My Article

Masa Depan Supply Chain: Circular Economy

Masa Depan Supply Chain: Circular Economy

Oleh: Ricky Virona Martono – Core Faculty PPM Manajemen

Ricky Verona Martono
Ricky Virona Martono – Trainer, Executive Development Program – PPM Manajemen

Dalam pemanfaatan kebutuhan sehari-hari perlu adanya mekanisme yang kegiatan utamanya adalah mengkonversikan berbagai bahan mentah serta bahan-bahan pendukungnya menjadi barang jadi dan mendistribusikannya kepada pelanggan. Bentuk kegiatan ini disebut Supply Chain atau Rantai Pasokan. Bagi sebuah perusahaan manufakturing, kegiatan Supply Chain atau Rantai Pasokan ini perlu dijalankan dengan efektif dan efisien.

Sumber daya alam yang terbatas di bumi ini merupakan sebuah anugerah dan perlu dijaga kelestariannya. Dengan kepedulian untuk tetap menjaga ekosistem, maka masa depan Supply Chain harus didorong dari berbagai pihak demi kelangsungan masa depan sumber daya alam, yakni dengan model Circular Economy.

Circular Economy adalah model bisnis yang secara terus-menerus memaksimalkan pemanfaatan berbagai material dalam sebuah jaringan Supply Chain untuk mengurangi waste ataumaterial sisa. Proses ini terjadi pada aktivitas: reuse, misalnya kemasan produk dari konsumen dikembalikan ke distributor untuk dibersihkan, kemudian diisi produk baru, lalu dijual lagi ke konsumen; remanufacture, di mana produk dari konsumen diperbaiki oleh manufaktur, kemudian dikirim kembali ke konsumen; recycle, di mana produk dari konsumen dikembalikan ke supplier untuk didaur ulang, kemudian menjadi input bagi proses produksi yang akan datang. Melihat proses ini secara tidak langsung terlihat adanya “Loop” pada setiap titik Supply Chain, lebih tepatnya dari konsumen ke titik-titik sebelumnya.

Konsep Circular Economy bukanlah hal baru, ini merupakan pengembangan dan kombinasi dari strategi return di dalam Supply Chain dengan konsep Green Logistics. Kombinasi ini berusaha untuk selama mungkin menjaga material/produk berada di dalam jaringan Supply Chain dengan pemanfaatan yang efektif dan efisien.

Penelitian dari Gartner tahun 2020 menunjukkan bahwa dalam 18 bulan ke depan diperkirakan 70% pemimpin Supply Chain merencanakan investasi pada isu Circular Economy. Sampai dengan tahun 2020, baru 12% perusahaan saja yang sudah mengintegrasikan Circular Economy dalam strategi digital Supply Chain mereka.

Tidak dapat dipungkiri bahwa seberapa besar efisiensinya sebuah jaringan Supply Chain, maka sebagian besar sisa material/produk pun akan dimusnahkan dan hanya sebagian kecil saja yang akan digunakan kembali atau didaur ulang. Perusahaan melihat biaya untuk membeli material (bahan mentah) yang baru masih lebih kecil dibandingkan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan daur ulang ataupun melaksanakan outsourcing untuk aktivitas daur ulang.

Penyebabnya karena pengiriman produk kepada konsumen dapat dilakukan dalam jumlah besar (konsolidasi), sementara itu pengembalian produk dilakukan dalam jumlah kecil (APICS, 2020) sehingga biaya transportasinya akan lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan jumlah material daur ulang yang jumlahnya sedikit tidak akan menghasilkan keuntungan besar dibandingkan biaya produksi (biaya daur ulang) material sisa menjadi produk siap jual.

MIT Supply Chain memaparkan empat strategi Circular Economy, yaitu:

Strategi Narrowing the Loop ditujukan untuk meningkatkan efisiensi proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Efisiensi pengiriman produk ke konsumen (misalnya dengan konsolidasi) dicapai dengan mengurangi ruang (space) yang dibutuhkan dalam distribusi, mengurangi biaya kirim per unit, dan mengurangi polusi karena berkurangnya frekuensi distribusi.

Strategi Slowing the Loop adalah menemukan cara untuk memperpanjang usia produk dan mengurangi atau menghindari waste (material sisa). Contohnya pada industri pertanian dan perikanan yang menggunakan bahan tambahan alami untuk memperpanjang durasi kesegaran makanan segar selama proses distribusi. Bahan tambahan ini tidak mempengaruhi rasa dan kandungan gizi. Dampak lainnya adalah dapat memperluas pasar penjualan produk dan memperpanjang shelf live (memperpanjang durasi penyimpanan produk tanpa mengurangi mutu).

Strategi Intensifying the Loop dilakukan dengan melakukan transformasi produk menjadi jasa (services). Metode ini melibatkan proses procurement yang mendorong sharing economy terhadap aset. Dengan demikian usia aset secara agregat di dalam masyarakat akan semakin panjang.

Terakhir adalah strategi Closing the Loop, di mana perusahaan mengintegrasikan waste ke dalam jaringan Supply Chain dengan mengkonsumsi kembali material (reuse) dan daur ulang (recycle). Contohnya dapat dilihat pada produk kertas, plastik, dan tekstil. Misalnya, sisa bahan pakaian didaur ulang menjadi produk karung.

Dengan menerapkan Circular Economy maka akan tercipta hubungan yang lebih baik antara perusahaan dan konsumen, serta lingkungan. Sehingga dapat tercipta nama baik perusahaan secara jangka panjang demi menjamin penjualan dan sumber daya alam di masa depan.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved