Column

Menjaga Kelangsungan Bisnis Keluarga

Menjaga Kelangsungan Bisnis Keluarga

Para penggemar kopi di Jakarta pasti tahu yang namanya warung kopi Koffie Warung Tinggi dan Bakoel Koffie. Konsumen bisa merasakan nikmatnya Koffie Peranakan ditemani Martabak Toblerone di Koffie Warung Tinggi yang berlokasi di mal megah Grand Indonesia, atau sedapnya Kopi Tubruk dan Singkong Meledug di Bakoel Koffie dekat kantor saya di Cikini.

Dr. Ningky Susanti Munir

Dr. Ningky Susanti Munir

Yang istimewa pada kedua warung kopi ini tidak hanya kopinya, tapi juga pada akar sejarahnya yang sama-sama berasal dari sebuah warung kopi di jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat, tahun 1870an. Warung kopi yang didirikan oleh Liauw Tek Siong itu dikenal dengan nama toko penggorengan Kopi Tek Sun Ho. Setelah 145 tahun, generasi keempat dan kelima keluarga Liauw Tek Siong masih memiliki dan mengelola warung kopi.

Bandingkan dengan ikon modern warung kopi dunia, Starbucks misalnya, yang membuka warung pertamanya baru pada tahun 1971 di kota Seattle, Amerika Serikat. Jadi, Apa resep hidup panjang dari perusahaan-perusahaan keluarga?

Santoso Doellah, pendiri dan pemilik Batik Danar Hadi dari Solo, dalam berbagai pernyataannya di media massa, menunjuk tiga hal yang membuat batik Danar Hadi tetap disukai konsumen walau berusia hampir setengah abad (dirintis tahun 1967).

Tiga hal tersebut adalah kecintaannya pada batik, konsistensi pada proses produksi yang ‘baik dan benar’ seperti di masa lalu, dan selalu mengikuti tuntutan pada jamannya. Itu sebabnya Danar Hadi merekrut desainer muda dan selalu memantau trend gaya hidup masa kini.

Kiat yang sama juga dilakukan oleh PT Mulia Knitting Factory (MKF) produsen celana dalam merek Rider. Gagasan produksi dan penjualan celana dalam pria digulirkan tahun 1955, generasi kedua membangun fasilitas produksi modern untuk menjaga kualitas produknya. Generasi ketiga datang dengan melakukan integrasi vertikal sehingga kelompok bisnis MKF menjadi perusahaan dengan kemampuan produksi yang terintegrasi dari pemintalan, pewarnaan, pemotongan, hingga produk jadi yang diteruskan ke pelanggan melalui distributor.

Walau sempat goyah akibat imbas krisis ekonomi tahun 1988, MKF terus bertahan. Generasi keempat bergabung melalui perbaikan pada proses produksi, sistem manajemen internal, sistem IT, dan pengelolaan kegiatan pemasaran. Selain, kecintaan pada bisnisnya, komitmen pada kualitas, serta selalu mengikuti tuntutan jaman, dari perusahaan yang berusia 60 tahun ini ditunjukkan pula kiat sukses berikutnya yaitu kepercayaan pada keluarga dan kontribusi generasi penerus yang berkualitas.

Terkait soal generasi penerus dan tuntutan jaman, di dunia ini belum ada yang mengalahkan usia perusahaan asal Jepang Kongo Gumi yang didirikan pada tahun 578 Masehi. Konon, lebih dari 1400 tahun lalu, pangeran Shotoku, seorang penganut Budha yang terkemuka dari klan Soga di Jepang, membawa satu keluarga ahli pembangun kuil dari Korea.

Keluarga tersebut merupakan generasi pertama perusahaan Kongo Gumi. Salah satu kreasi Kongo Gumi adalah istana Osaka yang luar biasa indah, milik sosok terkemuka dalam sejarah Jepang, Toyotomi Hideyoshi. Walau sudah mengalami banyak renovasi, namun istana Osaka masih tetap mengesankan karena menyimpan memori perang musim dingin yang menghancurkan klan Toyotomi.

Kembali pada Kongo Gumi, sejak berdirinya perusahaan ini selalu dimiliki dan dikelola oleh keluarga. Hal yang membuat Kongo Gumi bertahan hingga abad 20 ini ada tiga hal: merawat keahliannya, memilih bidang bisnis yang stabil dan tidak banyak saingan, serta luwes dalam memilih pimpinan perusahaan.

Keahlian Kongo Gumi dalam membangun dan memperbaiki kuil serta istana sulit dicari tandingannya, tidak saja di Jepang, juga di dunia. Keahlian ini diteruskan dengan sangat militan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Kongo Gumi juga memiliki kedisiplinan dalam memilih pemimpin perusahaan. Tidak harus laki-laki dan tidak harus anak laki-laki pertama –suatu hal yang langka di Jepang. Pimpinan perusahaan harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya sehat, semangat, cerdas, dan sedia berkorban untuk perusahaan. Para menantu dalam keluarga besar Kongo Gumi juga diwajibkan membawa nama keluarga Kongo, walaupun tidak ada seorangpun anak laki-laki dalam keluarganya.

Pada jaman Restorasi Meiji, Kongo Gumi kehilangan subsidi dari pemerintah yang selama ini menjadi andalannya. Maka sejak saat itu, Kongo Gumi pun menambah portofolio produknya menjadi kontraktor bangunan komersial. Walau demikian pendapatan dari konstruksi dan restorasi kuil serta istana tetap memberikan kontribusi 80 persen dari total pendapatan Kongo Gumi pada tahun 2004 sebesar US$ 67,6 juta.

Sayangnya, akibat ekspansi agresif di bidang real estate yang membutuhkan pinjaman dana, Kongo Gumi terlibat hutang hingga sebesar US$ 343 juta. Apalagi dengan perubahan sosial di Jepang, permintaan akan pembangunan dan perbaikan kuil menurun drastis. Tahun 2006, Masakazu Kongo, pimpinan Kongo Gumi generasi ke 40 menerima kebangkrutannya. Selanjutnya, Kongo Gumi diakuisisi oleh kelompok bisnis kontraktor Takamatsu Contruction Group yang ‘baru’ berdiri tahun 1917. Setelah 1428 tahun, Kongo Gumi pun berakhir.

Penguasaaan akan bahan baku, proses produksi, serta jejaring dengan konsumen pengguna membuat perusahaan produsen alat musik dengan merek Zildjian, yaitu Zildjian Cymbal Co. di Amerika Serikat terus bertahan. Perusahaan ini aslinya dikonsepsikan tahun 1623 di Konstantinopel atau sekarang lebih dikenal dengan nama Istanbul, Turki.

Seorang alkemis, Avedis I, menemukan campuran logam bahan simbal yang awet dan memberikan suara merdu. Murad IV, sultan penguasa Konstantinopel dari kerajaan Ottoman menamakan Avedis I “Zildjian” yang artinya pengrajin simbal. Tahun 1906 keluarga Avedis bermigrasi ke Amerika Serikat dipimpin oleh Avedis Zildjian III dengan tujuan membangun kemitraan dengan para penggebuk drum terkemuka. Hingga kini, dengan mempertahankan kualitas simbal dan paduannya dengan perangkat drum, Zildjian bertahan sebagai produsen simbal terbaik di dunia.

Kalau pelaku bisnis (1) ahli dalam bidangnya, (2) cinta pada pekerjaannya, (3) setia pada proses yang baik dan benar, serta (4) beroperasi pada industri yang stabil dengan sedikit pemain, maka banyak perusahaan akan berusia lebih dari 1400 tahun seperti Kongo Gumi.

Untuk perusahaan keluarga, keempat hal di atas tertanam dan merupakan bagian tak terpisahkan dalam nilai-nilai keluarga, sehingga menjadi aset stratejik yang sangat sulit untuk ditiru atau diakuisisi. Kepercayaan (trust) di antara anggota keluarga dan kompetensi anggota keluarga yang terlibat aktif dalam keluarga merupakan faktor penting dalam perusahaan keluarga.

Terakhir, walau sudah mampu menghasilkan kopi yang super enak, batik yang sangat indah, bangunan kuil yang mengesankan, atau simbal yang paling merdu, tidak mungkin langgeng perusahaan tanpa kemampuan mengikuti tuntutan jaman, bahkan menjadi trend setter yang visioner.

Oleh : Dr. Ningky Sasanti Munir – Koordinator Kelompok Keahlian Manajemen Strategi | PPM Manajemen


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved