Column

Menegakkan Moralitas

Oleh Editor
Menegakkan Moralitas

“Dunia adalah tempat berbahaya bagi kehidupan. Bukan karena orang-orang jahatnya. Tetapi lebih karena orang-orang tak melakukan apa pun terhadap orang-orang jahat itu.” Albert Einstein

Ilustrasi : quartz-construction.com.
Ilustrasi : quartz-construction.com.

Negara ini, dalam perkembangan di tahun-tahun terakhir, mengalami banyak kemajuan. Ekonomi tumbuh 5,4 persen di triwulan II/2022. Lima besar terbaik di antara negara-negara G20.

Pandemi yang berhasil diatasi telah memulihkan aktivitas ekonomi. Oktober 2021, Indonesia tercatat sebagai negara dengan pemulihan dari Covid-19 terbaik di ASEAN.

Sektor keuangan jauh lebih sehat. Persentase kredit macet terhadap total pinjaman pada 1997 sekitar 27 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan 2008, 2013, dan 2020 yang di bawah 4 persen. Rasio utang terhadap PDB turun dari 77 persen tahun 2001 menjadi 25 persen. Dan, banyak lagi pencapaian positif negara ini.

Namun, dengan sejumlah prestasi di atas, dengan semangat untuk menyongsong Indonesia Emas 2045, kita harus membuka mata lebar-lebar terhadap “the brutal facts” yang mengancam peradaban bangsa ini.

The brutal facts adalah terjadinya kemerosotan moralitas dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai kebaikan dalam hidup diabaikan. Nilai-nilai keburukan dan kejahatan merajalela.

Pengertian “moral” di sini adalah “perilaku hidup manusia yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk melakukan kebaikan-kebaikan, sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya”.

Suami meracuni istri, untuk alasan yang sangat remeh. Para pemuka agama mencabuli santri-santrinya. Anggota Dewan memukuli perempuan. Ada kasus bertele-tele seorang jenderal yang ajudannya dibunuh secara keji. Bahkan, kasus ini makin membuka mata masyarakat, ada sesuatu yang salah dalam banyak lembaga negara.

Korupsi-kolusi-nepotisme (KKN) semakin menjadi-jadi. Penggelapan dan manipulasi kakayaan negara terus berjalan masif. Berurusan dengan aparat berarti harus siap menyuap. Kolusi kejahatan, atau tepatnya mafia, beroperasi hampir dalam segala penjuru kehidupan.

Pembentukan dinasti politik, yang penuh dengan penyalahgunaan wewenang dan pengaruh, makin meluas.

Kesemua perbuatan lancung itu jelas menggerus peradaban bangsa. Merusak rasa saling percaya. Merongrong kekayaan negara. Makin menyusahkan hidup rakyat. Ibarat rayap yang jumlahnya tak terhingga, yang siap meruntuhkan bangunan tinggal kita.

Bahwa hukum alam menentukan bahwa dunia adalah soal berpasang-pasangan, ada hujan ada panas, ada kebaikan ada kejahatan, itu hal yang memang tak mungkin kita tolak.

Dikatakan oleh Marcus Aurelius, Kaisar Romawi 161-180 M, “Kehidupan bukanlah soal baik dan jahat. Kehidupan adalah suatu tempat bagi kebaikan dan kejahatan.”

Namun secara akal sehat, peradaban manusia yang baik, yang sesuai dengan tuntunan moral, adalah hal yang pasti menjadi dambaan kita semua. Kehidupan yang aman, tenteram. damai, adil, dan sejahtera adalah keinginan kita semua.

The brutal facts, menurut Jim Collins, dalam Good to Great, adalah hal-hal buruk, yang harus ditanggulangi, harus diperangi.

Meskipun, kebiasaan berperilaku buruk jelas bukan hal yang mudah dihadapi, apalagi diubah. “Jauh lebih mudah mengolah plutonium daripada mengubah sifat jahat manusia,” ujar Albert Einstein. Mengapa demikian ?

“Merupakan sifat alami kebanyakan manusia untuk tidak pernah puas, dan mereka hidup hanya untuk pemuasan itu,” kata Aristoteles. Untuk mengejar kepuasan itu, perilaku jahat sering menjadi pilihan tindakan, tanpa batas. Nyawa orang, misalnya, tak ada lagi harganya.

Sementara itu, Samuel Butler, novelis era Victoria, menengarai, penyebab sifat jahat adalah kerakusan terhadap hal-hal kebendaan. Ia katakan, “Keinginan akan uang adalah akar penyebab segala kejahatan.”

Dale Carnegie, pendidik terkemuka di bidang hubungan antarmanusia, menyatakan, “Ketika berhadapan dengan manusia, ingatlah bahwa Anda tak berurusan dengan makhluk logika, tapi makhluk emosi.” Kerap kita melihat, akal sehat dikalahkan oleh syahwat kejahatan yang tak terbendung.

Jadi, semoga kita terus bersemangat menggenggam kuat-kuat dan membangun nilai-nilai moralitas di negeri ini. Semoga kita konsisten memelihara kebiasaan diri berbuat kebaikan, bukan kejahatan.

Bahkan, bila perlu, semoga kita siap melawan berbagai kejahatan, sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Kita lawan the brutal facts yang akan menghancurkan kehidupan kita semua. Memang benar, “Tidak semua orang mampu melakukan hal hal besar. Tapi semua orang pasti mampu melakukan hal-hal kecil dengan cinta yang besar.”

Optimisme adalah landasan perjuangan kita. The Iron Lady, Margareth Thatcher, menegaskan, “Saya ada di dunia politik karena konflik antara kebaikan dan kejahatan. Saya meyakini sepenuhnya, pada akhirnya kebaikanlah yang akan menjadi pemenangnya.” ***

Pongki Pamungkas


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved