My Article

Nasib 7-Eleven di Ujung Tanduk: Sebuah Analisa

Oleh Admin
Nasib 7-Eleven di Ujung Tanduk: Sebuah Analisa

Oleh Hendry Ramdhan, MBA, Praktisi Bisnis & Penulis Buku Bisnis & Startup

Melalui keterbukaan informasi yang disampaikan oleh PT Modern Internasional Tbk (MDRN), yang merupakan induk dari PT Modern Sevel Indonesia, selaku pemegang waralaba 7-Eleven di Indonesia, tertanggal 22 juni, mulai tanggal 30 juni 2017: Seluruh Gerai 7-Eleven di Indonesia dihentikan kegiatan operasionalnya.Hendry Ramdhan

Disebutkan di dalam surat yang sama, alasan ditutup adalah karena keterbatasan sumber daya perseroan untuk menunjang kegiatan operasional gerai 7-Eleven setelah rencana transaksi material berupa penjualan bisnis 7-Eleven ke PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI) mengalami pembatalan karena tidak tercapainya kesepakatan antar pihak-pihak yang berkepentingan. (saya pernah mengulas rencana akuisisi CPRI terhadap 7-Eleven di link majalah swa berikut. goo.gl/Kx24aL)

PT Modern Sevel Indonesia yang merupakan entitas anak perusahaan dari MDRN sejak tanggal 3 oktober 2008 telah menandatangani perjanjian master franchise dengan perusahaan 7-Eleven Inc. yang merupakan perusahaan yang mengoperasikan, mengusahakan waralaba, atau memberikan lisensi kepada hampir 36.000 outlet “convenience retailer store” di 15 negara, yang berkantor pusat di Dallas, Texas, Amerika Serikat.

Masa perjanjian master waralaba berlaku 20 tahun, yang kemudian dapat diperpanjang 10 tahun kemudian. Bila dilihat masa perjanjian ini, maka perseoran belum sampai pada 10 tahun pertama. Perseroan membayar lisensi tersebut sebesar AS$ 1.500.000,- untuk menggunakan nama dagang dan mendapatkan sistem 7-Eleven dalam hal persiapan, pemasaran, dan penjualan produk.

Untuk menganalisa mengapa perseroan memutuskan untuk menutup seluruh gerai 7-Eleven, mari kita cermati laporan keuangan triwulan 1 tahun 2017, yang berakhir Maret 2017 dan laporan tahunan 2016 perseroan.

Rugi & Arus Kas Triwulan 1 2017

Kita mulai dari laporan laba rugi triwulan 1 2017. Lagi-lagi perseroan mengalami kerugian yang tidak bisa dibilang sedikit. Rugi bersih perseroan mencapai Rp 456 miliar. Dibanding kinerja triwulan 1 2016 dimana perseroan masih bisa membukukan keuntungan Rp 21 miliar. Jelas, ini sebuah kenyataan sangat buruk bagi perseroan. Angka kerugian ini juga sudah mencapai 71% dari kerugian tahun 2016 yang sebesar Rp 638 miliar. Sungguh BERAT bagi perseroan menghadapi kenyataan ini.

Bila melihat rugi ini bisa dilihat kinerja MDRN sangat buruk, laba bruto perseroan Rp 37 miliar masih jauh lebih rendah dari beban penjualan dan beban administrasi dan umum yang masing-masing Rp 91 miliar dan Rp 14 miliar. Namun, bila lebih teliti lagi, dari mana angka kerugian terbesar berasal, yaitu dari Beban Operasi Lain yang mencapai Rp 386 miliar. Apa saja yang masuk beban operasi lain? Bisa dilihat di tabel, terbesar adalah dari penurunan nilai aset, baik aset tetap, persediaan, aset tidak lancar, aset tidak berwujud, rugi kurs, dll.

Sayangnya, saya tidak mendapatkan data triwulan 1 2017, namun saya dapatkan data tahun 2016. Bila melihat data 2016, ada beban operasi lain, yang berupa lain-lain yang sebesar Rp 57,4 miliar, namun tidak detail menyebutkan lain-lain tersebut. Apabila mencermati angka ini, maka masalah 7-Eleven bisa ditebak pertama kali muncul karena angka beban operasi lain ini.

Di tahun 2015, angka ini masih relative kecil, yaitu hanya Rp 54 miliar, namun ketika tahun 2016 angka ini melonjak drastis sampai dengan Rp 412 miliar. Naik hampir 8x!.

Di sinilah benih masalah muncul. Karena 7-Eleven ekspansi dengan membeli banyak aset terutama aset tetap yang kemudian karena gerai tidak berkinerja sesuai rencana, maka gerai ditutup, maka nilai aset mengalami penurunan. Satu lagi penurunan nilai persediaan yang tidak sedikit Rp 128 milyar. Ini juga artinya banyak produk atau barang dagangan yang tidak laku sehingga terpaksa dibuang dan dihapuskan dari persediaan, sehingga nilai penurunan persediaan melonjak hampir 3x dari tahun sebelumnya.

Mari kita lanjutkan melihat laporan arus kas tri wulan 1 2017 perseroan, kas perseroan di akhir periode triwulan 1 2017 hanya tinggal Rp 9.5 miliar, sebuah angka yang tidak bisa dibilang besar untuk ukuran perusahaan seperti MDRN. Kas kecil sedangkan beban besar. Maka untuk membayar pengeluaran berasal dari mana? Apalagi kerugian juga sangat besar. Menunggu bom waktu perseroan akan gagal bayar terhadap hutang-hutang perseroan yang telah jatuh tempo.

Berapa besar utang jangka pendek perseroan?

Kewajiban berupa hutang jangka pendek perseroan lagi-lagi tidak bisa dibilang ringan untuk dilunasi, mari lihat angka total liabilitas jangka pendek triwulan 1 perseroan yang mencapai Rp 1,076 Triliun. WAH BESAR Sekali! Dari kas mana mau bayar ini?

Liabilitas jangka pendek wajib dilunasi dalam jangka waktu kurang dari 1 tahun. Apakah liabilitas jangka pendek ini bisa dilunasi dari aset lancar yang dimiliki perseroan? Lagi-lagi you can guess, aset lancar perseroan hanya Rp 335 miliar, jadi masih kurang untuk bayar liabilitas jangka pendek yang berupa hutang-hutang ke bank yang akan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Artinya, perseroan harus cari dana luar untuk membayar utang-utang ini.

Dana luar berupa suntikan modal tambahan dari para pemegang sahamnya. Namun sepertinya para pemegang saham perseroan juga mulai gerah, karena perseroan juga sudah meminta suntikan modal sekitar Rp 213 miliar di tahun lalu.

Arti kata, perseroan sungguh membutuhkan pembeli bisnis 7-Eleven yang mau ambil alih seluruh aset gerai 7-Eleven karena perseroan sendiri sudah tidak mampu menjalankan kegiatan operasionalnya. Namun, sayangnya rencana akuisisi oleh CPRI batal sehingga perseroan mengalami hal paling buruk, terpaksa menutup seluruh gerai untuk menimalisir beban perseroan yang membesar dikarenakan mengalami kerugian yang sangat besar.

Sebagai penutup, bila perseroan menutup seluruh gerai 7-Eleven, maka bagaimana kinerja penjualan perseroan. Mari kita bedah, segmen usaha dari perseroan. Dari laporan triwulan 1 2017, perseroan mendapatkan penjualan dari lini bisnis Ricoh, Industrial dan 7-Eleven, di mana total penjualan sebesar Rp 138 milyar, dan 7-Eleven sendiri berkontribusi sekitar Rp 91 milyar atau 66% dari total penjualan tersebut.

Sudah bisa dipastikan MDRN akan drop dalam nilai penjualan setelah ditutupnya seluruh gerai 7-Eleven, namun kita perlu mencermati mengenai beban perseroan karena beban perseroan terbesar juga berasal dari lini bisnis 7-Eleven. Dan, terakhir yang juga menjadi tanda tanya adalah bagaimana nasib karyawan perseroan di lini bisnis 7-Eleven. Semoga mendapatkan yang terbaik bagi seluruh karyawan 7-Eleven.

Sumber:

Baca juga:

Analisa di Balik Diakuisisinya 7-ElevenGerai 7-Eleven Tutup, Ini Langkah Grup ModernNgepel Dulu, Baru Jadi Bos Sevel


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved