My Article

Seni Memimpin dalam Krisis

Seni Memimpin dalam Krisis

Oleh: Husni F. Siregar, MMC, MIPR – Manajer Komunikasi Korporat PPM Manajemen

Husni Fatahillah Siregar M.M.C., Corporate Marketing Manager PPM Manajemen

Para pimpinan organisasi dan pelaku bisnis berhadapan dengan era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). Kondisi yang serba tidak pasti ini bisa memberikan efek positif untuk organisasi, disaat organisasi justru mendapatkan keuntungan atau peluang yang bisa dikembangkan bagi sustainability organisaisi. Namun, juga tidak dapat dielakkan ketidakpastian tersebut bisa memberikan efek negatif dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.

Kondisi tersebut pada akhirnya yang dapat memicu krisis dalam organisasi. Coombs (2007) mengartikan krisis sebagai suatu kejadian yang tidak terduga yang dapat menimbulkan ancaman baik dari sisi finansial dan tentunya ancaman bagi reputasi organisasi. Tulisan ini tidak akan membahas lebih detail tentang krisis, tapi bagaimana seorang pemimpin organisasi dapat mengelola krisis guna meminimalisir kerugian dari krisis.

Peran seorang pemimpin di sebuah organisasi amatlah penting, baik saat keadaan organisasi sehat dan terutama saat organisasi menghadapi krisis, baik krisis manajemen maupun krisis komunikasi. Salah satu atribut utama yang diperlukan oleh seorang pemimpin dalam menghadapi krisis adalah kemampuannya untuk membuat keputusan yang jelas dan dapat mengambil sikap tegas. Hal ini menjadi krusial karena pada saat menghadapi krisis, acapkali pimpinan organisasi dihadapkan pada situasi minimnya informasi yang diperoleh untuk mengambil keputusan di waktu yang tepat.

Oleh karenanya untuk bisa membuat suatu keputusan yang jelas dan tegas dalam waktu yang sangat terbatas, Smith dan Riley (2012) menyampaikan beberapa poin yang bisa dijadikan acuan bagi seorang pemimpin ketika menghadapi krisis.

Gunakan Intuisi Secara Tepat

Saat krisis terjadi, rumor dengan cepat akan berkembang. Kondisi tersebut bisa menjadi “bola liar” di organisasi yang bisa memperburuk reputasi organisasi. Oleh karenanya, diperlukan pemimpin yang bisa mengelola risiko dengan menggunakan intuisi mereka. Intuisi disini bukan tindakan tanpa perhitungan yang matang, namun tetap didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan akurat dan mendalam dengan melakukan pengamatan baik secara internal maupun eksternal.

Intuisi akan sangat efektif ketika pemimpin harus mengambil keputusan dengan cepat dan terkait dengan isu-isu dengan tingkat ambiguitas yang cukup tinggi. Dalam hal ini, “jam terbang” dari seorang pemimpin akan menjadi salah satu faktor penentu dalam penggunaan intuisinya.

Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif diperlukan seorang pemimpin saat menghadapi krisis. Pemimpin hendaknya tidak hanya berpikir business as usual, tapi berani mengambil langkah-langkah pembaruan guna memperbaiki kondisi yang terdampak krisis. Stoll dan Tamperley (2009) menyampaikan bahwa kepemimpinan kreatif dan adaptif menjadi salah satu kunci untuk mengatasi krisis dengan cepat di tengah perubahan yang semakin kompleks.

Membangun Optimisme

McConnel dan Drennan (2006) mengungkapkan bahwa kesulitan utama bagi seorang pemimpin dalam mengelola dan mengatasi krisis adalah adanya resistensi justru dari internal. Adanya struktur organisasi yang hierarkis dengan distribusi kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan mengakibatkan pengambilan keputusan menjadi terhambat.

Oleh karenanya dalam menghadapi krisis yang diperlukan adalah struktur demokratis bukan birokratis. Disinilah pemimpin berperan untuk membangun optimisme di internal guna melakukan perubahan dan pembaruan sebagai upaya mempercepat penanganan krisis.

Stephen Covey (2004) berpendapat bahwa optimisme tersebut dibangun melalui penyebaran informasi oleh pimpinan organisasi yang menegaskan bahwa setiap krisis yang dihadapi oleh organisasi harus dilihat sebagai peluang untuk lebih meningkatkan efektivitas proses bisnis dalam organisasi. Pemimpin harus mampu meyakinkan bahwa melalui penanganan krisis yang komprehensif akan membawa perubahan dan pembaruan bagi organisasi ke arah yang lebih baik.

Guna mendukung tiga poin di atas, Smith dan Riley mengemukakan lima langkah yang harus diperhatikan pimpinan organisasi:

Check recheck blundercontingency planemergency response plan major

Dalam mengelola krisis, pemimpin organisasi harus bisa memberikan kejelasan dan kepastian bagi para pemangku kepentingan untuk tetap memunculkan harapan, menunjukkan upaya yang dilakukan serta memastikan komunikasi berjalan efektif, sehingga proses penanganan krisis akan berjalan optimal dan tepat sasaran.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved