Column

Pro-Kreasi atau Pro-Reaksi

Oleh Editor
Ilustrasi Covid-19. (foto: Shutterstock)

Tidak ada yang menduga dari awalnya bahwa pandemi ini akan terjadi selama ini. Tidak ada pula yang menyangka bahwa pencegahan atau penyelesaiannya itu bergantung pada keberanian pemimpin untuk melakukan tindakan yang tidak biasa, against all odds and critics. Apalagi, ini adalah krisis yang belum ada yurisprudensi dan referensi di masa lalu.

Formulasi yang tepat tentu belum terpetakan, yang ada adalah coba-coba yang terukur. Dengan harapan, semoga sukses. Kelihatannya aneh, tetapi itulah fakta yang harus diambil oleh pemimpin yang berani menantang krisis ini dengan formula purple ocean mengingat blue ocean belum terpikirkan dan red ocean sudah usang, meninjam Prof. Chan Kim dalam bukunya, Blue Ocean Strategy.

Seperti di China, sebagai negara awal yang terdampak hebat, tetapi ketika sudah berani melakukan tindakan yang tidak popuper seperti lock down dengan cepat, hasilnya mengejutkan. Sampai saat ini jumlah terdampak di China tidak melebihi 100.000 kasus. Aneh tetapi nyata. Namun, itulah fakta.

Ini yang saya pelajari. Sebagai pemimpin bisnis, saya belajar banyak dari apa yang dilakukan pemimpin di negara kita tercinta untuk membawa negara kita keluar dari krisis dengan penanganan yang saya sebut “pro-kreasi” bukan “pro-reaksi”.

Pemimpin yang berani bertindak pro-kreasi adalah pemimpin yang fokus pada penciptaan kesempatan baru di tengah tantangan yang ada, menciptakan kemungkinan baru di tengah ketidakpastian dan, dalam skala perusahaan, berani menciptakan produk baru, pasar baru, bahkan bisnis baru di tengah keterpurukan penjualan yang menggoyang seluruh arus kas.

Pemimpin pro-kreasi bukan tipe pemimpin yang suka menyalahkan orang lain atau lingkungan atau apa pun yang di luar kontrolnya. Pemimpin ini tidak suka memiliki sindroma “Seandainya…” atau “If…”.

Seandainya kita tahu pandemi ini akan berjalan seperti ini, saya akan segera tutup toko atau bisnis saya sesegera mumgkin; seandainya saya tahu seluruh dunia akan terdampak, saya tidak akan berinvestasi; seandainya pemerintah kita seperti pemerintah negara lain yang lock down cepat, kondisinya tidak separah ini.

Sindroma “seandainya” inilah yang mengakselerasi penyakit lain yang menjadi turunan sindroma ini, yaitu penyakit 3J. Justification bahwa saya tidak bersalah, dan saya bukan penyebab. Judgemental bahwa karena orang lain yang salah, saya terdampak seperti ini. Dan, kedua penyekit ini membuat kita memiliki mental Just. I am just a small business owner, I am just anordinary people, I am just whatever.

Sebaliknya, pemimpin pro-kreasi itu akan secara konsisten memompakan semangat buat diri sendiri, tim, dan komunitasnya bahwa obat yang paling mujarab bagi ketidakpastian dan ketidaktahuan adalah sikap proaktif. Harus secara cepat dan berani melakukan langkah tanggap sebelum terlambat. Belum tentu benar, atau malah mungkin bisa salah, tetapi sikap proaktif selalu akan menghasilkan keluaran yang lebih baik dibandingkan dengan prokrastinasi. Selain itu, ditambah asupan progressiveness, membuat solusi yang diambil selangkah lebih awal daripada yang masih memikirkan what we should do next.

Kecermatan dan keberanian pemerintah memesan vaksin lebih awal dengan kriteria yang tidak muluk, yakni asal disetujui WHO dan BPOM, adalah contoh tindakan bagaimana proaktif dan progresif itu memang perlu. Bahkan, lebih sigap lagi, kecepatan ini ditambah sehingga kita sudah secure contract untuk 600 juta vaksin, artinya we are one of the best country in the world yang sudah aman akan persediaan vaksin.

Sebaliknya, pemimpin yang masih suka prokrastinasi, menunggu sampai hasil positif dan menunggu sampai ada bukti, sekarang sudah ketinggalan kereta. Banyak negeri yang bingung mau pesan di mana dan pesan apa. Karena, hampir semua pabrikan sudah overdemand. Itu karena mereka jenis pemimpin yang pro-reaksi.

Dengan semangat pro-kreasi ini, pemerintah melaju dengan UU Cipta Kerja, mempercepat pemulihan ekonomi dengan serangkaian kebijakan probisnis seperti penurunan PPNBM mobil, rumah tapak, dan bahkan pajak dividen –untuk menyebut beberapa. Tidak mudah dan tentunya banyak tentangan, tetapi pemimpin pro-kreasi akan terus melakukan terobosan karena tujuannya sangat jelas, yakni kemaslahatan masyarakat banyak dalam jangka panjang –kalau dalam skala mikro, keberlangsungan usaha dan mempertahankan employment sebanyak mungkin.

Bahwa tidak mungkin ada peraturan atau kebijakan yang sempurna yang bisa menyenangkan semua orang itu semua sudah mafhum, tetapi sedkit yang berani mengambil keputusan walaupun reaksi akan banyak.

Di tingkat nasional, gebrakan demi gebrakan sudah dilakukan dan saya yakin tahun ini akan berhasil memasuki zona hijau pertumbuhan PDB kita. Bagaimana dengan kita sebagai pemimpin di sektor mikro?.

Kita harus juga berani mengambil langkah pro-kreasi dengan terobosan yang kadang harus mengamputasi kepentingan diri sendiri dan harus berkorban untuk orang lain yang lebih membutuhkan dari kita.

Hanya dengan itu, kita akan puas, dan dengan tenang kita bisa kerkata, saya masih human karena think of human and not things. (*)

Paulus Bambang WS


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved