Profile Editor's Choice

Budijanto Tirtawisata: Dunia Milik Panorama...

Budijanto Tirtawisata: Dunia Milik Panorama...

Di bawah kendali generasi kedua, Grup Panorama yang dibangun pada 1972 ini makin ekspansif. Ambisinya, membuat the world belongs to Panorama Group. Apa saja yang dilakukan sang mantan bankir ini?

Di usianya 40 tahun, Grup Panorama (GP) terlihat makin agresif dan seksi. Tahun lalu, GP membukukan pendapatan Rp 2,01 triliun, meningkat sekitar 19,32% dari pendapatan pada 2010 (Rp 1,68 triliun). Tahun ini, Budijanto Tirtawisata menargetkan omset GP sebesar Rp 2,76 triliun. “Saya optimistis,” ujar CEO Grup Panorama ini.

Di bisnis pariwisata, lewat Panorama Destination, GP terus melebarkan sayapnya dengan membuka kantor pemasaran di berbagai kota di Tanah Air. Juga membuka kantor pemasaran di Cina dan Thailand yang ditargetkan akhir tahun ini sudah rampung. Selain di dua negara tersebut, GP memiliki tiga kantor pemasaran di luar negeri, yakni di Malaysia, Singapura dan Prancis.

Tahun ini GP melalui anak usahanya, PT Panorama Transportasi Tbk., menambah 200 armada taksi premium untuk memperkuat sektor usaha transportasi yang sudah memiliki 1.000 lebih armada. Di sektor transportasi ini, GP memiliki lima lini usaha yakni White Horse Deluxe Coach, White Horse Executive Taxi (Premium Cab), Day Trans Executive Shuttle, Joglosemar, Europcar Car Rental & Limousine, dan Gray Line. Dalam waktu dekat, Day Trans akan menggarap rute-rute baru yang potensial. Selama ini Day Trans baru melayani rute Jakarta-Bandung, Yogyakarta-Semarang, Yogya-Solo dan Semarang-Solo.

Budi Tirtawisata

Budi Tirtawisata, CEO Grup Panorama

Langkah GP makin ekspansif dengan rencana memiliki 30 hotel dalam lima tahun ke depan (2017). Melalui Panorama Hospitality Management (PHM) – unit usaha baru yang akan mengelola seluruh hotel yang dibangun GP – tahun lalu sudah dimulai pembangunan empat hotel The 101 yang berlokasi di Bogor, Jakarta, Yogya, Bali dan satu Hotel BnB di Jakarta yang diposisikan sebagai hotel bujet. Ditargetkan, pada 2013, kelima hotel tersebut sudah beroperasi. Mengusung konsep desain minimalis modern, The 101 yang berlokasi di Legian, Bali, sudah beroperasi sejak tahun lalu. Hotel lima lantai yang dibangun di atas lahan seluas 3.000 m2 dengan 198 kamar tidur ini merupakan milestone GP untuk mengembangkan The 101 di berbagai kota di Indonesia.

Di Pulau Dewata, PHM membesut hotel bintang empat The Haven dengan konsep kondominium hotel yang menghadirkan fungsi hotel, apartemen dan vila. Berlokasi di Seminyak, The Haven didesain bernuansa seperti di tengah sawah lengkap dengan gemericik air. Bangunan berlantai empat dengan 96 kamar ini dilengkapi 7 unit vila yang memiliki kolam renang pribadi. Bangunan vila didesain seperti layaknya sebuah kampung di Bali dengan atap ilalang. Dengan slogan: Somewhere but Nowhere, The Haven dirancang agar konsumen mendapatkan pengalaman berbeda.

Masih di bisnis hospitalitas, GP memiliki bisnis destinasi lewat Caldera dan Kampoeng Maen. Juga kafe dengan merek Kaffein. “Hotel dan resto itu sebenarnya satu tarikan napas. Kami memberanikan diri masuk ke bisnis ini,” tutur Budijanto yang akrab disapa Budi. Dimulai tahun 2002, PHM dibangun karena melihat bisnis hotel memiliki potensi yang cukup menjanjikan. “Kami akan menyerap potensi tersebut dengan melebarkan sayap di bisnis hotel,” tambahnya. Selain berinvestasi untuk membangun hotel, GP akan mengelola manajemen hotel. Ia optimistis bisa bersaing dengan operator hotel lainnya yang telah lama beroperasi di Indonesia. “Meskipun PHM merupakan operator hotel merek lokal, kami optimistis bisa bersaing dengan berbagai operator hotel lainnya, khususnya merek asing. Panorama memiliki captive market yang jelas dan telah dikenal di bisnis pariwisata,” ungkapnya.

Belum lama ini, GP pun makin mengepakkan sayapnya lewat jalinan kemitraan dengan menggandeng Reed Exhibition, salah satu pemimpin event organizer kelas dunia. Kolaborasi yang membuahkan PT Reed Panorama Exhibition ini menargetkan bisa meluncurkan setidaknya dua eksibisi setiap tahun. Selama ini, GP sudah mengadakan 6 pameran tetap setiap tahun. Dengan kehadiran perusahaan patungan ini ditargetkan pada 2012 akan ada tambahan satu pameran dan tahun-tahun berikutnya dua eksibisi baru. Reed telah mengelola 500 eksibisi di 39 negara yang mencakup 44 sektor, antara lain ekonomi kreatif.

Dirut Reed Exhibition Asia Pasifik Paul Beh mengatakan, ekonomi Indonesia yang tumbuh pesat belakangan ini, menarik banyak investor, termasuk Reed Exhibition. “Kami tertarik melakukan join ventura dengan Grup Panorama. Apalagi kami memiliki visi yang sama dan kebetulan ada waktu yang tepat untuk melakukan investasi,” papar Paul dalam jumpa pers peluncuran logo baru PT Reed Panorama di Jakarta, awal Juni lalu. Reed juga tertarik masuk ke Indonesia karena melihat pertumbuhan infrastruktur dan perkembangan bisnis eksibisi di Indonesia.

GP pun sudah lama menjalin kerja sama dengan Chan Brother, perusahaan travel besar dari Singapura dan Carlson Wagonlit Travel, perusahaan travel terbesar di dunia dengan kantor pusat di Amerika Serikat. Di bisnis transportasi, GP menggandeng GrayLine. GP menjalin afiliasi dengan berbagai pihak, antara lain menghasilkan RajaKamar (distribusi hotel domestik), Asian Trails, MG Holiday, Waterbom Jakarta, dan lainnya.

Di tangan Budi, GP melesat bak peluru. Lulusan California State University Sacramento bidang Pemasaran dan Ekonomi ini berambisi mengantarkan GP sebagai salah satu perusahaan lokal yang mendunia. “Kami ingin membuat the world belongs to Panorama Group,” tuturnya. Didapuk menjadi CEO Grup yang membawahkan 30-an direksi dan memayungi 3.700 karyawan, Budi optimistis GP akan mampu bicara di kancah global. Langkah untuk mencapainya pun sudah dicanangkan. Menurutnya, manajemen telah membuat visi dan misi jangka panjang. Road MapPanorama 2020 telah dibuat yang akan menjadikan dunia milik Panorama. Ia memperbaiki budaya perusahaanuntuk menjadi perusahaan global. Dorongan dari manajemen untuk mengubah kultur, diakuinya, bukan proses mudah. Orang harus punya kebanggaan di Panorama. “Kami samakan arah, kami samakan visi dan misi. Kami berkonsolidasi dengan puluhan direksi. Kalau sudah sama maka melangkah pun akan jauh lebih gampang,” Budi menguraikan.

Dijelaskan Budi, GP telah berkembang tanpa henti dari satu tonggak ke satu tonggak sejarah lainnya selama 40 tahun dengan dukungan Panoramanian (karyawan GP) yang telah melayani jutaan pelanggan. “Sebelumnya sudah berjalan, setelah saya diminta jadi CEO dimantapkan lagi. Jadi, cita-cita pendiri dimantapkan, lebih difokuskan lagi,” ungkap kelahiran 48 tahun lalu ini. Diakuinya, keempat anak laki-laki Adhi Tirtawisata ikut membantu dan mempunyai andil yang sama dalam membesarkan perusahaan. “Semua membantu perkembangan perusahaan,” kata Budi.

Sebelumnya, selama dua windu Budi berkarier di dunia perbankan hingga menduduki posisi direksi di sebuah bank. Tahun 2004, ia memutuskan bergabung dengan perusahaan yang dibangun sang ayah. Tahun 2009, ia didapuk menjadi CEO Grup Panorama.

Rentang waktu 40 tahun bagi sebuah korporasi, menurut Budi, bukanlah perjalanan pendek. Terlebih, di tengah iklim bisnis dan persaingan yang tak jarang memunculkan turbulensi. Tak hanya survive, selama empat dasawarsa, bisnis GP telah menggurita ke berbagai sektor usaha. Lewat ekspansi secara horisontal, GP mencari peluang baru, khususnya di ranah yang terkait dengan travel. Melalui akuisisi, patungan, kerja sama atau aliansi strategis lainnya, saat ini GP memayungi lebih dari 30 anak usaha. Perjalanan 40 tahun mengantarkan GP tak semata menjadi kampiun di ranah bisnis pariwisata, tetapi juga perusahaan travel yang terintegrasi.

“Meski terlihat sangat ekspansif, Panorama tetap fokus pada bisnis intinya. Unit-unit usaha yang dibangun tetap terhubung dengan dunia travel,” ungkapnya. Ada tiga bidang usaha yang dikembangkan GP: pariwisata, transportasi dan hospitalitas. Tiga bidang usaha ini memayungi lima pilar bisnis: inbound, travel and leisure, transportasi, meeting, incentive, conference dan exhibition (MICE), serta hospitalitas. Dengan pilar bisnis tersebut, GP menjadi kelompok perusahaan yang terintegrasi di bisnis pariwisata. Adapun bidang bisnisnya meliputi area manajemen destinasi, manajemen perjalanan bisnis dan hiburan, konvensi dan pameran, transportasi dan hospitalitas. Sementara produk yang ditawarkan mulai dari operator tur, penyelenggara konferensi dan pameran, lebih dari 1.000 armada bus dan taksi eksekutif, penyewaan mobil, taman rekreasi, restoran dan kafe, publikasi, pembangunan hotel, manajemen hotel serta jalur distribusi hotel. “Kami tidak pernah mengatakan Panorama yang paling besar. Bahwa Panorama yang paling terintegrasi, mungkin,” ucapnya.

Kelima pilar bisnis tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri. “Seluruh pilar usaha itu kami sinergikan dan memang saling terkait,” ungkap Budi sambil mencontohkan, klien usaha transportasi juga menjadi klien di usaha ticketing. “Jadi, banyak proselling di antara kelima pilar tadi,” imbuhnya. Di tengah persaingan yang makin kompetitif dan mobilitas yang makin dinamis, one stop service adalah jawaban untuk memahami kebutuhan konsumen. “Kami harus paham kebutuhan konsumen dan memberikan kemudahan karena ekspektasi orang terus berubah,” katanya.

Ia menilai, pariwisata adalah industri yang memiliki potensi dan prospek bagus. Seiring pertumbuhan ekonomi, traveling sudah menjadi kebutuhan primer. Dari data United Nations World Tourism Organization, hampir 1 miliar manusia bepergian ke seluruh dunia setiap tahun. Sementara angka kunjungan wisman ke Indonesia masih rendah dibanding negara ASEAN lain. Tahun lalu, Indonesia hanya mencatat 7,6 juta wisman, sedangkan Malaysia (19 juta), Singapura (14 juta), dan Cina (60 juta). Hanya saja, angka wisatawan Nusantara (wisnu) memang cukup besar. Tahun lalu, pergerakan wisnu mencapai 245 juta dan ditargetkan menjadi 370 juta pada 2025. “Wisata saat ini bukan sebuah kemewahan. Sudah menjadi kebutuhan hidup. Wisata bukan lagi melihat pantai, candi, museum. Kuliner pun telah menjadi tujuan wisata yang digemari,” paparnya.

Menurutnya, GP harus lebih kompetitif. Pariwisata adalah usaha yang bertumpu pada jasa, keramahtamahan, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat penting. Pihaknya lantas membuat program Panorama Academy yang menetaskan SDM berkualitas. “Ini industri layanan, industri yang down to earth sehingga SDM sangat penting,” katanya.

Di mata Budi, Indonesia adalah negara besar dengan banyak potensi yamg sejatinya bisa lebih banyak lagi menggaet wisman. “Indonesia punya potensi pariwisata luar biasa, tapi belum semuanya tergarap maksimal,” ungkapnya. Ia berpendapat, problem yang krusial terutama adalah infrastruktur, konektivitas dan SDM. Masih banyak destinasi menarik yang tidak memiliki infrastruktur dan transportasi memadai. Belum lagi, infrastruktur yang harus dibenahi, mulai dari bandara, pelabuhan, stasiun. Ia menilai Bandara Soekarno-Hatta saja sekarang sudah overkapasitas, penggunanya mencapai 52 juta orang padahal kapasitasnya 20 jutaan.

Panorama Destination, salah satu lini bisnis GP, tahun lalu mendatangkan 110 ribu wisman masuk Indonesia (inbound). Kalau ditotal dengan perusahaan afiliasi, angka inbound 2011 mencapai 170 ribu. Menurut Budi, sebagai industri yang mengutamakan kepercayaan, GP tetap mengenjot road show ke berbagai negara pada saat low season. Jadi, tidak semata mengandalkan layanan reservasi online yang juga dioptimalkan untuk merebut pasar dari berbagai negara seperti Belanda, Prancis, Italia, Serbia, Turki dan negara Asia lainnya.

Budi menuturkan, dalam menjalankan bisnis travel, GP sudah mengalami jatuh bangun, kegagalan dan kesalahan. Dan, sejak 2001, GP masuk lantai bursa lewat holding PT Panorama Sentrawisata Tbk. Pada Mei 2007, Panorama Transportasi juga masuk bursa dan Panorama Destinasi pada Juni 2008. Bagi Budi, keberhasilan bukan sederetan angka omset. Namun, penilaian kualitatif dari masyarakat. GP sendiri banyak diganjar berbagai penghargaan, antara lain Rekor Bisnis (Rebi) 2012 kategori Biro Perjalanan Wisata Paling Inovatif dalam Inovasi Pengembangan Produk dan Layanan. Tahun 2010, Rebi untuk kategori yang berbeda, dan Corporate Image Award dari tahun 2008 sampai 2011.

Sebagai orang nomor satu, ditandaskan Budi, ia harus memberikan role model kemudian menjalankan apa yang dikatakan atau walk the talk. Pemimpin harus visioner dan mempunyai arah yang jelas. “Selain itu, pemimpin juga harus bisa memanfaatkan momentum dengan kerja keras dan kerja cerdas,” imbuhnya.

Menurutnya, proses suksesi yang dilakukan sang ayah terhadap dirinya tidak direncanakan. “Tidak ada istilah putra mahkota, kami semua sama-sama membangun perusahaan menjadi lebih baik,” katanya. Keputusan dan kebijakan yang terkait dengan perusahaan selalu dibicarakan dengan ketiga saudara laki-lakinya yang juga berkecimpung di GP. “Jabatan yang saya pegang saat ini tidak diberikan begitu saja. Para pemegang saham melihat kapabilitas profesional. Keberadaan adik-adik di grup ini juga karena mereka memiliki kapasitas secara profesional,” tutur Budii.

Henni T. Soelaiman


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved