Profile

Auguste dan Ardistia Memukau Dunia Lewat Keindahan Tenun

Auguste dan Ardistia Memukau Dunia Lewat Keindahan Tenun

Sejak puluhan tahun lalu, kain tenun sudah ada di industri fashion dunia. Yang belum mereka tahu adalah tenun berasal dari Indonesia.

Auguste Soesastro dan Ardistia Dwiasri (foto by: Lila Intana)

“Sejak tahun 1970-an kain tenun sudah dibawa oleh desainer-desainer ke Amerika Serikat (AS). Jadi kalau ada orang yang bertanya apakah tenun diterima di sana, jawabannya pasti diterima. Yang selama ini belum mereka ketahui adalah tenun itu asalnya dari Indonesia,” ujar salah satu desainer muda Indonesia, Auguste Soesastro di jakarta, Jumat (24/5).

Auguste bersama desainer muda lainnya yang memang sudah punya pangsa pasar di AS, Ardistia Dwiasri, sukses menampilkan keindahan kain tenun dalam balutan koleksi baju-bajunya pada perhelatan Trend Report Fall Winter 2013/2014. Ajang ini digagas Fashion Group International, sebuah asosiasi mode terbesar di AS dan diadakan di Timelife Building, New York.

Ratusan pengunjung yang memadati markas Majalah Time itu terpukau saat dua desainer berbakat ini memperagakan koleksi kain tenun yang diolah menjadi baju siap pakai. Keduanya hadir di perhelatan tersebut sebagai perwakilan dari organisasi nirlaba Cita Tenun Indonesia (CTI).

Acara tersebut dihadiri ratusan orang yang merupakan para pelaku industri seperti desainer, pebisnis, retailers, buyers, hingga media.

Auguste menghadirkan 10 look dari koleksi Ecological Luxuries. Keseluruhan look yang diambil dari kekayaan tenun Bali, Palembang dan songket Sambas ini merupakah penterjemahan Auguste atas koleksi yang sangat versatile untuk pasar AS. Berbagai bentuk dress, coat, jaket, jumpsuit dan two-pieces wardrobe dihadirkan dengan pemilihan motif kain dan penempatan yang dinilai prima oleh masyarakat mode di sana.

“Mereka ingin ada pengembangan yang baru dari kain tenun. Di Indonesia saat ini sedang tren warna alam dari kulit mangga, pinang, rambutan, dll. Ini merupakan nilai jual kita sebab masyarakat global termasuk industri fashion sangat concern dengan ecology,” tambahnya.

Sementara itu, Ardistia Dwiasri yang menampilkan 10 look dari capsule collection dengan tema Chic Androgynous. Mengambil inspirasi dari karya seniman asal Bali, I Gusti Nyoman Lempad, Ardistia memanfaatkan kekayaan kain tenun asal Bali dan Garut untuk diolah menjadi 10 koleksi sangat modern. Dengan banyak memanfaatkan perpaduan bahan dari bahan seperti genuine leather, silk, cotton, wool dan permainan penempatan zipper dan bahan yang unik.

“Hampir 80% koleksi baju tenun yang saya bawa laku terjual. Bahkan, ada beberapa item yang sold out,” ucap Ardistia.

Kehadiran dua desainer muda Indonesia yang membawakan koleksi tenun CTI merupakan kelanjutan dari rangkaian acara First Ladies Luncheon bersama Fashion 4 Development dan United Nations. Dalam rangkaian acara yang diawali pada September lalu, Okke Hatta Rajasa yang merupakan Ketua CTI berhasil meraih Woman’s Champion and Visionary Award 2013.

Award tersebut kemudian membuka jalan bagi kain tenun Indonesia untuk menjadi bagian dari trend dunia mode, khususnya pada kategori exotic fabrics yang dinilai menyimpan nilai budaya yang tinggi.

Evie Evangelou, Global President untuk Fashion 4 Development, mengatakan, kreasi kedua desainer yang digandeng oleh CTI menunjukkan potensi mode Indonesia yang sangat baik. “Dengan modal kekayaan kain tradisionalnya yang berkualitas luar biasa, kain tenun Indonesia dipastikan mampu memiliki posisi tersendiri di pasar mode dunia,” kata Evangelou.

Sementara para pelaku mode, antara lain pemilik rumah mode ternama Natori, yaitu Josie Natori, menyatakan ketertarikannya pada keindahan kain tenun Indonesia untuk koleksinya mendatang. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved