My Article

Kebijakan BI dalam Pengembangan Literasi EKS

Oleh Editor
Kebijakan BI dalam Pengembangan Literasi EKS
Jusuf Irianto, Guru Besar Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga

Oleh: Jusuf Irianto, Guru Besar Manajemen SDM Dep. Adm. Publik FISIP Universitas Airlangga, Pengurus MUI Jawa Timur

Jusuf Irianto, Guru Besar Dep. Adm. Publik FISIP Universitas Airlangga, Pengurus MUI Jawa Timur

Menjelang bulan Januari lalu berakhir (Rabu, 26/01/2022), Bank Indonesia (BI) merilis tiga laporan sekaligus. Rilis dokumen ini pertama kali diwujudkan sebagai komitmen BI terhadap pelaksanaan pasal 58 Undang-undang (UU) No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Sesuai amanah UU, BI berkewajiban menyajikan laporan transparansi dan akuntabilitas setiap tahun. Untuk tahu 2021 ini, dirilis dokumen berupa Laporan Perekonomian Indonesia (LPI), Laporan Tahunan Bank Indonesia (LTBI), serta Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah (LEKSI).

Komitmen kuat BI menunjukkan upaya konsisten melakukan transformasi tata kelola kelembagaan berdasar independensi, koordinasi, transparansi dan akuntabilitas.

Dokumen LPI 2021 menyajikan gambaran perekonomian yang telah dilampaui disertai proyeksi tahun 2022. Diulas pula sinergi dan inovasi kebijakan mendukung pemulihan ekonomi termasuk transformasi bauran kebijakan dan akselerasi ekonomi keuangan digital sebagai bab tematik.

Sedangkan LTBI 2021 mengelaborasi strategi transformasi kelembagaan BI berfokus pada kebijakan, organisasi, sumber daya manusia (SDM), budaya kerja, dan transformasi digital. Langkah transformatif tersebut bertujuan membangun BI sebagai bank sentral didukung kinerja unggul.

Dokumen ketiga yang dirilis BI yakni LEKSI 2021. Dalam laporan ini dinarasikan berbagai data dan informasi tentang perkembangan dan arah kebijakan ekonomi dan keuangan syariah. Dalam konteks ini, BI memfokuskan diri baik pada sinergi ekonomi syariah nasional maupun program pengembangan BI. Semua dilakukan BI melalui kolaborasi dengan pemerintah, otoritas lembaga terkait, dan pemangku kepentingan (stakeholders) nasional dan internasional.

BI juga berupaya melakukan penguatan terhadap arah kebijakan ekonomi dan keuangan syariah. Termasuk dalam upaya tersebut adalah penguatan kebijakan dan pengayaan berbagai tema spesifik melIputi perkembangan sektor prioritas halal value chain bagi dua bidang garap yakni makanan-minuman halal dan fashion muslim. Di samping itu juga mengarah pada bahasan tentang wakaf produktif sebagai alternatif sumber pembiayaan.

Tulisan ini bertujuan mengulas pandangan tentang pengembangan ekonomi dan keuangan syariah guna mengembangkan gagasan yang ada dalam LEKSI 2021 yang dirilis BI dengan mengingat potensi yang melekat di dalamnya.

Pengembangan Potensi EKS

Ekonomi dan Keuangan Syariah (EKS) sangat potensial dalam rangka mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan umat. Jumlah umat Islam di Indonesia mencapai 87,2% dari total populasi sehingga berpotensi besar dalam pengembangan EKS secara inklusif.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa potensi besar keuangan syariah berdasar indeks inklusi keuangan tersebut didukung oleh ketersediaan aset keuangan syariah, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Syariah, dan jumlah debitur syariah yang kian bertambah.

Tahun 2021 lalu, Indonesia naik peringkat dari 5 ke 4 dalam pengembangan keuangan syariah dunia di bawah Malaysia, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab. Sementara itu, nilai aset keuangan syariah menempati peringkat 7 dunia yang mencapai nilai US$99 miliar.

Pemerintah terus berupaya terus mengembangkan EKS. Namun upaya tak mudah dilaksanakan karena adanya berbagai tantangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengindikasikan rendahnya literasi keuangan syariah sebagai faktor determinan. Data OJK menujukkan indeks literasi tersebut berkisar di angka 8,93% atau jauh di bawah indeks nasional yaitu 38,03%.

Sementara itu, indeks inklusi keuangan syariah baru mencapai 9,1% atau di bawah indeks nasional yakni 76,19%. Literasi keuangan rendah mengakibatkan perkembangan pasar saham industri jasa keuangan syariah relatif kecil yakni hanya 9,9% dari aset industri keuangan nasional.

Persoalan menjadi kian berat bagi bank syariah karena dari sisi permodalan pun terbatas. Terdapat beberapa bank syariah yang beroperasi hanya bermodal di bawah Rp 2 triliun. Sumber daya industri keuangan syariah pun terbatas hingga sangat butuh SDM yang mumpuni di bidang perbankan syariah.

Produk yang ditawarkan perbankan syariah perlu dibenahi akibat keterbatasan riset dan pengembangan keuangan syariah. Untuk mengakomodir tuntutan masyarakat, layanan yang diberikan perbankan syariah perlu lebih inovatif. Hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk dan layanan keuangan syariah.

Untuk mendukung geliat perbankan syariah dalam konteks pengembangan EKS, tak lepas dari pengembangan literasi masyarakat terhadap EKS itu sendiri.

Literasi EKS

Kegiatan literasi EKS bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan agar lebih terampil mengelola keuangan berbasis syariah.

OJK menekankan literasi keuangan sebagai bagian tak terpisahkan dari inklusi keuangan. Inklusi keuangan merupakan proses yang menjamin kemudahan akses, ketersediaan, dan penggunaan sistem keuangan formal yang terbuka bagi semua stakeholders.

Guna mengembangkan literasi dalam konteks keterbukaan, program edukasi merupakan wahana efektif memberi bekal masyarakat mampu membuat keputusan keuangan sesuai syariat.

Dalam program edukasi EKS, masyarakat dapat mengenal lebih baik tentang kelembagaan jasa keuangan syariah, fitur produk dan jasa keuangan syariah, manfaat dan risiko produk, hak/kewajiban pengguna, serta informasi lain yang dibutuhkan, misalnya, berupa akad transaksi, dan seterusnya.

Dunia perbankan diyakini berperan penting dalam meningkatkan literasi masyarakat terhadap keuangan dan ekonomi syariah.

Sebagai bank sentral, di tahun 2020 silam BI mengembangkan kebijakan yang menekankan pada upaya membangun kesadaran melalui literasi EKS. Kebijakan ini mendasarkan diri pada asumsi masih rendahnya indeks literasi masyarakat.

Dalam program edukasi membangun literasi EKS tersebut, BI membuat singkatan yang mudah diingat masyarakat, misalnya, syariah BAIK yang merupakan singkatan dari Berkah, Adil, Inklusif dan Kerjasama. Selain itu juga diadakan promosi bertujuan untuk memperkuat branding & positioning EKS secara masif melalui kanal digital maupun konvensional.

BI juga aktif membuat dan menyebarkan video dakwah dalam bentuk bincang artis melalui media sosial atau saluran televisi. Untuk menarik minat masyarakat, BI juga melakukan edukasi dengan membuat serial mini “Eksyar/Ekonomi Syariah”, pengajian, dan kegiatan efektif lainnya.

Dunia perbankan pun tak ketinggalan turut berupaya meningkatkan literasi EKS. Berbagai kegiatan dilakukan bank swasta maupun pemerintah melibatkan berbagai lapisan masyarakat melalui program edukasi dan literasi EKS.

Edukasi dapat berbentuk pelatihan pembukuan bagi takmir masjid atau mushola berbasis aplikasi digital sekaligus meningkatkan kesadaran tanggung jawab dalam mengelola dana umat. Bagi perbankan, kegiatan edukasi keuangan syariah sekaligus merupakan wujud tanggung jawab sosial perusahaan.

Peningkatan literasi dan inklusi EKS merupakan kewajiban semua pihak khususnya penyedia jasa keuangan. Peran intensif perbankan diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berekonomi secara syariah.

Perbankan dapat berinovasi sebagai penghubung dalam pengembangan keuangan syariah. Peran penghubung tersebut bertujuan meningkatkan pertumbuhan EKS melalui tata kelola zakat dan wakaf, sukuk, digitalisasi dan pengembangan fintech, serta regulasi yang akomodatif untuk investasi.

Konsistensi kebijakan membangun ekosistem EKS membutuhkan kesatuan gerak setiap pihak melalui koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi stakeholders lebih efektif. Pemerintah patut hadir memberi dukungan berupa regulasi dan insentif sebagai benefits bagi umat.

Selanjutnya, pengembangan literasi EKS oleh perbankan diharapkan menyasar usaha mikro, menengah, dan kecil (UMKM) melalui kebijakan afirmatif dan menguntungkan.

Literasi keuangan syariah juga perlu menimbang potensi pondok pesantren (ponpes). Data Kementerian Agama pada tahun 2020 menunjukkan jumlah ponpes mencapai 28.194 entitas. Sebanyak 44,2% di antaranya berpotensi tangguh berperan sebagai motor penggerak ekonomi syariah.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved