My Article

Menjadi Tuan bagi Diri Sendiri

Oleh Admin
Menjadi Tuan bagi Diri Sendiri

Dalam sebuah sesi coaching, seorang karyawan bercerita bahwa saat ini ia sedang menarik diri untuk beberapa saat dari rekan-rekan kerjanya. Untuk sementara waktu, dia tidak mau terlibat dalam proyek di luar pekerjaan pokoknya. Pasalnya, ia merasa tidak dihargai oleh atasannya, apapun yang dikerjakannya dianggap salah. Puncaknya ketika proposal yang ia susun dengan susah payah, diubah langsung oleh atasan tanpa melibatkan dirinya, dan ia merasa tidak dianggap.

Dalam kisah lain, seorang pengajar muda merasa malu sekali dan menganggap dirinya gagal setelah membaca hasil evaluasi training dari peserta. Dari dua puluh lima peserta, sebagian peserta menilai cara mengajarnya menarik dan bermanfaat. Ia merasa gembira dan antusias sekali. Namun tiba-tiba ada evaluasi dari seorang peserta senior yang menilai dirinya kurang pengalaman, cara mengajarnya kurang menarik dan tidak aplikatif. Dari sekian evaluasi, hanya satu evaluasi itu saja yang diingat. Mood-nya hancur sepanjang hari.

Dua kisah di atas menggambarkan bahwa perasaan kita mudah sekali dipengaruhi oleh pendapat dan sikap orang lain. Entah itu pendapat negatif maupun positif, semuanya kita konsumsi mentah-mentah dan menjadi ‘baper’, dibawa perasaan.

Seorang guru besar psikologi dari Harvard University, Henri Nouwen mengatakan bahwa manusia seringkali mendefinisikan dirinya sebagai apa yang orang lain katakan. I am what other say about me. Apa yang dikatakan orang lain, menjadi sangat penting. “Jika orang mengatakan hal yang baik tentang diri saya, maka saya melihat dunia secara positif, sebaliknya jika orang mengatakan sesuatu yang tidak sesuai harapan saya, maka kehidupan berubah menjadi kelam.”

Eka Isabella M.M., Trainer, Jasa Pengembangan Eksekutif, PPM Manajemen

Eka Isabella M.M., Trainer, Jasa Pengembangan Eksekutif, PPM Manajemen

Disadari atau tidak, banyak orang mengalami hal ini dalam hidup sehari-hari, termasuk dalam dunia kerja. Jika atasan memuji, maka alangkah senang terasa, bersemangat dan merasa diri berharga, tempat kerja menjadi tempat yang menyenangkan. Sebaliknya, jika atasan memberikan feedback negatif atau rekan kerja mengatakan hal yang bertentangan dengan harapan, maka perasaan sedih, marah, galau, bahkan menilai diri sendiri negatif melanda.

Jika kita terus menerus baper, membiarkan diri dipengaruhi dan dikontrol orang lain, maka waktu dan perhatian akan habis untuk memikirkan pendapat orang lain dan menyesuaikan diri dengan harapan orang lain. Alhasil, kita tidak akan pernah menjadi diri sendiri, menjadi orang yang merdeka dan merasa damai dalam situasi apapun. Perasaan selalu galau dan menjadi tidak produktif.

Fokus dan energi yang harusnya bisa disalurkan untuk bekerja secara produktif dan menciptakan suatu karya yang otentik, habis untuk menyelesaikan persoalan-persoalan emosi yang tidak stabil. Emosi selalu naik turun, sikap berubah-ubah, tergantung pada pandangan orang lain. Kinerja pun menjadi tidak stabil dan tidak efektif, tergantung dari respon orang lain.

Kita memang dididik untuk terbuka pada masukan dan pendapat orang lain. Namun, kita harus mampu memfilter, membedakan pendapat mana yang merupakan realita yang harus diperhatikan, dan mana pendapat ‘sampah’ yang harusnya diabaikan. Agar mampu membedakan ini, kita perlu memiliki kesadaran diri yang tinggi dan kemampuan mengendalikan diri sendiri.

Julian B. Rotter mengungkapkan, manusia dari keyakinan kemampuan mengontrol kepribadiannya dapat di kategorikan menjadi dua jenis, yaitu lokus kontrol internal dan lokus kontrol eksternal. Orang yang meyakini bahwa ia memiliki kontrol terhadap kehidupannya, pikiran dan perasaannya, yakin terhadap kemampuan, keterampilan dan usaha, serta bertanggungjawab atas kebahagiaannya sendiri merupakan ciri orang yang memiliki lokus kontrol internal yang tinggi.

Sementara, untuk orang yang lokus kontrol eksternal tinggi cirinya, mereka yakin bahwa takdirnya dikontrol oleh faktor eksternal yakni; orang lain, keberuntungan, kesempatan. Kebahagiaan dan kedamaian orang ini ditentukan oleh orang lain. Ia cenderung merasa diri menjadi korban, tidak berdaya, menyalahkan orang lain, mencari pembenaran serta pesimis.

Banyak hBanyak hasil studi membuktikan bahwa seorang karyawan dengan lokus kontrol internal yang tinggi cenderung memiliki kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan ber-lokus kontrol eksternal tinggi. Mereka cenderung lebih proaktif dan efektif dalam bekerja. Selain itu, mereka juga biasanya memilih pekerjaan di bidang yang ia sukai, sehingga tidak heran jika kepuasan kerjanya lebih tinggi dan stres kerjanya pun lebih rendah dibandingkan dengan karyawan yang lokus kontrol eksternalnya tinggi.

Kebiasaan baper dan menilai diri sebagaimana apa yang dikatakan orang lain dikarenakan orang ini cenderung meletakkan kontrol diri pada pihak eksternal. Sementara, Individu dengan lokus kontrol internal yang tinggi cenderung tidak mudah mengubah perilakunya setiap kali mendengarkan pendapat orang lain, sekalipun orang tersebut sangat persuasif.

Sejatinya Lokus kontrol internal dapat ditingkatkan dengan melatih kesadaran diri yang lebih tinggi dan pengetahuan diri yang mendalam. Beberapa tokoh mengatakan cara efektif adalah dengan meditasi atau refleksi diri secara terus menerus.

Namun, sebetulnya kita dapat melatih ini dengan cara yang mudah dalam hidup sehari-hari. Caranya dengan membiasakan diri untuk tenang dan tidak responsif terhadap pendapat orang lain, baik itu pendapat positif maupun negatif. Setiap kali mendengarkan pendapat orang lain yang tidak sesuai dengan harapan, tariklah nafas yang panjang dan bertanyalah dalam hati.

Apakah pendapat ini cukup berharga untuk saya tanggapi? Apakah pendapat ini sungguh menggambarkan realita diri saya? Atau sebetulnya hanya pandangan subjektif yang belum tentu kebenarannya, dan jika saya konsumsi akan menjadi toxic bagi jiwa dan mengacaukan emosi.

Terakhir, biasakan untuk selalu menyadari bahwa sayalah yang mengontrol kehidupan saya, bukan pihak eksternal. Dan, jika harus berhadapan dengan situasi eksternal yang tidak bisa diubah, maka saya masih bisa mengubah cara melihat, cara berpikir dan cara bersikap terhadap situasi tersebut.

Mari menjadi tuan bagi diri sendiri!

Oleh : Eka Isabella M.M. – Trainer, Jasa Pengembangan Eksekutif | PPM Manajemen


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved