My Article

Kepemimpinan di Era Digital (e-leadership)

Kepemimpinan di Era Digital (e-leadership)

Oleh: Ningky Sasanti Munir – Kelompok Keahlian Transformasi Stratejik dan Inovasi PPM Manajemen

Dr. Ningky Sasanti Munir - Koordinator Kelompok Keahlian Manajemen Strategi dan Entrepreneurship | PPM School of Management
Ningky Sasanti Munir

Dalam satu dekade terakhir, para pemimpin perusahaan menghadapi eskalasi dua hal baru: meningkatkan jangkauan global perusahaan karena mereka melakukan bisnis di luar batas-batas negara, dan secepat mungkin melakukan inovasi berbasis teknologi informasi.

Akibatnya, pendekatan kepemimpinan tradisional tidak lagi dirasa efektif untuk mengelola dan memimpin bisnis untuk mencapai tujuan organisasi. Ada kebutuhan untuk melampaui kepemimpinan tradisional dan menggunakan gaya kepemimpinan baru.

Kepemimpinan berarti interaksi antara pemimpin dan pengikutnya di mana pemimpin membimbing dan mengawasi pengikutnya untuk melakukan pekerjaan. Jadi, kepemimpinan berarti memengaruhi orang-orang untuk bekerja mencapai tujuan organisasi, kelompok, atau mungkin juga tujuan pribadi pemimpin. Dengan perkembangan dan inovasi dalam teknologi informasi dan komunikasi (TIK), seperti pengembangan e-commerce dan internet, gaya kepemimpinan baru telah muncul yang disebut e-leadership.

Huruf ‘E’ memang menjadi umum setelah ditemukannya surat yang seliweran berjalan kian kemari melalui internet (e-mail). E-mail adalah kata pertama yang menempatkan ‘E’ di depannya. Kemudian ada e-business, e-commerce, e-book, e-seminar, e-government, e-procurement, dan lain-lain. Dan, sekarang kepemimpinan mulai menjadi bagian dari revolusi ini.

Istilah e-leadership atau kepemimpinan elektronik diperkenalkan oleh Avolio, Kahai, dan Dodge melalui artikel ilmiah berjudul E-leadership: Implications for Theory, Research, and Practice yang terbit di jurnal ilmiah Leadership Quarterly tahun 2000. Menurut artikel yang menjadi rujukan utama peneliti kepemimpinan di era digital itu, e-leadership terjadi dalam konteks e-environment di mana pekerjaan dilakukan melalui teknologi informasi terutama melalui internet.

Dalam konteks ini tidak hanya komunikasi tetapi pengumpulan dan penyebaran informasi antara pengikut dan pemimpin juga terjadi melalui media elektronik. Di sini para pemimpin disebut e-leader atau pemimpin virtual. Pendekatan kepemimpinan yang digunakan oleh para pemimpin virtual, disebut e-leadership.

Pemimpin virtual adalah pemimpin yang mengarahkan orang-orang dari jarak jauh untuk melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi. Mereka menggunakan teknologi baru untuk meningkatkan pekerjaan mereka, untuk menemukan model bisnis baru, untuk berkomunikasi dengan pengikut mereka. Interaksi tatap muka tradisional telah diganti dengan media elektronik.

E-leadership terutama ditemukan dalam e-business: bisnis yang dilakukan melalui media elektronik terutama melalui internet. E-leadership yang juga disebut kepemimpinan jarak jauh dan itu menggantikan kepemimpinan tradisional karena kemajuan teknologi.

Tantangan yang Dihadapi oleh E-Leader

Pemimpin virtual harus berkomunikasi dengan orang-orang melalui media elektronik secara efektif. Padahal tanpa komunikasi tatap muka, sangat sulit untuk memercayai seseorang. Jadi, membangun kepercayaan dengan pengikut dalam komunikasi virtual adalah tantangan besar bagi pemimpin karena komunikasi tatap muka tidak terjadi di antara mereka. Juga sangat sulit bagi pemimpin untuk menginspirasi orang-orang, memotivasi dan mengilhami mereka untuk melakukan pekerjaan dengan baik dalam situasi virtual karena dia tidak dapat melihat reaksi dan ekspresi mereka tentang arahan dan bimbingannya.

Kalaupun komunikasi virtual dapat dilakukan secara efektif, pemimpin virtual masih harus berusaha keras mengarahkan dan membimbing orang-orang dari jarak jauh. Hal ini yang menciptakan tantangan besar bagi pemimpin untuk menciptakan budaya virtual kolaboratif. Yaitu budaya yang membantunya didengar oleh semua pengikut sehingga mereka dapat berkoordinasi dengan dia untuk mencapai tujuan bersama. Membangun iklim sosial melalui TIK sehingga para pengikutnya berkoordinasi satu sama lain dan bekerja dengan cara yang lebih bertanggung jawab secara sosial dengan mengingat yang lain.

Kualitas yang Dibutuhkan E-Leader

Studi mendalam mengenai e-leadership menunjukkan adanya lima perbedaan prinsip dengan kepemimpinan tradisional yang berdampak pada kebutuhan keterampilan atau kemampuan yang khusus.

Pertama adalah jenis komunikasi. Dalam kepemimpinan tradisional komunikasi tatap muka terjadi antara pemimpin dan para pengikutnya tetapi dalam kasus komunikasi e-leadership komunikasi terjadi melalui media elektronik seperti internet, antara pemimpin dan para pengikutnya. Media komunikasi tersebut bisa yang relatif ‘tradisional’ seperti email, bisa juga dengan memanfaatkan aplikasi whatsapp (WA) dan LINE, bahkan direct message dalam aplikasi instagram.

Oleh sebab itu, pemimpin virtual harus memiliki keterampilan komunikasi yang baik. E-leadership membutuhkan penggunaan media elektronik untuk berkomunikasi dengan para pengikut. Email sebagian besar digunakan oleh para pemimpin virtual sehingga mereka harus memiliki keterampilan komunikasi tertulis untuk menyelesaikan pekerjaan dari pengikut mereka sesuai dengan arahan mereka.

Pemimpin virtual juga harus memiliki keterampilan jejaring sosial. Situs sosial seperti Facebook, twitter, instagram, LINE, dan lain sebagainya juga dapat digunakan oleh para pemimpin untuk memimpin pengikut mereka sehingga mereka harus memiliki keterampilan untuk menggunakan situs ini secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi mereka.

Perbedaan kedua adalah dalam hal anggota. Dalam hal pemimpin kepemimpinan tradisional dan pengikutnya adalah anggota utama tetapi dalam kasus pemimpin e-leadership disebut pemimpin virtual dan pengikut disebut pengikut virtual. Karena bersifat virtual, emosi dan respons psikologis antara pengikut dan pemimpin sulit ditangkap.

Pemimpin virtual perlu memiliki sensitivitas terhadap pola pikir pengikut. Di sini juga penting dipahami bahwa pengikut berasal dari latar belakang sosial dan ekonomi yang berbeda sehingga pemimpin virtual harus dapat memahami pola pikir dan nilai-nilai pengikut

Perbedaan ketiga adalah aspek kualitas. Kualitas keduanya sama tetapi para anggota dalam e-leadership harus memiliki pengetahuan tentang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang baru dan modern, sesuatu yang tidak diperlukan dalam kasus kepemimpinan tradisional.

Pemimpin virtual tentu memiliki kemampuan untuk menggunakan TIK dengan baik. Ia harus memiliki pengetahuan tentang TIK terkini untuk mengarahkan orang-orang melalui media elektronik karena ini adalah dasar dari e-leadership. Kemudian ia memiliki kemampuan untuk meyakinkan orang lain tentang manfaat dari teknologi baru, karena ia harus dapat meyakinkan orang lain bahwa komunikasi melalui media elektronik memberikan berbagai manfaat seperti membantu menghilangkan hambatan waktu dan jarak. Selain itu dia harus cukup inovatif untuk menggunakan teknologi baru dalam kepemimpinannya menuai manfaat dari teknologi modern.

Perbedaan keempat adalah kebutuhan akan tempat. Dalam kepemimpinan tradisional, kantor atau tempat tertentu diperlukan untuk melakukan pekerjaan oleh pemimpin dan pengikutnya. Tetapi dalam e-leadership, kantor di lokasi tertentu tidak diperlukan, mereka dapat berkomunikasi satu sama lain bahkan dari jarak satu tempat ke tempat lain, dari satu negara ke negara lain.

E-leader juga harus memiliki pengetahuan bagaimana berpikir dan bekerja melintasi batas waktu, batas ruang, dan rintangan budaya di mana pengawasan dan interaksi langsung tidak dimungkinkan. Dengan teknologi informasi dan komunikasi, pemimpin dapat berkomunikasi tidak hanya dengan ratusan tetapi ribuan orang sekaligus hanya dengan menyentuh tombol.

Pemimpin virtual perlu memiliki pola pikir global dan multikultural. Pemimpin virtual beroperasi dari kejauhan, mereka dapat memandu orang-orang dari sebuah organisasi yang bekerja di luar batas-batas kota, provinsi, bahkan negara, yang melibatkan karyawan dari budaya yang berbeda, dalam hal ini penting bagi pemimpin virtual untuk memiliki pola pikir dan sikap untuk membimbing mereka dengan benar.

Pemimpin virtual sebaiknya memiliki kemampuan untuk memantau dan mengelola pekerjaan virtual secara efektif. Ia harus memiliki kualitas untuk memantau dan mengelola pekerjaan virtual secara efektif untuk mengetahui apakah mereka berfungsi dengan baik atau tidak, apakah komunikasi elektronik berfungsi atau tidak, apakah pengikut memahami arahannya atau tidak.

Perbedaan terakhir adalah ketersediaan anggota. Dalam hal kepemimpinan tradisional semua anggota hanya tersedia selama jam kantor tetapi anggota e-leadership tersedia bahkan di luar jam kerja, 24 jam sehari 7 hari seminggu. Oleh sebab itu pemimpin virtual harus memiliki orientasi 24×7 – mereka harus dapat bekerja kapan saja 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.

Namun demikian, e-leader harus cukup fleksibel untuk menghadapi perubahan lingkungan bisnis, perubahan lingkungan teknologi, sehingga ia dapat melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi dengan mengingat perubahan di lingkungan bisnis.

Saran bagi Perusahaan dan Calon e-Leader

Memerhatikan perbedaan antara pendekatan kepemimpinan tradisional dan e-leadership, ada dua hal yang dapat dilakukan bagi para (calon) e-leader agar dapat memimpin dengan efektif.

Pertama, mendapatkan pelatihan yang tepat. Yaitu pelatihan untuk memberikan pengetahuan tentang teknologi informasi dan komunikasi terbaru karena TIK adalah basis untuk e-leadership.

Tanpa pengetahuan tentang teknologi informasi terbaru, e-leadership tidak dapat berhasil digunakan oleh perusahaan. Selain itu, pelatihan mengenai pendekatan kepemimpinan tradisional dan e-leadership sendiri terbukti sangat memengaruhi efektivitas e-leadership di perusahaan atau organisasi pada umumnya.

Kedua, tetap menggunakan komunikasi tatap muka dalam e-leadership. Memang benar bahwa komunikasi tatap muka tidak diperlukan bagi pemimpin virtual untuk memandu pengikutnya. Namun tanpa interaksi tatap muka, bisa sulit bagi e-leader untuk melihat ekspresi dan reaksi para pengikut tentang instruksinya.

Mungkin sulit bagi e-leader untuk menginspirasi dan memotivasi para pengikut dengan cara yang lebih baik. Jadi video call atau tele-conference dapat digunakan untuk melakukan komunikasi tatap muka antara e-leader dan para pengikutnya.

Terakhir, perlu disadari bahwa walaupun menggunakan media elektronik, tidak berarti e- leadership hanya pas dengan gaya kepemimpinan otokratik yang berorientasi pada tugas. Pemimpin virtual, justru perlu berorientasi pada orang (people-oriented) dan sekaligus memiliki orientasi teknis (technically-minded) yang kuat.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved