My Article

Menuju Country Zaman Next

Oleh: Paulus Bambang W.S.

Dua kali berkesempatan mengunjungi perusahaan rintisan skala global, Oktober 2017 dan Januari 2018, membuka mata saya secara riil dan virtual menjadi lebih lebar. Di satu sisi, saya dibuat terkaget-kaget mendengar prediksi dan proyek yang sedang dijalankan untuk membawa manusia ke country zaman next yang mengasyikkan. Di sisi lain, hati saya trenyuh melihat fakta ada juga pemimpin di sini yang sedang merancang country zaman old, padahal kita sedang hidup di zaman now.

Kegundahan ini semakin mendekati keniscayaan ketika manusia di sana merancang zaman next dengan menjajakan dagangannya di jalur super cepat lewat jaringan tinggi di awan, sedangkan di sini ada yang masih mengubah zaman now jadi zaman old dengan penjajaan di jalur lambat di darat.

Di sana, semua berlomba menciptakan alat transportasi nir-awak yang lebih aman, nyaman, dan bermartabat. Di sini ada juga yang melestarikan transportasi urang awak yang masih mengandalkan otot. Memang kita sedang berada di dunia dengan rancangan yang berbeda.

Yang lebih menarik, di sana, para desainer zaman next bukan hanya dari kalangan elite, yakni para petinggi partai atau pemerintah, tetapi juga manusia biasa dari semua kalangan.

Sejak duduk di sekolah menengah atas, di daerah yang disebut Lembah Silikon atau pusat peradaban zaman nanti, mulai dari generasi Z sudah dicekoki dengan dunia nanti. Mereka diajak merancang dunia nanti yang memanfaatkan kelemahan, keruwetan, dan kewalahan zaman now untuk diubah menjadi sesuatu yang lebih baik di zaman next. Mereka diajak berkolaborasi dengan semua manusia tanpa segregasi ras, suku, apalagi agama. Tujuannya hanya satu: menuju world zaman next yang baik bagi semua.

Itu sebabnya, ribuan perusahaan rintisan muncul setiap tahun, ada yang bilang 4.000-an, walaupun yang bisa berkembang menjadi unicorn hanya dalam bilangan jari dan yang menjadi million dollar company sebesar 1-2 persen. Menariknya, ide yang tidak berkembang, sebanyak 95-98%, tidak terbuang di tempat sampah, tetapi di-recycle dan di-kaizen sehingga masuk ke putaran tahun berikutnya. Tidak mengherankan, satu ide yang mati bisa bergulir tiga siklus sebelum jadi unicorn yang dahsyat, persis seperti yang dialami Jack dan Ponny Ma juga.

Saya tertegun ketika Oktober tahun lalu saya berhadapan dengan seratusan perusahaan rintisan, yang dalam benak saya diisi anak muda, membayangkan generasi Mark Zuckerberg atau Jack Ma atau rekan yang kita kenal, William dan Nadiem, yang diawaki oleh manusia zaman baby boomers bahkan manusia seumur ayah saya, kelahiran pejuang melawan kolonial alias berumur 70-an tahun.

Para doktor, master, dan peneliti di univesitas top semacam Stanford, Berkeley, MIT, dan Harvard turun gunung tidak mau jadi penonton bagi murid brilian mereka, tetapi mereka ikut masuk dalam peperangan di kancah dunia nanti. Saya salut, karena rancangan mereka bukan soal B2C atau customer experience seperti yang masih jadi tren disini, tetapi penelitian mereka ke basic research menuju dunia nanti yang luar biasa.

Mereka bersemangat memasarkan karya dunia nanti di teknologi satelit, komunikasi nirkabel, sampai dokter virtual, sehingga manusia “tak perlu” banyak berhubungan dengan dokter untuk penyakit zaman old yang sederhana.

Dengan teknologi kecerdasan buatan, mereka memacu dunia zaman next yang menjadikan manusia semakin manusiawi karena mengerjakan hal yang kreatif dan inovatif sesuai dengan rancangan Tuhan semula, yakni “menjadi segambar dan serupa dengan Pencipta, bukan hanya mengandalkan otot dan pekerjaan yang repetitif”.

Ketika diskusi dengan para “profesor” teknologi ini, saya seakan sedang masuk ke dunia fiksi, seperti menikmati film Star Wars. Belum lagi ketika Januari tahun ini saya berkesempatan diskusi dengan perusahaan rintisan yang lebih mapan karena sudah mendapat dana sampai seri D dan E, saya semakin terperangah bahwa kids zaman next, employees zaman next, entrepreneur zaman next akan menjadi kenyataan, bukan dalam dekade baru tetapi dalam beberapa tahun mendatang.

Teknologi robot semakin maju, autonomousvehicle (AV) dan electricvehicle (EV) semakin menjadi fakta. Saya sudah melihat sendiri bagaimana seorang jenius umur 22 tahun menciptakan teknologi Light and Radar yang canggih untuk mendukung pemetaan di AV dengan EV yang semakin matang teknologinya.

Semakin terpesona ketika mengunjungi perusahaan rintisan yang baru dua tahun sudah mampu melahirkan EV dengan desain gaya F-1 dengan teknik battery swapping sehingga pelanggan tidak perlu memikirkan bagaimana men-charge baterai. Ini meruntuhkan konsep infrastruktur EV harus dibangun sebelum EV bisa menuju ke produksi massal.

Itulah world zaman next yang semakin cepat mengubah zaman now. Pertanyaannya, bagaimana para pemimpin, petinggi, dan leader bisa mentransformasi diri menjadi leaders zaman next? Kalau tidak, yang lain masuk ke dunia star wars, sedangkan yang tidak siap sedang mengarahkan diri ke arah “dunia gundu”. Apa kita mau?(*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved