My Article

Liku-liku Bisnis Jasa Titip

Liku-liku Bisnis Jasa Titip
Dwi Arifin

Oleh: Dwi Arifin dan M. Ernanda, HIPOTESA IPB (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Intitut Pertanian Bogor

Dewasa ini, bisnis jasa titip (jastip) tengah menjadi peluang usaha yang menarik. Jasa titip merupakan bisnis yang biasanya dilakukan oleh seseorang yang tengah melakukan traveling, baik di dalam negeri maupun luar negeri, dan kemudian membuka jasa pembelian barang-barang yang diinginkan oleh orang lain, dalam artian konsumen. Munculnya pelaku bisnis jastip biasanya berawal dari seseorang yang melakukan pembelian produk dalam rangka hanya untuk memenuhi pesanan kerabat ketika pelaku bisnis jastip tengah melakukan travelling. Lambat laun, para pelaku bisnis jastip melihat peluang usaha dari kegiatan jastip. Mereka dapat mengambil keuntungan dari setiap titipan barang yang dititipkan. Bermodalkan smartphone, koneksi internet, dan media sosial, kegiatan jastip bertransformasi menjadi sebuah bisnis personal shopper yang menguntungkan di tengah berbagai kehadiran online marketplace yang ada. Di tengah dominasi berbagai bisnis online shop kehadiran bisnis jastip tetap dapat menghasilkan keuntungan dan menarik minat konsumen.

Pesatnya perkembangan teknologi, maraknya penggunaan media sosial, serta sifat konsumtif masyarakat Indonesia yang relatif tinggi melatarbelakangi pertumbuhan minat masyarakat melakukan bisnis jastip. Wearesosial Hootsuite (2019) mengatakan bahwa 56 persen populasi penduduk Indonesia atau 150 juta dari 268 juta penduduk Indonesia merupakan pengguna media sosial aktif. Dari sisi konsumsi rumah tangga, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) sektor konsumsi rumah tangga pada Triwulan III 2018 atas dasar harga konstan sebesar Rp 1.440,84 triliun atau sekitar 53,68 persen dari total PDB nasional. Artinya, perekonomian Indonesia saat ini masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga.

Bisnis jastip yang berkonsep personal shopper tidak mengharuskan pelaku usaha jastip untuk menyetok barang dalam jumlah besar dan beragam seperti layaknya online shop. Pelaku usaha jastip hanya akan membeli barang yang diminta oleh konsumen. Beberapa jenis produk utama yang kerap menjadi sasaran konsumen pengguna layanan jastip antara lain kosmetik, fashion wanita, makanan kemasan, perabotan rumah tangga, pernak-pernik keramik, produk elektronik, dan lain-lain. Negara-negara tujuan utama pelaku bisnis jastip dalam melakukan usahanya beragam, mulai dari kawasan Asia, Amerika, hingga Eropa. Di Asia, beberapa negara tujuan utama tersebut antara lain Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Thailand. Dari sisi pengguna, menunjukan bahwa 70 persen pengguna layanan jastip adalah wanita dan sisanya adalah pria.

Produk jastip terbagi menjadi dua tipe; produk dalam negeri dan luar negeri. Polemik bisnis jastip timbul manakala menyangkut produk-produk impor luar negeri. Hal tersebut dapat memicu munculnya masalah terkait dengan bea cukai. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 203 Tahun 2017, masuknya barang impor yang dibawa seseorang untuk milik pribadi yang total nilainya di bawah USD 500 akan bebas bea masuk atau free on board (FOB) di Indonesia. Realitanya, total barang-barang impor yang dibeli melalui layanan jastip kerap memiliki harga di atas USD 500.

Ketika nilai barang bawaan pelaku usaha jasa titip berharga diatas USD 500, pelaku bisnis jasa titip mencari celah untuk terbebas dari bea masuk. Upaya mencari celah bebas bea masuk ini yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara. Terlebih, apabila barang-barang yang dibawa oleh para pelaku bisnis jastip merupakan barang yang sudah diimpor oleh Indonesia dan dikenakan tarif tertentu. Pengenaan tarif dan penerimaan dari tarif impor yang diberlakukan akan menjadi kurang efektif.

Polemik usaha jastip lainnya berkaitan dengan produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Usaha jastip dapat berdampak terhadap kelangsungan produk-produk UMKM tersebut. Produk UMKM yang tak jarang masih kurang mendapat perhatian dan terekspos keberadaannya oleh masyarakat menjadi terancam. Pelaku usaha jastip yang lebih banyak menyorot barang-barang impor ataupun produk yang hanya dijual di mal dapat menurunkan minat masyarakat untuk membeli produk-produk hasil UMKM.

Menilik berbagai polemik yang ditimbulkan oleh bisnis jastip, terdapat beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh pemerintah maupun pengusaha UMKM itu sendiri. Bagi pemeirntah, harus meningkatkan pengawasan dan regulasi bea cukai terkait barang impor yang dibawa oleh seseorang ke dalam negeri, sehingga dapat secara tegas membedakan mana barang yang benar-benar milik pribadi dan untuk dijual kembali. Selain itu, membantu UMKM dalam melakukan branding produk-produk domestik, dan mendorong sinergis antar lembaga pemerintah khususnya yang membidangi perekonomian dan sektor UMKM untuk senantiasa mendukung sektor UMKM dan memberikan kemudahan serta mendorong persaingan antar UMKM yang mengedepankan inovasi produk dengan nilai jual dan ciri khas yang menarik. Bagi pelaku UMKM, harus terus melakukan inovasi dan branding agar tidak kalah saing dengan produk-produk impor. Produsen UMKM dapat melakukan kolaborasi antar produsen domestik, agar branding produk UMKM menjadi lebih mudah, menambah ranah pasar, serta membangun kekuatan pasar. Produsen UMKM dapat pula melakukan kolaborasi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kolaborasi yang dimaksud ialah pengusaha UMKM dapat melakukan sistem business to business dengan BUMN dalam memasarkan produknya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved