Column

Apa Adanya, Ada Apanya

Oleh Editor
Apa Adanya, Ada Apanya
Ilustrasi bermuka dua (Istimewa).
Ilustrasi (Foto: Istimewa).

“Musuh yang terbuka lebih baik daripada kawan ‘palsu’.”

Dalam kehidupan sosial sehari-hari, tak mudah menemukan seseorang yang benar-benar “asli” dirinya. Seseorang yang “apa adanya”. Seseorang yang secara jujur dan transparan menampilkan dan mengekspresikan dirinya yang sejati. Tidak berpura-pura. Tidak bergaya meniru gaya orang lain. Dan, secara konsisten dia akan tampil seperti itu, secara otentik, dengan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.

Nggak usah jauh-jauh, kalau kita amati kawan kita, si Badu, sebagai contoh. Si Badu yang sehari-hari kita kenal akan lain begitu dia bertemu dengan kita saat dia bersama istrinya. Dalam kasus ini, Badu tak tampil “apa adanya”, tapi ia tampil “ada apanya”. Banyak bukan kejadian semacam ini? Apakah ini terjadi karena hal-hal yang disembunyikan oleh salah satu pihak ke lainnya, dan sebaliknya? Atau, apa penyebabnya ?

“Setiap koin mempunyai dua sisi, sebagaimana kebanyakan orang memiliki dua muka”, kata pepatah.

Kejujuran, sebagai salah satu inti “apa adanya”, kadang juga mengalami tantangan hebat. Ini dialami seorang pastor dalan kasus berikut. Seorang wanita cantik di pesawat meminta tolong kepada seorang pastor yang duduk di kursi sebelahnya.

Wanita : “Pastor, boleh saya bisa minta tolong?”

Pastor : “Ya, boleh.”

Wanita : “Saya mau nitip tas LV saya yang baru, bisa diumpetin dalam jubah Pastor supaya tidak dikenai cukai.”

Pastor : “Dengan senang hati. Tapi, apakah saya harus berbohong? Kalau harus berbohong, tentu saya tidak bisa menolong Anda.”

Wanita : “Boleh saya mendekat ke telinga Pastor?”

Pastor : “Boleh.”

Wanita itu mendekatkan mulutnya ke telinga Pastor. Ia membisikkan beberapa kalimat. Dan, Pastor kemudian mengangguk-angguk. Pertanda ia paham dengan bisikan si wanita cantik.

Di Kantor Bea Cukai, petugas menanyakan ke Pastor, “Pastor, apakah ada sesuatu yang mau di-declare? Mau disampaikan untuk pembayaran cukai?”

Dengan senyum, Pastor menjawab, “Dari kepala ke pinggang, saya tidak membawa apa-apa. Tapi dari pinggang ke kaki, saya membawa sesuatu yang disukai wanita. Dan, itu belum pernah digunakan.”

Petugas tersenyum simpul, “Tuhan memberkatimu, Pastor. Happy weekend.” Petugas percaya penuh ucapan Pastor yang dikenalnya sebagai Mr. Authentic, “apa adanya”. Tas LV pun melenggang lolos, tanpa cukai.

Bila Anda otentik, orang akan memercayai Anda. Wanita itu pandai. Mereka akan tahu sesuatu yang genuine, apa adanya.

Pembicara seminar yang pesertanya ibu-ibu grup pelatihan parenting reguler yang dipimpinnya ingin menggali lebih dalam, hal-hal “apa adanya” dan kemungkinan “ada apanya” tentang “para anggotanya”. Sudah tentu, salah satu cara paling efektif adalah bertanya kepada para suami mereka.

Pembicara lalu menanyakan kepada ibu-ibu peserta, “Siapa di antara Anda semua yang sungguh-sungguh mencintai suami Anda?” Semua wanita mengangkat tangan mereka.

Kemudian, mereka ditanya, “Kapan terakhir kali Anda mengatakan kepada suami Anda bahwa Anda mencintainya?”

Beberapa wanita menjawab “Hari ini”, beberapa yang lain menjawab “Kemarin”. Dan, ada juga beberapa wanita yang tidak ingat.

Para peserta lalu diminta untuk mengambil ponsel mereka dan mengirim pesan kepada suami masing-masing dengan tulisan, “Aku mencintaimu, sayang.” Setelah itu, mereka diminta saling bertukar ponsel dan membacakan jawaban pesan yang diterima.

Berikut ini adalah beberapa jawaban pesan dari para suami mereka. Beberapa jawaban “apa adanya” dan “ada apanya” tentang para ibu di mata suami terbuka sudah.

Dari semua jawaban balasan pesan, yang terbaik adalah:

Ada suatu nasihat, cara terbaik untuk berurusan dengan orang-orang yang “palsu”, berlakulah sebenar-benar “apa adanya”. Dan, ternyata cara ini, dalam contoh kejadian di bawah, mengakibatkan kegalauan berat yang membuat salah tingkah dan basah keringat.

Seorang menteri datang ke suatu kabupaten untuk acara peresmian proyek. Dalam acara peresmian tersebut, dihidangkan hiburan musik dangdut.

Penyanyi pertama tampil. Cantik sekali, tapi suara pas-pasan. Separuh hadirin bertepuk tangan. Penyanyi kedua tampil. Wajahnya pas-pasan, tapi suaranya sangat bagus. Dua pertiga hadirin bertepuk tangan.

Penyanyi ketiga tampil. Wajahnya jauh dari cantik, bahkan maaf, gendut dan bersuara jelek. Namun, seluruh hadirin bertepuk tangan dengan sangat meriah!

Pak menteri bingung. Ia sambil berbisik bertanya kepada pak bupati, “Aneh, ya? Suaranya jelek, wajah juga nggak cantik, mana dandanannya amburadul, bodi pun tak bagus, tapi semua hadirin kok malah tepuk tangan meriah?”

Bupati yang nampak berpeluh deras, nyengir kecut. Sembari berbisik pelan menjawab, “Dia istri saya, Pak.” Sang menteri terpaku sejenak, lalu berdiri bertepuk tangan sendirian. Dengan kucuran peluh yang jauh lebih deras! (*)

Pongki Pamungkas


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved