My Article

Pentingnya Kisah Perusahaan

Oleh Admin
Pentingnya Kisah Perusahaan

Pada tahun 2014 XL resmi mengakuisisi Axis dan menyelesaikan proses integrasi atau merger kedua perusahaan dengan mulus. Selama hampir 18 bulan saya terlibat dalam tim yang mengabadikan suka duka akuisi dan merger senilai 865 juta dolar Amerika itu ke dalam sebuah buku. Sebelumnya saya juga terlibat dalam penulisan buku mengenai transformasi perusahaan BUMN IPC (Indonesia Port Corporation) II atau PT Pelindo 2. Setelah buku-buku itu ditulis, dilakukan serangkaian bedah buku di dalam dan di luar perusahaan. Para tokoh dalam buku, turut menghidupkan diskusi yang selalu hangat.

Dr. Ningky Sasanti Munir - Koordinator Kelompok Keahlian Manajemen Strategi dan Entrepreneurship | PPM School of Management

Dr. Ningky Sasanti Munir – Koordinator Kelompok Keahlian Manajemen Strategi dan Entrepreneurship | PPM School of Management

Di kelas pelatihan sebagai bagian dari program pengembangan manajemen (MDP; Management Development Program) dan program magister manajemen, sesi bedah buku, analisis kasus bisnis, serta sesi berbagi pengalaman dari seorang eksekutif hampir selalu menarik. Rangkaian kejadian yang dituangkan secara sistematis dalam buku, kasus bisnis, maupun penjelasan langsung dari sang tokoh membuat orang lebih memahami latar belakang dan kiat sukses – atau penyebab gagal – suatu corporate action. Kisah-kisah itu bisa menginspirasi secara positif. Itu sebabnya kisah sangat penting bagi perusahaan.

Tahun 2006 diterbitkan buku best seller, The Toyota Way yang berisi “rahasia” sukses Toyota. Dalam buku tersebut juga diberikan beberapa kiat dan prinsip yang bisa diterapkan di perusahaan, bahkan di industri non otomotif sekalipun. Sang penulis, Jeffrey Liker, seorang profesor di bidang teknik industri dari universitas Michigan kemudian menulis Toyota Way Fieldbook, Toyota Talent, The Toyota Product Development System, Toyota Culture, The Toyota Way to Continuous Improvement, Toyota Under Fire, dan buku terakhir The Toyota Way to Lean Leadership (2011).

Ketika masih studi, dulu, saya juga sering mempelajari aneka konsep dan aplikasi sistem manajemen mutu ala Jepang. Tidak mungkin bagi mahasiswa teknik industri atau manajemen operasi steril terhadap konsep-konsep manajemen Jepang. Jujur saja, pelajarannya sering agak membosankan. Pengalaman itu sangat berbeda dengan membaca buku mengenai “cara Toyota”, apalagi ketika mengikuti kunjungan ke lokasi dan mendengarkan langsung aplikasi “cara Toyota” itu dari para eksekutif yang menerapkannya di tempat kerja.

Kisah yang dituangkan dalam buku mengenai “cara Toyota” itu membuat pembaca seolah menjelajahi pabrik-pabrik Toyota. Pembaca juga termotivasi untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang membuat Toyota mampu memproduksi mobil dengan kualitas tinggi, di pabrik yang luasnya setengah pabrik mobil di Amerika, dan sediaan yang sangat minim.

Kisah atau story adalah cerita mengenai kejadian atau rangkaian kejadian dalam kehidupan seseorang, sekelompok orang atau organisasi/perusahaan. Khususnya kisah mengenai perusahaan atau tokoh penting di perusahaan merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh karyawan dan eksekutif di perusahaan, juga pendengar atau pembaca yang berada di luar perusahaan.

Paling tidak ada delapan alasan mengapa kisah itu penting. Yang pertama sudah dikemukakan di depan, kisah mengenai perusahaan bisa membuat pendengar atau pembaca bukunya seolah menjelajahi tempat/lokasi yang dikisahkan, atau menjelajahi perasaan sang tokoh utama. Contohnya buku otobiografi dari Richard Branson: Losing My Virginity: How I Survived, Had Fun, and Made a Fortune Doing Business My Way (2011).

Dalam buku yang menggunakan kata “I” atau saya (Richard Branson) dalam seluruh narasinya, pembaca bisa mengikuti perjalanan hidup yang menawan pendiri dan pemilik kelompok bisnis Virgin itu. Mungkin juga karena Branson bergerak dalam bisnis yang terkait dengan perjalanan (pesawat terbang, hotel, resor, restoran, night club), bukunya membuat pembaca ikut “jalan-jalan.”

Membaca atau mendengarkan kisah membuat orang termotivasi. Soal motivasi, banyak sekali orang terinspirasi oleh pidato Steve Jobs, yang disampaikan pada bulan Juni 2005 di Universitas Stanford, Amerika Serikat. Walau sudah lebih dari satu dekade, pidato yang berisi perjalanan hidup pendiri Apple itu masih menyentuh banyak orang. Video di youtube-nya dilihat lebih dari 22 juta kali!. Demikian pula buku yang ditulis kemudian berdasarkan pidato itu: Steve Jobs: The Man Who Thought Different (2012).

Selain memotivasi, kisah mengenai Steve Jobs dapat menjadi perekat emosi antara pendengar atau pembaca bukunya. Demikian pula buku mengenai Pixar, perusahaan yang ikut didirikan oleh Steve Jobs: Creativity, Inc.: Overcoming the Unseen Forces That Stand in the Way of True Inspiration (2014). Banyak orang tertarik untuk mengetahui bagaimana perusahaan bisa menghasilkan film-film kreatif, menghibur, dan sarat pesan seperti Toy Story, Finding Nemo/Dory, Cars, Up, Inside Out, Monsters, Inc. dan banyak lagi. Perusahaan hiburan “rumah tikus” Mickey Mouse, Disney mengakuisisi Pixar pada tahun 2006. Buku Creativity, Inc. kemudian menjadi buku wajib bagi setiap karyawan baru di kelompok bisnis Disney di seluruh dunia.

Kisah membuat orang memperhatikan dan mendengarkan. Dari sekian banyak contoh saya memilih Onward: How Starbucks Fought for Its Life without Losing Its Soul (2012). Mungkin karena bukan peminum kopi, saya tidak begitu memperhatikan aneka kisah mengenai Starbucks. Perkenalan dengan kisah menarik ini adalah ketika hadir di salah satu acara di Starbucks yang menghadirkan pembicara Belinda Wong, President of Starbucks China.

Merujuk pada buku Onward, Wong menjelaskan bagaimana pendiri Starbucks, Howard Schultz memutuskan kembali memimpin Starbucks untuk memulihkan kondisi finansial dan mengembalikan perusahaannya ke nilai-nilai inti yang menjadi fondasi perusahaan. Schultz sendiri tidak hadir, namun hadirin saat itu yang kebanyakan juga eksekutif di Starbucks kawasan Asia menyimak dengan serius bagaimana perusahaan terkemuka seperti Starbucks ternyata nyaris kolaps karena melantur jauh dari nilai-nilai perusahaan.

Selanjutnya, kisah membangun pengetahuan menjadi makna baru. Contohnya adalah pengalaman Tony Hsieh, pendiri dan CEO Zappos. Tahun 2015 lalu perusahaan ritel online ini membukukan laba operasi di atas 50 juta dolar. Hsieh, lulusan Universitas Harvard kelahiran tahun 1973 itu menuangkan pengalaman dan nilai-nilai perusahaan yang menjunjung kebahagiaan (happiness) dalam buku berjudul Delivering Happiness: A Path to Profits, Passion, and Purpose (2013).

Sebetulnya, semua orang yang pernah belajar manajemen, apalagi para eksekutif sudah tahu bahwa budaya perusahaan itu berperan sebagai perekat dan norma yang mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan. Namun budaya perusahaan yang secara jelas dan tegas menjunjung kebahagiaan itu relatif baru. Apalagi bila budaya berbasis nilai-nilai kebahagiaan yang berkorelasi positif pada kinerja keuangan. Lucunya, Hsieh awalnya sangat anti pada hal-hal yang berbau “bisnis” dan “perusahaan” seperti budaya organisasi atau nilai-nilai perusahaan. Kalau penasaran, baca saja pemaparan Hsieh mengenai prinsip 10 nilai-nilai inti Zappos dan aplikasinya, atau saksikan melalui video di Youtube.

Dalam bekerja orang banyak menghadapi data, timbunan data bahkan. Rasanya sulit menemuka orang yang bergairah dengan data. Diperlukan ketekunan untuk menelisik data, menganalisis dan mensintesisnya. Ketika data telah dimaknakan, belum tentu makna tersebut bisa tersampaikan dengan efektif. Disinilah kisah bisa berperan.

Kisah membuat data menjadi bermakna. Kisah yang terkait data sebenarnya adalah data yang diberi konteks. Contohnya adalah Fast Food Nation: The Dark Side of the All-American Meal (2012). Buku ini merupakan hasil riset yang memakan waktu cukup panjang. Penulisannya sistematis didukung oleh data yang menarik. Bagi pembaca yang sabar, buku ini bisa sangat mempengaruhi. Konon banyak orang yang menjauhi fast food usai membaca buku setebal 384 halaman ini.

Film seri TV VICE yang diputar di jaringan TV berbayar juga menampilkan data dalam konteks sehingga menjadi kisah yang menarik. Misalnya episode 6 season 3 mengenai dampak ledakan perkebunan sawit di Indonesia, atau episode 9 season 3 mengenai hubungan kenaikan jumlah pendudukan di dunia dan kebutuhan akan pangan. Pada kelas program pengembangan eksekutif di sebuah perusahaan supply chain terkemuka, peserta pernah diminta untuk menyaksikan secara berturut-turut ketujuh episode seri Great Migrations dari kanal The National Geographic. Tujuannya adalah untuk memahami insting makhluk hidup untuk “pulang,” tantangan dan cara mengatasinya.

Terakhir, melalui kisah dapat disebarkan kejadian-kejadian, prinsip, kiat, atau pembelajaran ke banyak perusahaan, organisasi, dan orang. Kisah yang ditulis atau disampaikan secara sistematis akan membuat orang mudah menangkap pesan dan terinspirasi.

Oleh sebab itu perusahaan perlu meluangkan waktu dan meningkatkan kemampuan untuk melakukan kodifikasi atau membuat rangkaian kejadian yang membuahkan sukses dalam bentuk media (buku, kasus bisnis, video) agar bisa menggugah karyawan dan eksekutifnya. Juga melakukan kodifikasi akan kejadian yang berujung pada kegagalan agar menjadi pembelajaran bersama.

Oleh : Dr. Ningky Sasanti unir – Koordinator Kelompok Keahlian Manajemen Strategi dan Entrepreneurship | PPM School of Management


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved