My Article

Analisis Di Balik Kebangkrutan Neiman Marcus Group

Analisis Di Balik Kebangkrutan Neiman Marcus Group

Oleh: Sherlica Safracia, Mahasiswa SBM Institut Teknologi Bandung

sumber foto: www.nytimes.com

Semua pihak tentu telah merasakan dampak negatif yang begitu besar ketika pandemi COVID-19 ini melanda di hampir seluruh negara di dunia. Seluruh kalangan, mulai dari masyarakat dan perusahaan, termasuk perusahaan besar sekalipun, mengalami kesulitan ekonomi.

Bukan merupakan hal baru ketika kita mendengar bahwa para karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja. Namun, sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya, apakah mungkin perusahaan besar merasakan dampak hebat akibat pandemi ini?

Faktanya, perusahaan retail nomor satu di AS, Neiman Marcus, juga merasakan dampak yang luar biasa, terutama dari segi pemasukan perusahaan yang tidak memadai. Di saat bersamaan, mereka masih memiliki kewajiban untuk menanggung beban operasional perusahaan serta memenuhi hak para karyawannya berupa gaji pokok.

Pada masa pandemi seperti ini, daya minat beli masyarakat tentu mengalami penurunan yang cukup signifikan. Perusahaan pun tidak dapat memprediksi kapan pemulihan daya beli tersebut akan berlangsung. Terlebih, sebagian besar dari pelanggan mereka juga mengalami kesulitan ekonomi.

Tidak hanya mengenai faktor ekonomi pelanggan, gaya hidup baru yang kita kenal dengan istilah ‘New Normal’ pun masih memberikan keterbatasan pergerakan masyarakat untuk beraktivitas di luar rumah. Hal ini juga menjadi pembatas bagi para calon pelanggan untuk membeli produk Neiman.

Alhasil, pengajuan pernyataan bangkrut pun terpaksa dilakukan oleh Neiman. Kita dapat melihatnya dari keputusan Neiman Marcus untuk menutup 43 lokasi Departemen Store nya di AS serta merumahkan 14 ribu karyawan yang bekerja di perusahaan ini.

The New York Times bahkan telah memberitakan bahwa Neiman Marcus telah mengajukan Bab 11 proses restrukturisasi berkaitan dengan pernyataan bangkrut di Pengadilan Kepailitan AS untuk Distrik Selatan Texas.

Meskipun demikian, surat pengajuan tersebut tidak ‘mematikan’ secara langsung perusahaan ritel mewah tersebut. Neiman Marcus masih memiliki harapan untuk memulihkan kembali eksistensinya di masa mendatang.

Seperti diketahui, perusahaan ini memang mengalami kebangkrutan karena pihak pengelola sudah tidak mampu lagi membayar hutang yang dimiliki perusahaan. Namun, penutupan ini hanya bersifat sementara, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pembengkakan hutang di masa mendatang.

Dengan kata lain, perusahaan yang mempunyai jutaan pelanggan setianya ini tidak akan melakukan likuidasi. Seluruh aset yang dimiliki perusahaan tidak dijual atau diberikan ke pihak manapun.

Sehingga, terdapat kemungkinan bahwa Neiman Marcus akan kembali beroperasi andai seluruh hutang yang dimilikinya saat ini dapat dilunaskan. Selain itu, hal ini diperkuat dengan pernyataan beberapa ekonom yang memprediksikan bahwa kegiatan ekonomi akan kembali pulih pasca pandemi COVID-19 ini.

Di Balik Pengambilan Keputusan Pernyataan Bangkrut

Mengelola sebuah perusahaan besar, terutama perusahaan yang bergerak di bidang ritel seperti Neiman Marcus Grup, tentu bukanlah sebuah hal yang mudah. Bahkan, baik sebelum maupun saat terjadi Pandemi COVID-19, perusahaan ini berada pada posisi terancam dan harus mencari solusi untuk keluar dari kepailitan.

Pada saat sebelum pandemi, kondisi perusahaan masih dapat diatasi sedikit lebih baik dengan adanya pinjaman ke pihak lain. Namun, ketika pandemi ini melanda, perusahaan harus ‘memutar otak’ dan mencari jalan alternatif sebelum terpaksa mendeklarasikan pernyataan bangkrut.

Pandemi COVID-19 memang membatasi segala aktivitas masyarakat. Virus yang dapat dengan begitu cepat menyebar ini membuat pemerintah terpaksa membuat peraturan ketat dengan tujuan melindungi masyarakatnya dari virus ini, terutama membatasi pergerakan dan aktivitas rakyatnya di luar rumah.

Berkurangnya aktivitas di luar rumah menjadikan berbagai sektor, termasuk sektor ekonomi, mengalami kemerosotan. Pendapatan di hampir seluruh perusahaan pun berkurang cukup drastis. Tak jarang beberapa perusahaan bahkan mengalami kerugian.

Jika sudah mencapai tahap yang lebih ‘serius’, beberapa perusahaan terpaksa menyatakan diri mengalami kebangkrutan. Hal inilah yang terjadi kepada Neiman Marcus Grup. Hutang berlebih yang sudah membengkak menjadi alasan utama dibalik kebangkrutan yang dialami oleh Neiman, sekaligus untuk mencegah meningkatnya beban utang selama pandemi COVID-19 ini.

Semoga kesulitan yang sedang dialami oleh hampir semua pihak akan cepat berakhir dan pandemi ini dapat segera berlalu.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved