran untuk lima tahun — yang sangat kompleks, ML kini dalam proses penggantian platform sistem pengelolaan aset (wealth management system) klien kayanya yang lama (disebut Trusted Global Advisor/TGA), dengan platform baru. Tujuannya, meningkatkan efisiensi kerja financial adviser (FA), sehingga nantinya dapat menangkap lebih banyak aset kaum kaya itu. Proyek ini memang diharapkan bisa menyediakan FA ML (yang kini berjumlah 14 ribu orang) aplikasi desktop yang terintegrasi penuh, yang mampu menggabungkan ketersediaan data pasar, alat (tool) perencanaan keuangan, dan kapabilitas CRM (customer relationship management).

Besarnya proyek ini bukan cuma dari segi nilainya, tapi juga pihak-pihak yang terlibat. Sejak awal 2003, lebih dari 400 orang yang berasal dari Global Private Client (GPC), Global Technology and Services (GT&S) — keduanya unit ML — dari Thomson Financial (outsourcer utamanya) dan sejumlah vendor teknologi informasi (TI) lainnya, terlihat sibuk mengerjakan proyek ini.

Yang jelas, inilah proyek alihdaya terbesar yang pernah digelar ML. Bukan hanya terbesar, tapi juga banyak memunculkan hal baru. Langkah mengalihdayakan sistem bisnis krusial saja di kalangan industri keuangan umumnya dianggap rada gila. Di sisi lain, langkah ini seperti menganggap divisi TI-nya tak becus. Padahal, unit TI ML, yakni GT&S, dikenal sebagai divisi TI perusahaan keuangan yang hebat. Segala macam aplikasi selama ini dikembangkan sendiri oleh tim GT&S. Bahkan, TGA, platform lama sistem wealth management yang dipakai ML juga dikembangkan secara in-house. Organisasi TI ini mengelola sistem keuangan cabang ML di 36 negara (6 benua). Unit ini juga sudah menciptakan Website MLX.ML.com, yang dianggap sebagai aplikasi e-commerce tercanggih di kalangan industri keuangan global.

Uniknya, untuk proyek segede dan serumit itu, ML tidak menunjuk nama outsourcer generalis besar macam IBM, EDS atau CSC. Nama yang dipilih bertanggung jawab dalam proses penggantian platform baru, justru yang tidak punya pengalaman sama sekali mengelola proyek integrasi sekelas ini, yakni Thomson Financial. Maklum, Thomson selama ini lebih dikenal sebagai pemasok data pasar. Desember 2002, kontrak dengan Thomson diteken.

Ternyata, Thomson tidak bekerja sendirian. Karena itu, modelnya disebut alih daya hibrid. Thomson bertindak selaku kontraktor general, yang bertanggung jawab menyediakan aplikasi desktop, dan mengelola sejumlah subkontraktor yang merupakan vendor bernama besar, yakni: HP, IBM, Microsoft, Dell, AT&T, dan Cap Gemini Ernst & Young. Maka boleh dibilang, proyek ini didukung tim bintang.

Lebih detailnya, AT&T bertanggung jawab mengelola jaringan. Cap Gemini Ernst & Young bertindak selaku integrator sistem Siebel, dan membantu pengembangan situs online-nya. Dell menyuplai desktop. HP menyediakan produk dan jasa jaringan. IBM menyediakan komponen dan dukungan cabang. Microsoft menyumbang teknologi .Net untuk kerangka kerja integrasi. Adapun Siebel membuat aplikasi CRM.

Sementara itu, ML mengawasi di tingkat integrasinya (yang menghubungkan proprietary database-nya) dan mengelola aplikasi Siebel (komponen CRM dari platform yang hendak dibangun).

Selain itu, dalam pola ini, boleh dibilang kerja sama erat ML dan Thomson sebagai fondasinya. Di atasnya terdapat kontrak dengan berbagai pihak yang mencakup beragam service-level agreement (SLA) lengkap dengan penjelasan bonus dan penaltinya. Artinya jelas, ML tidak cuma mengalihdayakan sebagian besar proyeknya, tapi juga menanggalkan tanggung jawabnya bersepakat dengan para subkontraktor. ?Thomson yang akan bertanggung jawab atas semua SLA. Jadi, ini juga menjadi kepentingannya bahwa para subkontraktor itu bisa bekerja dengan sukses,? ujar Byron Vielehr, CTO dan Wakil Kepala GPC, unit ML yang paling berkepentingan dengan proyek ini.

Menurut Michael Murphy dari firma hukum Shaw Pittman yang berspesialisasi di bidang kesepakatan alih daya TI, peranan Thomson dalam proyek semacam ini memang pola baru. ?Yang lebih biasa memang menggunakan satu outsourcer generalis macam IBM, EDS, atau CSC,? ujarnya.

Mengapa dalam kondisi bisnis yang sebenarnya tergolong baik-baik saja, ML mau sedemikian repot, dan dengan dana yang tak sedikit pula? Menurut para eksekutif kunci di unit GPC, lantaran TGA, aplikasi yang akan diganti itu, merupakan aplikasi raksasa yang bersifat monolitis, membutuhkan bandwidth besar, dan perlu banyak tes setiap akan menambahkan aplikasi baru. ?Ini teknologi lama yang rapuh, yang mahal maintenance dan support-nya,? ujar Vielehr. Kekurangan TGA lainnya, karena masih berbasis client-server (belum Internet-based) dan tak punya kemampuan CRM. Sudah begitu, susah menghubungkan situs-situs online ML (di mana klien/pelanggan bertransaksi) dengan sistem TGA. Maka, tak aneh sering terjadi ketidaksesuaian antara informasi yang dilihat klien di situs Web dengan yang dilihat FA di layar komputer mereka.

Maka, para eksekutif ML kemudian mengeksplorasi berbagai pilihan. Prinsipnya, seperti juga ditekankan Chairman dan CEO ML, Stan O?Neal (dulu Kepala GPC), harus berubah dari ?membangun semuanya sendiri? menjadi ?bangun sendiri apa yang bisa menjadi diferensiator terhadap para pesaing, baru beli sisanya?. ?Kompetensi inti kami kan membantu orang mengelola urusan keuangan mereka, bukan mengelola CRM, trading system ataupun jaringan,? ujar James Gorman, VP Eksekutif GPC. Mark Greenberg, VP dan manajer program dalam proyek platform teknologi ini berujar senada. ?Saya sendiri lebih banyak bekerja dengan tool analisis yang sudah jadi, dan berpikir lebih sebagai seorang analis,? katanya.

Mulanya, eksekutif GPC cenderung menunjuk satu vendor yang akan mengelola keseluruhan proyek. Namun mengingat ukuran dan kerumitannya, mereka melihat tak akan ada yang sanggup mengerjakan sendiri — dari mengelola desktop, jaringan, hardware hingga masalah integrasinya. Karena itulah, mereka merasa perlu menunjuk satu vendor yang bertindak selaku kontraktor general, dan bertanggung jawab mengoordinasi para subkontraktor.

Terpilihnya Thomson juga melalui seleksi. Peserta lain yang mengikuti uji coba dan seleksi ini adalah Bloomberg dan Reuters. Sistem mereka diujicobakan di beberapa cabang. November 2002, Thomson diputuskan sebagai pemenang. Menurut Vielehr, kemenangan Thomson terutama karena eksekutif ML punya comfort level yang lebih bagus untuk bekerja sama dengan eksekutif Thomson — di samping punya latar belakang di bidang ritel, data pasar keuangan dan penggunaan aplikasi wealth management. Nilai plus Thomson lainnya lantaran memiliki keahlian di bidang e-learning. Vielehr mengaku senang, FA ML punya akses ke aplikasi e-learning milik Thomson di workstation baru mereka.

Dalam kontrak SLA yang diteken, tidak cuma berisi bonus kinerja dan penaltinya, tapi juga menyertakan waktu respons dan tingkat kepuasan terhadap pelatihan yang diberikan. ?Buat kami, ini sejumlah SLA yang unik, tidak hanya melihat waktu dan ukuran delivery, tapi juga pandangan pengguna terhadap apa yang disediakan,? ujar John Cummings, VP Senior dan CIO ML.

Kelebihan kontrak kerja sama yang mencakup 1.500 halaman ini, meskipun membahas hingga ke detailnya, fleksibilitasnya tetap ada. Contohnya, soal siapa yang bertanggung jawab mengirimkan alert (tanda peringatan) ke desktop FA. Tanpa perlu bersitegang, poin terdahulu yang menyangkut soal itu bisa diubah.

Buat ML, Thomson memang bukan wajah asing. Selama lima tahun terakhir, ML menggunakan produk data pasar ILX dari Thomson, sehingga sudah merasa comfortable. Khusus untuk proyek alihdaya ini, baik ML maupun Thomson punya steering committee yang bertemu setiap bulan. Eksekutif dari kedua pihak pun menerima laporan reguler, menyangkut status berbagai komponen proyek. ?Dick Harrington (CEO Thomson) juga berkomunikasi secara tertulis dengan Stan O?Neal,? ujar Lou Ecleston, Kepala Grup Banking and Brokerage Thomson.

Di tingkat operasional, sekitar 40 karyawan Thomson dan vendor kerja bareng dengan staf ML di lokasi. ?Kami memang ingin setiap orang di proyek ini punya rasa kepemilikan,? ujar Vielehr.

Dalam platform baru ini nantinya tersedia 25 ribu workstation (PC merek Dell dengan prosesor 2,4 GHz, RAM 1 Gb), yang masing-masing punya dua layar: layar yang satu menampilkan data klien dengan aplikasi CRM Siebel , dan layar lainnya menampilkan layar Thomson lengkap dengan data finansial, berita, dan aplikasi wealth management. Nantinya, jantung platform baru ini adalah aplikasi IF (integration framework), yang menghubungkan sekitar 130 aplikasi lama dan baru. Menariknya, ternyata aplikasi integrator ini sudah dibangun ML jauh sebelum memilih outsourcer/kontraktornya. Alasannya, ML memang ingin menjaga aplikasi IF ini sendiri.

Aplikasi IF sendiri merupakan aplikasi berbasis Web services, yang dikembangkan dengan teknologi .Net dari Microsoft. Vielehr sesumbar inilah proyek implementasi Web services terbesar yang pernah ada. Alasannya,?Volume data yang melewatinya sangat besar.? Yang jelas, menggunakan teknologi Web services sebagai jembatan memudahkan integrasi aplikasi back end dengan aplikasi desktop. Tiap workstation dapat menghubungkan 18 aplikasi back end lama (dengan aplikasi antara lain: HR, sistem akunting, dan database TGA) dengan platform baru.

Proses integrasi workstation dengan situs-situs online tuntas di awal musim panas 2003. Pilot project-nya dilakukan di kantor ML di Hopewell, New Jersey mulai Agustus 2003, dilanjutkan dengan cabang lainnya yang terpilih pada Oktober 2003.

Dengan siapnya platform baru ini, FA ML diharapkan bisa bekerja lebih efisien. Lihat saja, cukup lewat dua layar pada workstation, FA dapat mengetahui kondisi finansial klien secara 360 derajat: aset, profil kinerja, dan sejarah transaksi mereka. Berbeda dari TGA — di mana informasi klien mesti di-input ulang pada setiap aplikasi yang berbeda — dengan platform baru ini cukup diisi sekali saja. Sudah begitu, pada sistem lama, untuk memperoleh informasi klien, FA mesti mencari-cari di antara 18 layar/aplikasi. Sekarang , begitu informasi klien mengisi layar workstation FA yang satu, pada layar yang satunya lagi langsung menjalankan aplikasi One Thomson yang berisi data pasar, berita terkait, alat manajemen portofolio, dan kalkulator –? yang merupakan fasilitas kerja FA.

Menariknya, FA ML bukan saja bisa memperoleh informasi klien kelas kakap dengan lebih baik dan lebih cepat, tapi juga memungkinkan mereka meluangkan waktu lebih banyak dengan klien istimewa itu. Pasalnya, teknologi platform baru ini secara otomatis mengalihkan panggilan masuk dari klien dengan kelas aset di bawah US$ 100 ribu ke petugas lain.

Dalam jangka panjang memang mesti dilihat lagi, bisakah investasi miliaran US$ ini memberi keunggulan kompetitif yang sepadan bagi ML. Toh, para eksekutif raksasa industri keuangan ini optimistis. Contohnya, Vielehr yakin bahwa platform baru ini akan menghemat biaya operasional tahunan hingga puluhan juta US$. Bahkan, ?Kami sekarang ini beberapa tahun di depan kebanyakan pesaing,? katanya.

————————————————————————–

Tampilan Workstation dengan Dua layar pada Platform Baru:————————————————————————–? Layar 1 :

Data Klien dengan aplikasi Siebel CRM – Informasi personal klien – Sejarah transaksi klien – Portofolio klien ? Layar 2 :

Data Pasar dengan aplikasi Thomson One – Riset pasar – Berita keuangan – Stock ticker

—————————————————————————-

Riset : Atang Windarto.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved