My Article

Dampak Green Accounting Terhadap Kinerja Keuangan

Oleh Admin
Dampak Green Accounting Terhadap Kinerja Keuangan

Oleh: Martdian Ratna Sari S.E, M.Sc – Faculty Member PPM School of Management

Merujuk pada artikel penulis sebelumnya yang mengkritisi besaran peran industri dalam perusakan lingkungan http://swa.co.id/swa/my-article/green-business-green-accounting, kali ini penulis ulas bagaimana Green Business tersebut memengaruhi kinerja perusahaan, khususnya pada kinerja keuangan.

my article

Martdian Ratna Sari S.E, M.Sc, Faculty Member PPM School of Management

Ketika perusahaan memiliki andil besar dalam perusakan lingkungan sekitar, maka para pebisnis harus mengubah pola pikir mereka yang awalnya hanya memperhatikan besaran laba tiap tahun, dengan mulai memperhatikan lingkungan sekitar yang menjadi sumber daya utama perusahaan. Lalu, apa tantangan terbesarnya?

Tantangan terbesarnya adalah kesediaan perusahaan mengeluarkan sejumlah biaya yang dialokasikan untuk perbaikan lingkungan maupun melestarikan lingkungan itu sendiri. Faktanya, tidak semua perusahaan bersedia mengeluarkan sejumlah uang untuk biaya lingkungan tersebut, karena biaya tersebut secara otomatis akan mengurangi besaran laba yang diperoleh sehingga akan berdampak pada kinerja keuangan perusahaan. Benarkah dengan adanya sejumlah biaya lingkungan yang dikeluarkan serta merta menurunkan kinerja keuangan perusahaan?

Green Accounting berfokus pada perlakuan akuntansi dan pelaporan informasi atas pengorbanan aset-aset ekonomi perusahaan untuk biaya tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pengorbanan sejumlah aset ekonomi perusahaan untuk kepentingan sosial dan lingkungan tersebut bertujuan untuk memberikan nilai tambah kepada masyarakat dan lingkungan.

Perlakuan akuntansi atas biaya tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagai beban periodik yang dicatat pada kelompok biaya adminitrasi dan umum pada laporan laba rugi. Perlakuan akuntansi atas biaya tersebut berpengaruh negatif terhadap besaran laba bersih, sehingga besaran laba periodik yang dihasilkan menurun.

Penurunan laba ataupun peningkatan rugi bersih yang dikhawatirkan para pebisnis secara tidak langsung berdampak buruk pada kelangsungan posisi keuangan perusahaan dan eksistensi perusahaan. Tetapi, akankah setiap tahun laba perusahaan terus menurun dengan besaran biaya lingkungan tersebut?

Dalam artikel Lange (2003) yang berjudul Policy Application of Environmental Accounting, dijelaskan bahwa hubungan antara lingkungan dan akuntansi sudah dikembangkan sejak tahun 1970-an melalui kerangka (framework) oleh para praktisi, dan untuk menanggapi secara positif masalah antara lingkungan dan akuntansi, praktisi menggagas bahwa diperlukan sebuah Enviro Management dalam suatu perusahaan. Yakni, suatu cara pandang perusahaan yang menilai bahwa lingkungan adalah aset perusahaan bukan sebagai biaya perusahaan.

Ketika perusahaan menilai bahwa lingkungan adalah aset perusahaan yang digunakan sebagai strategi perusahaan, maka pengelolaan lingkungan menjadi perhatian utama dan perusahaan tidak akan berusaha menghindari biaya yang akan dikeluarkannya. Karena pada akhirnya besaran biaya lingkungan yang dikeluarkan tersebut akan memberikan nilai tambah dan juga meningkatkan nilai perusahaan.

Ketika perusahaan melihat bahwa biaya lingkungan yang dikeluarkan merupakan pengeluaran investasi (aset), maka perusahaan juga berpandangan bahwa di waktu-waktu mendatang perusahaan akan memperoleh manfaat sosial dan ekonomi (profitability). Dari sisi sosial, perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan dinilai ramah lingkungan oleh pemerintah maupun masyarakat sehingga reputasi perusahaan meningkat.

Dari sisi ekonomi, dengan mencatat dan mengungkapkan biaya lingkungan perusahaan, diharapkan investor dapat mempertimbangkan informasi pengungkapan biaya lingkungan tersebut, sehingga dalam pengambilan keputusan investasi, investor tidak hanya berdasarkan pada informasi laba perusahaan saja. Pencatatan dan pengungkapan yang semakin luas akan semakin memperkecil asimetri informasi antara perusahaan dengan para pemangku kepentingan termasuk masyarakat sekitar.

Dengan semakin kecilnya tingkat asimetri informasi, hal ini akan menciptakan kepercayaan para pemangku kepentingan kepada perusahaan, yakni dengan diterimanya produk perusahaan, kesetiaan pelanggan, serta semakin meningkatnya investasi, sehingga kepercayaan-kepercayaan tersebut akan meningkatkan laba, ROE, ROA, serta meningkatnya competitive advantage.

Karena semakin luasnya informasi yang disediakan, maka semakin besar pula kepercayaan investor dalam menanamkan investasinya, dan secara langsung berpengaruh terhadap pergerakan harga saham yang naik serta peningkatan volume saham yang diperdagangkan yang tentunya akan meningkatkan return saham perusahaan.

Yang perlu diingat adalah, perusahaan tidak bisa menilai pengeluaran untuk biaya lingkungan tersebut hanya sebatas pada perolehan laba jangka pendek, tetapi perusahaan perlu melihat bagaimana biaya lingkungan tersebut memberikan berbagai peningkatan nilai ekonomi bagi perusahaan dalam jangka panjang.

Tidak dipungkiri bahwa laporan keuangan tahunan yang dikeluarkan perusahaan menjadi salah satu pedoman investor dalam berinvestasi, dan ketika perusahaan mengungkapkan semua informasi perusahaan termasuk pengungkapan biaya lingkungan dalam laporan tahunan, hal tersebut menjadi sinyal positif kepada para investor. Dan dengan semakin luas perusahaan mengungkapkan biaya lingkungan yang dikeluarkan, maka semakin besar perusahaan terhindar dari kewajiban-kewajiban kontijensi di masa depan.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved