My Article

Bersepeda dan Berkebun, Kompensasi Psikologis Saat Pandemi

Bersepeda dan Berkebun, Kompensasi Psikologis Saat Pandemi

Oleh: Galuh Putri Asrirani – Manajer Operasional Asesmen SDM PPM Manajemen

Galuh Putri Asrirani – Manajer Operasional Asesmen SDM PPM Manajemen

Pandemi Covid-19 di Indonesia memberikan gambaran fenomena yang menarik dari perubahan kebiasaan pada karyawan yang terkena sistem kerja Work From Home (WFH). Salah satunya yang cukup menonjol adalah booming-nya fenomena bersepeda dan bertanam.

Untuk menerapkan gaya hidup sehat, banyak karyawan memilih bersepeda sebagai alternatif untuk berolahraga. Hal itu dibuktikan dengan berbagai unggahan foto di media sosial tentang bike trip baik dalam kota atau pun luar kota. Bahkan toko yang menjual sepeda pun mengalami lonjakan tinggi dalam pendapatannya.

Di sisi lain, tanaman hias seperti janda bolong tengah jadi primadona para pencinta tanaman hias. Tidak lain dan tidak bukan karena keunikan tanaman hias yang masuk dalam keluarga Monstera ini dibandrol dengan harga selangit, begitu juga tanaman yang lainnya. Harga beberapa tanaman hias memang merangkak naik hingga 10 kali lipat seiring dengan menajaknya angka terjangkit Covid-19. Wabah yang merambah di Indonesia sejak Maret 2020 ini membuat sebagian orang mengisi waktu di rumah dengan berkebun.

Hal ini tentunya menjadi pertanyaan, apakah fenomena ini sebuah kelatahan semata, karyawan mulai sadar dengan kesehatan, hobi, atau aktivitas baru untuk mengatasi kejenuhan selama WFH? Apapun itu, tiap karyawan punya alasan tersendiri. Salah satu yang sering dijadikan alasan adalah menjaga kesehatan dengan tetap beraktivitas. Bersepeda merupakan olahraga yang bisa dijadikan pilihan karena tetap bisa social distancing. Bertanam pun sama, menjadi salah satu aktivitas yang bisa dilakukan di rumah yang masih membutuhkan pergerakan secara aktif dan selalu ada di bawah sinar matahari bersama si tanaman.

Kedua aktivitas itu menuntut manusia untuk olah fisik dan juga terpapar di bawah sinar matahari, di mana hal tersebut sangat dibutuhkan bagi kita untuk mencegah terpapar Covid-19. Dan satu yang pasti, baik bersepeda atau bertanam, dan mungkin masih banyak aktivitas baru lainnya yang muncul di masa Pandemi Covid-19 ini dilakukan untuk mengalihkan kejenuhan dalam rutinitas WFH.

Perubahan rutinitas karena dampak pandemi mampu mengakibatkan kejenuhan, stres, atau dampak psikologis lainnya pada karyawan. Semua itu perlu diperhatikan oleh organisasi karena kaitannya dengan kesehatan mental karyawannya. Karena, kesehatan mental ini tentunya akan berpengaruh pada produktivitas karyawan dalam menghasilkan output pekerjaannya.

Kesehatan mental di tempat kerja sendiri masih belum menjadi fokus utama di perusahaan-perusahaan Indonesia. Hal ini merupakan ironi karena faktanya, stres akibat pekerjaan masih sangat umum terjadi. Apalagi bertambah dengan dampak Covid-19 yang menuntut karyawan kerja dari rumah dengan berbagai kebingungan dalam membagi peran sebagai pekerja atau tuntutan lain ketika berada di rumah.

Menurut Littlefield, Stitzel, & Giese (2014), terdapat lima pilar dalam sistem kerja yang sehat secara psikologis, yaitu Kepimpinan yang suportif, berarti sejauh mana para pemimpin mengerti kebutuhan-kebutuhan karyawan dan menyediakan sebuah lingkungan yang memicu keterlibatan karyawan, pengembangan dan dukungan.

Selain itu, Kejelasan peran menjadi penting karena karyawan memiliki “sense of purpose” dan mengetahui apa yang diharapkan dari mereka. Hal ini akan membantu karyawan untuk bekerja sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan. Selain itu, berkolaborasi, berbagi ide-ide dan mengatasi persoalan bersama, menuju ke pemahaman bersama dan satu tujuan menjadi salah satu aspek penting juga meskipun karyawan berada dalam keterbatasan ruang dan waktu selama WFH.

Tambahannya adalah, Pengembangan dan Pertumbuhan diharapkan dari organisasi dalam menghargai usaha karyawannya dan menyediakan pembelajaran yang sesuai serta kesempatan untuk berkembang di masa WFH ini. Hal ini dikarenakan, WFH belum tentu dirasa nyata produktivitasnya di mata organisasi.

Dan terakhir, antusiasme, meliputi elemen emosional karyawan ketika berada di rumah dan tetap bekerja, seperti motivasi dan komitmen mereka, termasuk antusiasme individu dan kerja tim.

Dengan memperhatikan aspek-aspek di atas, kesejahteraan psikologis dan membuat sistem deteksi dini kesehatan mental sepanjang masih diberlakukan WFH diperlukan dalam mengelola SDM di tengah pandemi ini. Dengan memperhatikan kesejahteraan psikologis individu di lingkungan kerja, perusahaan tidak hanya akan membantu individu agar lebih produktif, melainkan juga akan berkontribusi terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved