Profile

Andrew Ardianto, Jadikan JRP Lebih Maju

Andrew Ardianto, Jadikan JRP Lebih Maju

Dalam kurun waktu 28 tahun, John Robert Powers (JRP) Indonesia nyatanya makin powerful menunjukkan eksistensinya di ranah pendidikan, khususnya bidang pengembangan kepribadian. Hal ini dibuktikan dengan adanya regenerasi jajaran board of director, utamanya bagi mereka yang masih ‘hijau’ untuk terjun langsung mengelola perusahaan. Satu di antaranya yaitu Andrew Ardianto, yang tak lain merupakan putra dari Indayati Oetomo, International Director untuk JRP Indonesia.

Pria kelahiran Malang, 8 Oktober 1978 itu, kini menempati posisi vital sebagai President Director sekaligus Curriculum Director di JRP Indonesia. Lantas seperti apa kiprah lulusan Manajemen, Edith Cowan University, Pert, Australia yang notabene mengawali karirenya di JRP dari bawah? Berikut penuturan lengkapnya dengan Gustyanita Pratiwi dari Swa Online :

Andrew Ardianto, President Director dan Curriculum Director John Robert Powers Indonesia (photo by Lila Intana)

Boleh diceritakan awal-awal Anda masuk ke JRP ini seperti apa?

Saya masuk ke JRP yang sifatnya unofficial itu sekitar tahun 2002. Jadi dari 2002-2006, saya partime istilahnya. Waktu itu saya banyak diminta untuk membuat makalah, menyusun atau mengompilasinya. Tapi saya diterima full time itu sekitar tahun 2006. Dan sekarang saya mendapat tugas baru sebagai sebagai President Director sekaligus Curricullum Director di JRP Indonesia.

Mengapa Anda tertarik bekerja di sini?

Dari awal kuliah, saya punya satu kebiasaan yang orang bilang demen ngomong. Dan somehow beberapa dari mereka cukup menyukai gaya saya berbicara karena buat mereka pendapat saya seringkali jadi problem solver. Dan sebetulnya di situ awal dari ketertarikan saya masuk ke dunia human recources.

Jadi walaupun kuliah saya secara general manajemen, tapi secara tidak langsung saya juga banyak fokus di bidang human recources. Jadi materi-materi yang berkaitan dengan hal itu saya tertarik banget. Bahkan, saya juga secara nonakademis belajar-belajar sendiri. Saya banyak mendalami dunia psikologi juga sehingga secara otomatis minat itu terbangun.

Saya lebih merasa karena ini panggilan. Jadi pekerjaan itu bagi saya bukan hanya sekedar karir. Memang pekerjaan pertama saya adalah banking. Tapi waktu saya masuk di banking tujuannya pun untuk belajar tentang sistem. Karena banking adalah salah satu tempat dimana saya bisa belajar sistem dengan baik. Tapi saya tahu bahwa calling saya bukan di situ. setelah itu, bertepatan dengan dekat-dekat saya nikah, saya pikir, setelah saya menikah, saya harus berjalan sesuai dengan apa yang dari awal sudah jadi calling saya.

Apa saja tanggung jawab Anda di posisi sekarang?

Tanggung jawab utama saya sebetulnya lebih kepada mengembangkan kurikulum. Kurikulumnya sebenarnya sudah ready. Tapi tugas saya adalah merelevansikan kurikulum ini kepada dinamika sekarang. Jadi secara berkala kami harus up to date dengan keadaan-keadaan zaman. Mana yang relevan, mana yang tidak. Apakah ada materi-materi yang perlu digeser-geser. Misalnya, kami 5 level program . Di level 3 ada materi yang bernama career plan. Career plan itu tadinya kami pikir lebih sesuai masuk ke level 3.

Namun, melihat kebutuhan pasar sekarang, kami melihat bahwa mempersiapkan karir itu harus dilakukan sejak dini. Makanya kami tarik ke level 2. Kenapa? Karena yang di level 1-2 ini kan basic. Yang mengambil di level basic ini adalah anak-anak yang notabene baru lulus SMA, mulai memasuki kuliah. Atau kalau kerjapun masih baru awal-awal kerja. Kebanyakan begitu. Justru di situ kami sudah mulai mengajak mereka, ayo kita set up/ set goal, mau kemana karirmu supaya nanti jangan melenceng-lenceng. Kalaupun masuk penjurusan, maka akan kami gambarkan, karir apa yang sesuai dengan diri mereka. Saya berusaha combine bagaimana minat dengan karir yang sesuai dengan mereka. Jadi kami jadi jembatannya.

Tantangan apa saja yang kerap Anda temukan pada posisi sekarang?

Tantangannya bisnis kami ini kan intangible. Jadi beberapa orang suka menanyakan apakah ada jaminan untuk berubah di JRP. Saya selalu katakan tidak ada. Karena perubahan itu tidak akan terjadi kalau orang yang diajarkan tidak pernah mau berubah. Jadi perubahan itu kembali kepada diri sendiri.

Tantangan terbesar kami adalah bagaimana mengajak para siswa untuk open mental blocknya. Jangan kemudian, kalau mereka sudah merasa tidak ada progress langsung berkesimpulan akhir tidak bisa. Itu kan mental blocknya sendiri. Bukan karena benar-benar tidak ada progress. Namanya manusia itu kan macam-macam. Jadi kalau sudah berhadapan dengan manusia, tantangan itu pasti ada. Jadi kami mengajak mereka untuk tidak terpaku pada mental blocknya tadi.

Apa saja prestasi yang telah Anda capai?

Prestasi, saya lebih kepada karir di JRP. Saya memulai sebagai staf biasa. Memang perlahan, 2006 sampai ke 2012 kalau dilihat dari prosesnya. Tahun 2007 pertengahan saya dipindahkan ke JRP Malaysia untuk membantu set up di sana. Kemudian 2008 akhir saya pindah ke Jakarta. Dan di Jakarta pun, level saya masih bisa dikatakan staf. Tapi sekarang saya mulai naik menjadi President Director sekaligus Curricullum Directo. Jadi buat saya itu lebih kepada achievment saya.

Apa saja strategi yang Anda terapkan hingga mampu mencapai prestasi-prestasi tersebut?

Kalau bicara strategi, saya lebih kepada strategi yang kongkret. Saya selalu katakan cuma 2 kuncinya, yaitu konsisten dan tahan banting. Kenapa konsisten? Kita tidak pernah akan naik kalau kita tidak punya konsistensi dalam melakukan sesuatu. Namanya konsisten, mau senang mau susah, ya tetap kerjanya memberikan yang terbaik. Tahan banting adalah bicara tentang berani menghadapi tantangan. Justru saya melihat, mungkin kalau dishare kepada teman-teman yang lebih muda, jangankan itu, yang seumuran dengan saya saja, begitu melihat tantangan sedikit sudah jeper duluan. Sementara menurut saya, tantangan itu ada untuk membuat kita jadi orang yang lebih matang.

Boleh dishare tidak perkembangan JRP saat ini bagaimana, misalnya penerimaan siswa pertahun, cabang-cabangnya, dll?

Penerimaan siswa pertahun untuk Jakarta saja ada 400-500-an per tahun. Tapi untuk penerimaan siswa selalu berjalan setiap waktu. Jadi tidak ada waktu khusus untuk penerimaan karena kelas kami tiap bulan pasti buka kelas. Kantor ada 7, meliputi Jakarta 3 (WTC, Kelapa Gading, BSD), Makassar, Denpasar, Surabaya, Medan. Di kota lain untuk saat ini masih belum, Makassar dan BSD ini adalah 2 cabang yang masih baru. Mungkin untuk kami akan lebih banyak fokus untuk membuat 2 cabang ini settle down dulu. Karena kami menerapkan prinsip efisiensi dan efektifitas. Kalau misalnya buka terlalu banyak cabang, tapi justru malah tidak ada yang masuk, malah akhirnya jadi bumerang kembali buat kami. Lebih baik kami memfokuskan dulu untuk 2 cabang ini agar mempunyai pondasi yang kuat, baru nanti kalau sudah settle, mungkin akan buka cabang baru.

Apa hobi Anda?

Hobi musik. Saya sebenarnya adalah penikmat musik sekaligus musisi, bisa bermain piano, gitar, drum dikit-dikit lah. Basicly saya penikmat musik apapun, kecuali hard rock. Saya biasanya main di gereja.

Apa harapan Anda ke depan terkait karier?

Karier, saya tidak mengharapkan ke atas karena sudah mentok, sebab saya juga shareholder di JRP. Tapi saya lebih ke samping. Saya ingin terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan saya. Jadi harapan saya adalah saya bisa menjadi second generation, tidak malu-maluin dari atas, tapi juga justru bisa mengembangkan apa yang ibu sudah tanamkan selama ini, saya bisa spread. Tanggung jawab saya sebagai second generation adalah saya bisa mengembangkan apa yang sudah dibangun oleh first generation. Dan saya akan teruskan juga ilmu ini ke anak saya, bahwa anak saya juga harus lebih hebat dari bapaknya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved