My Article

Memahami Objectives & Key Results

Memahami Objectives & Key Results

Oleh: Jimmy Sudirgo, Head of Corporate University, ICF Certified Coach dan C-IQ Leadership dan Sales Trainer pertama di Indonesia. www.JimmySudirgo.com, (FB: www.facebook.com/jimmysudirgo, IG: JimmySudirgo)

Dalam sejarah OKR (Objectives & Key Results), kita tahu John Doerr memopulerkan penggunaannya sejak 1999, saat dia berinvestasi pada saham Google, yang kala itu masih startup dalam masa awal perkembangannya. Semenjak itu OKR digunakan oleh Google hingga kini. Larry Page, founder Google, pernah mengatakan bahwa OKR mempunyai andil membawa pertumbuhan bisnisnya puluhan kali lipat hingga kini. OKR membantunya untuk fokus pada hal terpenting yang menjadi prioritas Google. Hingga kini popularitas metode OKR telah banyak digunakan di perusahaan startup teknologi di Silicon Valley, bahkan ke beberapa perusahaan yang telah mapan.

OKR adalah cara menentukan tujuan (goal-setting) dan apa tolak ukur (metrics) yang mengukur pencapaian tersebut. Bila kita berhenti sampai disini saja, ini sekilas seperti tools manajemen lainnya yang pernah kita belajar ya. Demikianlah juga yang ditanyakan oleh salah seorang peserta pelatihan OKR yang pernah saya adakan.“Pak, ini sama dengan tool SMART goal-setting ya?”

Semula ketika saya belajar OKR sekilas sepertinya sama dengan konsep SMART goal ya. Bahwa penentuan tujuan itu mesti spesifik, dapat diukur (measurable), dapat dicapai (attainable), realistik dan time-bound (ada batas waktunya). Konsep SMART goal sendiri dipopulerkan oleh George T. Doran tahun 1981 dalam tulisannya di Management Review.

Sejarah Pemikiran OKR

Pemikiran ini pun kalau kita mundur beberapa tahun ke belakang, tidak bisa dipisahkan dari pengaruh pemikiran guru manajemen Peter Drucker, dengan Management By Objectives (MBO) di tahun 1967 dalam bukunya “The Effective Executive”.

OKR sendiri pertama kali digunakan di Intel, saat itu oleh Andy Grove, founder dan CEO Intel, menamakan sistem tersebut dengan iMBO, yakni Intel Management by Objectives. Kita bisa menebak disini bahwa ini kental sekali dipengaruhi oleh pemikiran Peter Drucker di atas.

Jadi OKR dan SMART goal sama-sama dipengaruhi oleh konsep Management By Objectives (MBO). OKR dan SMART sama-sama untuk menstrukturkan sebuah pencapaian goal (tujuan), hanya jalannya saja yang berbeda walau esensinya sama. SMART menggunakan lima elemen, sedangkan OKR menggunakan tiga elemen (objectives, key, results). Kalau saya bandingkan dalam bentuk tabel dapat dilihat seperti ini:

Perbandingan Konsep SMART dan OKR

Jadi kelihatannya esensi antara SMART dan OKR sama ya. Kalau begitu, kok ngga dinamakan saja SMART saja, daripada memunculkan istilah baru OKR?

Kalau kita cermati perbedaan menyoloknya adalah; kriteria SMART sangat bagus karena mudah diingat akronimnya, mudah digunakan dan cocok untuk penentuan tujuan personal. Namun, SMART hanya fokus pada penyusunan sebuah tujuan (goal) yang baik saja. Titik. Sedangkan konsep OKR tidak berhenti di sana saja, konteksnya penentuan goal di organisasi secara jelas dan menyeluruh. Dengan OKR, hubungan antara objectives di keseluruhan organisasi tersebut menjadi jelas.

Semoga penjelasan di atas membuat kita semakin paham apa itu OKR bila dibandingkan dengan konsep SMART goal ya.

Nah, saya teruskan ya penjelasan tentang apa itu OKR.

Dari pengalaman saya menerapkan konsep OKR di tim saya, saya merasakan OKR itu lebih dari sekadar penentuan tujuan dan cara pengukuran yang spesifik. Menurut pendapat saya nih, OKR lebih luas dari itu. OKR dapat membentuk mindset dalam ritual sistem kerja kita sehari-hari. Sehingga kalau boleh saya mendefinisikan OKR adalah metode sistematis yang digunakan untuk menentukan tujuan (goal-setting) dan cara mengukur pencapaian tujuan tersebut. OKR akan membantu memfokuskan prioritas kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut, dan bagaimana ritual kegiatan yang dilakukan untuk memonitor eksekusi rencana tindakan tersebut.

Bagian paling penting justru bukan di pembuatan OKR-nya saja, justru di eksekusi dan monitoring OKR-nya. Ibaratnya ini bukan olah raga lari sprint, tapi maraton. Seperti sharing dari teman saya ketika dia menerapkan di perusahaannya, dia mengatakan kok saya tidak melihat ada perbedaan kinerja atau dampak dari implementasi OKR ya.

John Doerr pernah mengatakan bahwa “ide itu mudah, eksekusi adalah segalanya. Dan butuh kerjasama tim yang hebat supaya sukses.” Saya 1000% sangat setuju!

Yang lebih penting setelah membuat OKR, justru di bagian pengawasan atau pengecekan dengan cermat pelaksanaan rencana tindakan untuk mencapai OKR tersebut. Disinilah ritual kegiatan monitoring yang dilakukan itu menjadi sangat penting. Disinilah proses coaching terhadap tim itu dilakukan. Pada akhirnya, kerjasama tim yang merasa sehati dan satu tujuan-lah yang lebih penting. Ada Trust atau kepercayaan antar anggota satu sama lain. Ada kualitas percakapan yang sehat dan setiap orang berani mengekspresikan pemikirannya secara bebas. Ada proses pemberian feedback yang membangun dan ada pula recognition (pengakuan atau penghargaan) yang tulus.

Bila Anda cermati, semua kondisi di atas itu tidak lain adalah “mengembangkan Conversational Intelligence” di setiap anggota tim yang ada. Dalam Conversational Intelligence, premis yang menjadi landasan pemikirannya bahwa untuk membentuk budaya organisasi yang sukses itu ditentukan oleh kualitas hubungan yang ada di setiap anggota organisasi yang ada. Dan, kualitas hubungan itu dibangun dari kualitas percakapan yang terjadi sehari-hari diantara setiap orang yang ada di dalam organisasi tersebut.

Bahkan pada 2012, Google pernah melakukan riset yang diberi nama Project Aristotle untuk mencari tahu “rahasia membentuk The Dream Team”. Ternyata membangun tim yang hebat itu bukan ditentukan dengan hanya mengumpulkan orang-orang yang terbaik saja. Kenyataannya tidak sesederhana itu. Kesimpulan risetnya adalah bahwa dalam tim yang hebat itu ditunjukkan oleh kepekaan antar anggota tim, dan yang lebih penting adalah mereka saling mendengarkan satu sama lain. Faktor yang paling penting disini adalah adanya rasa aman secara psikologis di antara anggota tim. Yang artinya orang percaya bahwa dalam timnya adalah aman ketika mereka berani membuka diri dan mengekspresikan isi hatinya.

Semoga sharing di atas semakin membuat jelas apa itu OKR dan bagaimana seharusnya OKR itu diimplementasikan sebagai ritual kerja sehari-hari. Saya yakin perusahaan-perusahaan di Indonesia pun bisa mengalami pertumbuhan puluhan kali lipat seperti yang dialami Google, asalkan kita menjiwai konsep OKR itu dengan dalam. Dalam tulisan berikutnya, saya akan menjelaskan lebih dalam lagi bagaimana menyusun OKR yang baik itu beserta contoh-contohnya.

Salam hangat dan tetap semangat!

Tags:

#John Doerr #Measure What Matters Objective & Key Result (OKR)

#Jimmy Sudirgo #OKR #conversationalintelligence


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved