Column

Topeng

Topeng

Di suatu senja, saya dan beberapa kawan mengobrol santai. Topik pembicaraan ngalor-ngidul, hingga sampai pada satu topik tentang selebritas, termasuk politisi. Seorang kawan menyoroti para tokoh itu dari sisi paras wajah, “Kebanyakan wajah mereka kelihatan lelah.” Seorang kawan lain menyambung, “Iya lho, mereka itu stres. Pada nggak pernah bisa rileks, nggak bisa lepas. Muka disetel santai, tetapi sebenarnya tegang. Kelihatan banget, nggak asli.” Seorang kawan lain lagi menyambung dalam nada minor, “Ya capeklah. Mereka kan pakai topeng. Capek lho pakai topeng terus-terusan.“

Pongki Pamungkas

Pongki Pamungkas

“Pakai topeng“. Ini suatu idiom yang menggambarkan orang yang berusaha tidak menampakkan wajah aslinya. Orang-orang tersebut berusaha menampilkan wajah (rupa) yang lain, yang bukan dirinya. Topeng tidak harus selalu berwujud tutup wajah yang terbuat dari material tertentu. Topeng bisa berwujud tata rias wajah dan busana tertentu. Dalam pengertian lebih luas, memakai topeng juga bisa diartikan sebagai berakting, berpura-pura memainkan peran tertentu.

Saya pernah diledek mantan atasan saya, seseorang yang suka sekali bercanda. “Masih jadi pegawai, ya?” dia memulai ledekannya. “Iya. Kenapa?” saya bertanya balik sambil bersiap diledek. Dia melanjutkan, “Masih suka me-review anak buah sambil pura-pura marah?” Saya tertawa. Saya jadi membayangkan, dalam bekerja pun – dalam kenyataan — saya juga harus berakting. Kadang-kadang harus berpura-pura marah.

Mengenakan topeng lazimnya dilakukan dalam pentas seni budaya, dalam pergelaran sandiwara, opera, atau pelbagai bentuk aksi panggung lainnya. Secara esensial mengenakan topeng atau berakting adalah bagian dari praktik seorang pemain seni peran, sebagai bagian dari praktik panggung sandiwara. Sementara pengertian “berakting” — dalam lingkup sempit — adalah memainkan seni peran dalam teater, televisi, film atau media lain.

Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata mengenakan topeng atau berakting adalah bagian dari perjalanan itu. Dalam kehidupan sehari-hari, acapkali situasi mengenakan topeng itu tak terhindarkan. Kita sering mengarungi situasi yang harus kita hadapi dengan senyum meskipun kita kaget, atau kita kecewa karena anak buah melakukan kesalahan, atau marah manakala mobil kita ditabrak kendaraan lain yang ugal-ugalan.

Mengenakan topeng, atau berakting, adalah suatu hal yang manusiawi. Semua orang melakukannya, sesuai dengan kebutuhan situasional masing-masing. Ian Antono, gitaris grup musik rock legendaris Indonesia, God Bless, dalam lagunya, Panggung Sandiwara, menyatakan:

Dunia ini panggung sandiwara. Cerita yang mudah berubah.

Kisah Mahabarata atau tragedi dari Yunani.

Setiap kita dapat satu peranan, yang harus kita mainkan.

Ada peran wajar, ada peran berpura-pura.

Namun, tak semua orang pandai berakting. Dan tak semua orang sependapat, bahwa mengarungi kehidupan adalah menjadi pemain sandiwara. Sebagaimana Johann Wolfgang Goethe, penulis dan politisi Jerman, mengakuinya, “Berpikir itu mudah. Berakting itu sulit. Memindahkan suatu pemikiran ke dalam suatu penampilan adalah suatu hal tersulit di dunia.” Atau menurut penulis Amerika, Nathaniel Hawthorne, “Tak ada orang yang selama jangka waktu tertentu bisa mengenakan satu wajah untuk dirinya sendiri dan satu wajah lagi di depan orang banyak, tanpa akhirnya bingung wajah mana yang benar.“

Pongki Pamungkas

Stephen Covey, penulis 7 Habits of Highly Effective People, berpandangan, “Jika saya ingin menggunakan strategi dan taktik memengaruhi orang lain agar dapat membuat mereka melakukan apa yang saya inginkan, bekerja lebih baik, menjadi lebih bersemangat, menyukai saya dan orang lain — sementara karakter saya sendiri justru tercela, bermuka dua dan tidak tulus – pada akhirnya saya pasti akan gagal. Sikap bermuka dua saya akan melahirkan rasa curiga, dan semua hal yang saya lakukan – kendati menggunakan teknik menjalin hubungan yang baik – akan tetap dianggap manipulasi.”

John C. Maxwell, penulis dan motivator terkemuka dunia, menyuarakan nasihatnya, “Banyak orang sukses sejenak karena apa yang mereka ketahui. Beberapa orang sukses sementara karena apa yang mereka lakukan. Segelintir orang sukses sepanjang masa karena jati diri mereka yang sesungguhnya.” Selalu dalam semangat dan pikiran positif, jadilah diri Anda sendiri. Be yourself.(*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved