Column

Bagaimana Memaknai Kabar Buruk?

Bagaimana Memaknai Kabar Buruk?

Oleh: Arvan Pradiansyah

Ada berbagai cara orang memaknai kabar buruk. Koruptor yang tertangkap tangan memaknai kejadian itu sebagai ujian dari Tuhan. Politisi yang ketahuan selingkuh memaknai hal itu sebagai cobaan yang sangat berat. Sementara pengusaha yang berkali-kali gagal melihat dirinya senantiasa tertimpa musibah.

Arvan Pradiansyah

Arvan Pradiansyah

Benarkah tafsiran mereka terhadap kabar buruk tersebut? Sekilas nampaknya tak ada yang salah, tetapi kalau direnungkan lebih dalam semua contoh di atas mengandung kesalahan penafsiran. Akibatnya kita akan gagal merespons kehidupan yang akhirnya membuat kita tak dapat keluar dari masalah.

Sesungguhnya kabar buruk memiliki makna yang berbeda-beda. Dari hasil perenungan yang mendalam, saya menyimpulkan ada lima jenis kabar buruk yang perlu dikenali agar kita dapat memberikan respons yang tepat.

Pertama, konsekuensi, yang merupakan hasil (akibat) tindakan kita sendiri. Ini bukti nyata berlakunya hukum alam. Orang yang korupsi dan tertangkap bukanlah sedang menghadapi ujian melainkan sedang menghadapi konsekuensi dari tindakannya sendiri. Begitu pula dengan orang yang selingkuh dan reputasinya hancur. Sama juga dengan orang yang malas kemudian ditegur atasannya.

Kata-kata “harus sabar dan tawakal” sebagai respons mereka terhadap masalah ini tentu saja sangat menyesatkan. Orang-orang ini seharusnya bertobat dan kembali ke jalan Tuhan, bukan malah bersabar. Masalah ini bukanlah disebabkan faktor eksternal tetapi karena perilaku mereka sendiri.

Kedua, ujian. Ujian sejatinya tak selalu kabar buruk melainkan bisa berupa kekayaan, kekuasaan, keberuntungan, dan popularitas. Kesalahan memaknai ujian sebatas kabar buruk membuat banyak orang yang sedang beruntung menjadi lupa dan lengah. Tujuan ujian adalah agar kita bisa naik kelas dalam arena kehidupan.

Ketiga, cobaan. Cobaan hampir mirip ujian. Bedanya ujian itu senantiasa melebihi kemampuan kita saat ini, sementara cobaan selalu sesuai dengan kemampuan kita. Jadi kalau nilai Anda saat ini lima, sebuah ujian memberikan stimulus yang bernilai 6 atau 7, sesuatu yang lebih berat dibanding kemampuan Anda saat ini.

Mungkin Anda bertanya, “Bukankah Tuhan senantiasa memberikan ujian yang sesuai dengan kemampuan kita?” Benar. Masalahnya kita sering tidak tahu kemampuan kita yang sebenarnya. Karena kita sebelumnya menghadapi masalah bernilai lima tak berarti kemampuan kita cuma lima. Kemampuan itu hanya teraktualisasi dan baru akan keluar bila ada masalah yang bernilai 6 atau 7.

Itulah bedanya ujian dengan cobaan. Sebuah cobaan sudah pernah Anda alami sebelumnya dan Anda sudah lulus dalam hal ini. Orang yang pernah lulus dari percobaan korupsi suatu ketika akan dicoba lagi dengan masalah yang sama untuk menguji konsistensinya. Uji konsistensi ini penting karena boleh jadi kelulusan Anda di masa lalu itu hanya sebuah kebetulan.

Keempat, peringatan. Hal ini sesungguhnya rahmat Tuhan yang bertujuan mengembalikan kita ke jalan yang benar. Peringatan merupakan bukti dari kasih sayang Tuhan yang Dia berikan ketika kita keluar jalur dan masih bisa ditolong.

Ketika kita keluar jalur senantiasa ada peluit yang berbunyi. Namun karena kita jarang mengasah hati nurani, maka kita jadi tak mendengarnya. Lalu Tuhan memberikan peringatan dalam bentuk lain seperti raut muka atasan yang tidak simpatik. Masih mengabaikan hal ini peringatan lainnya akan segera mendatangi Anda. Demikianlah peringatan demi peringatan terus dikirimkan Tuhan makin lama dengan suara yang lebih keras lagi. Ini sesungguhnya rahmat dari Tuhan agar kita sesegera mungkin berubah sebelum semua menjadi terlambat.

Kelima adalah musibah. Berbeda dari peringatan yang terjadi karena kita melakukan kesalahan, musibah adalah hal buruk yang terjadi ketika kita tidak melakukan kesalahan apa pun. Kematian orang yang kita cintai, kecelakaan yang terjadi ketika Anda sudah mengemudikan kendaraan dengan aman, kecelakaan pesawat terbang (bila Anda berstatus penumpang, bukan awak pesawat) adalah beberapa contoh musibah. Tujuan musibah untuk menguji keimanan dan menyaring orang yang beriman dari yang tidak beriman.

Pemaknaan yang benar akan membuat kita merespons dengan tepat ketika mengalami sesuatu yang buruk. Sesungguhnya pertanyaan terpenting ketika kita mengalami kabar buruk: Apa yang sudah saya lakukan? Bila Anda telah melakukan hal yang salah (faktor internal), kemungkinannya Anda sedang menghadapi konsekuensi atau peringatan. Bila penyebabnya faktor eksternal boleh jadi itu adalah ujian atau cobaan (yang bisa buruk dan bisa pula baik). Dan bila Anda yakin bahwa Anda telah melakukan yang terbaik tetapi malah mengalami hal yang buruk, itu pasti adalah musibah.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved