My Article

Memahami Leadership Gap Syndrome

Memahami Leadership Gap Syndrome

Oleh Jazak Yus Afriansyah, Author, Coach, Trainer (IG and Twitter @jazakYA) (Artikel 2 dari 4 Seri Kepemimpinan di Era Milenial)

Jazak Yus Afriansyah
Jazak Yus Afriansyah

Melanjutkan kajian kita pada topik Leadership in Millennial, pada edisi kali ini kita teruskan pada kondisi yang sering terjadi sebagai konsekuensi perubahan demografi Kepemimpinan di Era Milenial. Kondisi tersebut sering disebut sebagai Leadership Gap Syndrome atau Gejala Jarak Kepemimpinan yang dalam beberapa literasi dikenal juga sebagai Gejala Jurang Kepemimpinan.

Pada hakikatnya, Gejala Jarak Kepemimpinan ini adalah sesuatu yang normal dan lazim jika dikaitkan dengan Prinsip Dasar Manajemen Perubahan, yaitu yang abadi di alam semesta ini adalah perubahan itu sendiri, termasuk disini adalah perubahan demografi di organisasi yang terjadi secara alami ditandai dengan bergantinya generasi seiring dengan perjalanan waktu.

Yang membedakan adalah pada era milenial seperti saat ini, perbedaan akibat perubahan demografi generasi di dalam korporasi memiliki perbedaan dan jarak yang sangat jauh menganga atau sangat signifikan antara generasi milenial dengan generasi yang lebih senior yang sering disebut sebagai Generasi Kolonial.

Generasi kolonial adalah perpaduan antara Generasi X, yaitu mereka yang lahir pada tahun 40-50an, dan Generasi Y yang lahir pada era 60 hingga 70an. Perbedaan ini terjadi terutama pada perbedaan sudut pandang, paradigma, preferensi, dan karakter. Dan, perbedaan karakter, perilaku, sikap serta preferensi ini sayangnya tidak diketahui dan bahkan tidak disadari oleh senior mereka para Generasi Kolonial.

Kita ketahui bersama bahwa sebagian besar Generasi Kolonial saat ini secara umum mereka menduduki posisi sebagai Middle Manager, Senior Manager hingga Director, CEO dan posisi yang sederajat dan mereka tentu memimpin para milenial.

Apa yang sekarang terjadi?

Disebabkan ketidaktahuan tersebut para pemimpin ini tanpa sadar memimpin para milenial menggunakan cara atau pendekatan sebagaimana mereka dipimpin oleh atasannya terdahulu. Apakah hal ini salah? Tentu tidak!

Hanya saja cara memimpin tersebut tidak tepat, dikarenakan cara atasan mereka memimpin terdahulu sangat tidak cocok dan tidak relevan untuk Generasi Milenial saat ini. Ketidakococokan ini sebagaimana uraian di atas secara ilmiah dipicu oleh perbedaan karakter, sikap, perilaku dan preferensi yang sangat menganga lebar antara Generasi Milenial dengan Generasi Kolonial.

Alhasil, dalam proses kepemimpinan tersebut sering terjadi friksi di antara Generasi Kolonial yang memimpin dengan Generasi Milenial yang dipimpin. Atau sebaliknya, dalam beberapa kondisi yang langka, Generasi Kolonial dipimpin oleh Generasi Milenial.

Friksi tersebut karena tidak dikelola dengan bijaksana berkembang menjadi konflik terbuka yang tidak produktif. Karena konflik yang tidak produktif tersebut gagal dikendalikan akhirnya meledak menjadi pembangkangan dan perlawanan oleh para milenial.

Perlawanan tersebut bisa terlihat sangat vulgar dan nyata misalnya mereka mengajukan mosi tidak percaya, melawan perintah atasan, menolak melaksanakan tugas dan puncaknya mereka mengajukan resign secara mendadak, dan terkadang resign tersebut dilakukan secara berjamaah.

Namun terkadang perlawanan tersebut dilakukan secara tersamar dengan halus, artinya mereka tidak menunjukkan secara vulgar, namun membungkusnya dengan rapi sehingga terlihat seperti bukan pembangkangan.

Dikutip dari Buku “Lead or Leave it to Millennial”, beberapa bentuk perlawana itu misalnya mereka tidak menolak secara frontal tugas yang menjadi tanggung jawabnya, namun secara sistimatis para karyawan ini tidak menyelesaikan tugas tersebut dengan baik sesuai dengan target yang telah ditentukan.

Pada beberapa kasus ditemukan mereka mengerjakan hanya karena ingin sekedar menggugurkan kewajiban tanpa komitmen untuk mencapai hasil yang maksimal, pada beberapa kondisi pekerjaan tersebut dihentikan ditengah jalan serta ditinggalkan begitu saja dan yang lebih fatal adalah terjadinya fraud!

Pada situasi tersebut kajian empiris kami menunjukkan sebagian besar para pemimpin dari Generasi yang lebih senior, kurang paham bahwa itu adalah gejala friksi dan konflik, akibat pola kepemimpinan mereka terhadap anggota tim dari Generasi Milenial yang tidak pas, membuat frustasi dan menyakitkan hati.

Namun mengapa karyawan milenial lebih memilih membungkus rapi ketidakrelaan mereka terhadap cara atasan mereka memimpin? Adalah lebih karena kepentingan pragmatis jangka pendek untuk memenuhi hajat hidup, dengan kata lain mereka terpaksa, karena untuk sementara belum ada pilihan lain.

Kondisi di atas oleh para ahli dan praktisi Sumber Daya Manusia dinyatakan telah terjadi secara global atau gejala global, artinya hampir semua korporasi dari berbagai jenis industri terjangkiti oleh sindroma ini di seluruh dunia.

Sehingga kajian Leadership in Millennial Era ini didesain khusus untuk memberikan wawasan dan pengetahuan bagaimana memimpin dan dipimpin di era milenial. Pada edisi berikutnya para pemimpin akan memahami definisi, sikap dan perilaku khas masing-masing generasi pada organisasi.

Di samping itu, kami tambahkan tips dan trik bagaimana kita mampu melihat perubahan dan tantangan Pola Gejala Sindrom Jarak Generasi sebagai peluang untuk pengembangan Organisasi agar terus efektif mencapai hasil.

Untuk mencapai hal tersebut, Anda sebagai pemimpin wajib hukumnya untuk memahami bagaimana cara memimpin dan bersikap dengan Generasi Milenial. Dan, hal ini akan terjadi, jika kita mampu memahami definisi masing-masing Generasi X, Y, Z dan mengetahui gejala Sindroma Jarak antar Generasi.

“Setelah memahami definisi masing-masing generasi, kita teruskan kajian ini kepada bagaimana sebagai pemimpin Anda mampu mengenali dan mengamati Sikap dan perilaku khas masing-masing generasi, termasuk disini adalah Generasi Milenial.”

Kita cukupkan kajian kita disini, sampai bertemu pada edisi berikutnya.

Selamat Memimpin dan Sukses Selalu untuk Anda semua!


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved