My Article

Pupusnya Zona Nyaman Ketika Teknologi Menyerang: Kasus BDR

Pupusnya Zona Nyaman Ketika Teknologi Menyerang: Kasus BDR

Oleh: Alain Widjanarka – Head of Operational Excellence Department PPM Manajemen

Alain Widjanarka

Fenomena VUCA (Volatile–Uncertain–Complex–Ambigue) dalam bisnis telah diakui keberadaannya oleh Ilmuwan dan Praktisi. Istilah VUCA pertama kali muncul dalam teori kepemimpinan untuk awalnya digunakan di dunia militer sebelum akhirnya berlaku umum di dunia bisnis.

VUCA menggambarkan suatu kondisi di mana ada faktor yang mengganggu bisnis dan bagaimana respons pengambil keputusan atas hal tersebut. Faktor tersebut umumnya memengaruhi serta menggangu operasional hampir di seluruh sektor industri secara global.

Salah satu pemicu utama perubahan dan gangguan dalam bisnis adalah teknologi. Keberadaan teknologi membuat operasional perusahaan menjadi tidak sama lagi. Sehingga bisa dikatakan bahwa VUCA muncul sebagai akibat dari penggunaan dan perkembangan teknologi dalam bisnis.

Sejarah mengajarkan bahwa teknologi mampu mengubah cara pandang dalam bekerja. Kemajuan dan penggunaan teknologi memunculkan revolusi industri. Revolusi industri 1.0 mengguncang dunia dengan adanya teknologi berbasis manufaktur yang menggantikan tenaga hewan dan manusia. Di era tersebut beberapa perusahaan yang masih menggunakan tenaga hewan dan manusia akan tergerus dan digantikan dengan perusahaan berbasis industrial.

Revolusi industri 2.0 memengaruhi kegiatan distribusi dan transportasi di mana teknologi merambah penggunaannya di moda transportasi. Pada masa ini perusahaan dituntut menjadi lebih cepat dalam berproduksi untuk melayani kebutuhan pelanggan dengan sebaran yang makin luas.

Revolusi industri 3.0 dimulai ketika teknologi dapat membuat waktu dan jarak menjadi bukan sebuah halangan. Jaringan konektivitas menjadi teknologi yang diunggulkan perusahaan dalam beroperasi secara global.

Masuknya revolusi industri 4.0 ditandai ketika teknologi dapat digunakan untuk meniadakan kebutuhan fisik dari suatu produk. Contoh nyata dari penggunaan teknologi di era industri 4.0 skala kecil adalah Bekerja/Belajar Dari Rumah (BDR). BDR mampu menghilangkan fungsi gedung/bangunan sebagai tempat beraktivitas sebagai dampak dari wabah yang terjadi belakangan ini.

Penggunaan teknologi di era industri 4.0 merupakan suatu yang tidak bisa ditawar lagi apalagi dengan adanya wabah yang terjadi seperti saat ini. Beberapa perusahaan bahkan sudah mulai mencoba menginisiasi BDR jauh sebelum imbauan resmi dari pemerintah muncul. Mereka mempersiapkan dan memastikan kebutuhan teknologi yang diperlukan sehingga BDR dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Dan mayoritas industri telah melakukan BDR sebagai upaya menghentikan penyebaran virus.

Dampak dari penggunaan teknologi di tengah wabah dapat dirasakan di seluruh sektor industri. Jaringan rantai pasok terganggu, perusahaan kesulitan mendapatkan pasokan dan men-delivery-kan produknya, tuntutan perubahan cara kerja, dan kesulitan dalam mendapatkan permintaan merupakan dampak umum ketika suatu wabah menyerang secara global.

Pekerja mengalami perubahan metode kerja. Social distancing sampai physical distancing membuat bentuk kegiatan fisik berkelompok menjadi minimal atau bahkan hilang. Beberapa pekerjaan mengalami perubahan media kerja dari yang sifatnya fisik menjadi jaringan konektivitas.

Pekerja yang telah terbiasa dengan rutinitas dan ritme kerja akan terusik dan menjadi tidak nyaman. Yang tidak biasa dengan BDR akan sulit memisahkan pemikiran kapan waktu kerja dan bukan kerja. Pada kondisi yang tidak ideal, mekanisme pengawasan juga akan berubah. Pengecekan proses tidak bisa dilakukan dan juga tidak menjamin produktivitas pekerja.

Dapat dipahami apabila tidak semua sektor industri dengan mudah mengadopsi teknologi untuk melakukan BDR. Manufaktur merupakan salah satu sektor yang pekerjanya, terutama operator mesin, yang saat ini masih sulit untuk BDR. Meskipun telah ada teknologi yang memungkinkan mesin dapat bekerja secara remote atau otomatis, namun keberadaan operator tetap diperlukan. Walaupun demikian, dampak dari wabah ini tetap terasa bagi mereka.

Beberapa perusahaan menerapkan pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum memasuki area kerja dan imbauan social/physical distancing disikapi dengan memberi sekat area kerja untuk meminimalkan kontak langsung. Pekerja juga mengenakan alat pelindung diri yang lebih ketat daripada sebelumnya. Kegiatan berkelompok ketika waktu istirahat juga dibatasi.

Tidak hanya pekerja, wabah kali ini juga membuat teknologi menjadi suatu perantara yang mensukseskan kegiatan belajar. Bagi yang terbiasa home-schooling, mungkin tidak akan mengalami banyak penyesuaian. Mereka hanya perlu membiasakan untuk belajar tanpa panduan langsung pengajar.

Namun tidak demikian bagi pelajar yang setiap kali belajar secara bersama di suatu tempat dan dibimbing langsung oleh pengajar dengan jam serta jadwal belajar yang telah ditetapkan. Mereka perlu upaya yang lebih kuat hanya untuk membiasakan diri belajar di rumah.

Perubahan metode pengajaran juga perlu penyesuaian tersendiri. Kegiatan belajar tidak lagi terpusat dan bergantung pada pengajar. Pelajar dituntut untuk mandiri, baik ketika belajar maupun mencari sumber ilmu.

Pengajar juga perlu terbiasa menggunakan teknologi ketika melakukan pengajaran. Mereka tidak bisa lagi menerapkan metode mengajar yang biasa. BDR menyebabkan pelajar dan pengajar tidak dapat berinteraksi secara langsung. Proses belajar mengajar menggunakan perantara teknologi dan memiliki lebih banyak tantangan daripada metode pengajaran di kelas.

Kemampuan pengajar dalam delivery materi pembelajaran melalui metode daring berbeda dengan pengajaran biasa. Umumnya pembelajaran daring akan lebih cepat menguras daya tahan dan konsentrasi dibandingkan pembelajaran di kelas. Sehingga beberapa institusi pendidikan memperpendek waktu pembelajaran dengan tanpa mengurangi kualitas pengajaran.

Untuk meminimalkan kerugian, perusahaan harus menghadapi gangguan dan meninggalkan pola pikir opearsional yang biasa. Saat ini hampir tidak ada perusahaan yang masih memiliki zona nyaman.

Setiap lini industri harus mengubah pola operasi dan tidak bisa lagi mengandalkan cara rutin biasa. Contohnya adalah cara kerja BDR yang lebih banyak bersandar pada kesadaran dan kemandirian pekerja untuk terus produktif di manapun dan kapanpun. Sehingga yang dibutuhkan agar BDR dapat berjalan secara efektif adalah peningkatan cara pikir karena proses penugasan, produksi, pengawasan, dan delivery lebih berpusat pada saling percaya, kemandirian, itikad baik, dan inovatif.

Yang masih terbiasa dengan pola kerja biasa bisa berkaca pada beberapa pekerja yang sudah lama meninggalkan zona nyaman. Pekerja seni, konsultan, content creator, freelancer, atau pekerja yang dapat bekerja secara individu merupakan contoh penggerak industri yang telah lama melakukan BDM (Berkarya Dari Manapun).

Mereka cenderung tidak memiliki zona nyaman karena berkarya dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi. Mereka sanggup produktif dengan tanpa ada batasan tempat serta waktu.

Tingkat produktivitas mereka adalah berdasarkan seberapa banyak ide yang mampu dibangkitkan dengan minimum pengawasan. Masuk zona nyaman dapat berarti masuk pada suatu kondisi di mana kreativitas dapat terhenti dan ide dapat terhambat. Bagi sebagian besar dari mereka, kondisi VUCA menjadi suatu cambuk untuk selalu produktif.

Di masa depan di mana kondisi VUCA akan semakin gencar menggangu bisnis maka yang diperlukan adalah perusahaan yang mampu keluar dari zona nyaman. Perusahaan yang dapat beroperasi dengan cara inovatif memiliki peluang lebih tinggi untuk dapat bertahan di dalam industrinya.

Kepiawaian perusahaan dalam penggunaan teknologi menjadi salah satu keunggulan. Gangguan wabah kali ini bisa dikatakan seperti sebuah saringan untuk memilah perusahaan mana yang telah siap dengan teknologi dan mampu mengakomodasi pola operasional masa depan. Kondisi saat ini dapat juga digunakan untuk menilai bagaimana respons perusahaan ketika diharuskan keluar dari zona nyaman.

Berdasarkan temuan dan informasi yang didapat, penulis berpendapat bahwa masa depan lebih membutuhkan kreativitas daripada cerita kesuksesan masa lalu. Masa depan kemungkinan akan banyak menghapus zona nyaman dan respons akan hal tersebut yang menentukan kualitas perusahaan.

Dalam menyongsong masa depan, yang diperlukan pertama kali adalah kemampuan keluar dari pola pikir zona nyaman. Masa depan adalah tidak pasti dan zona nyaman adalah hanya cerita masa lalu.

Sudah siapkah kita meninggalkan zona nyaman?

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved