Profile Editor's Choice

Catherine Haryasyah: HR Dapat Menyeimbangkan Pandangan Saya

Catherine Haryasyah: HR Dapat Menyeimbangkan Pandangan Saya

Berkarier di dunia HR sejatinya tidak pernah menjadi impian kelahiran 16 April 1987 ini. Ia justru ingin melakoni karier sebagai ilmuwan pangan sesuai dengan bidang keahliannya. Lulusan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor ini ingin mengaplikasikan ilmunya di bidang penelitian. Namun, dalam perjalanan waktu, ia harus mengubur impiannya. Ia melihat negara berkembang seperti Indonesia tidak banyak memberi peluang dan ruang gerak bagi kiprah seorang peneliti. “Di negara berkembang, belum bisa menjadi spesialis. Kalau butuh uang, kita tidak bisa jadi spesialis. Itu brutal factyang harus saya terima ketika lulus,” Catherine menjelaskan.

Catherine Haryasyah, Unilever

Catherine Haryasyah

Pilihan untuk mengikuti Management Trainee di PT Unilever Indonesia Tbk. pada 2008 kemudian mengantarkannya kepada cakrawala baru. Terlebih, setelah ia didapuk menjadi Asisten Manajer Pengembangan Kepemimpinan selang setahun kemudian. Ia menilai jika mau membuat impact yang besar, seseorang harus bisa bekerja dalam tim. Juga, harus bisa memengaruhi orang untuk membuat perubahan yang lebih besar. “Saya merasa, berada di divisi HR membuat saya dapat menyeimbangkan pandangan saya,” ungkapnya. Menurutnya, bekerja dalam tim akan menggerakkan dan mampu mengembangkan orang lain sehingga lebih cepat dalam pencapaian tujuan. “Saya tidak mengatakan apa yang saya pilih dan jalani sebagai sebuah kompromi. Saya menyadari bahwa ketika saya jadi peneliti, saya sibuk dengan diri sendiri. Di divisi HR, terdapat sistem yang berbeda terkait people,” ungkapnya.

Sistem HR di Unilever sendiri sudah mapan. Seperti yang dituturkan Catherine, Unilever Indonesia sudah lebih dulu membangun sistem HR. Raksasa toiletries ini telah 79 tahun hadir di Indonesia. “Mungkin di perusahaan lain, pekerjaan HR hanya merekrut dan menghitung lembur. Di perusahaan kami, kami sudah sadar untuk melatih pengembangan kepemimpinan, program akselerasi untuk key talent, dan lainnya,” paparnya. Dijelaskannya, terdapat tiga pilar besar dalam sistem HR di Unilever, yaitu HR Business Partner, HR Leadership Development & Reward (HR Expertise), serta HR Service Delivery. Ia menambahkan, untuk HR Business Partner, pihaknya bekerja dengan line manager atau bisnis. ”Sebagai HR, kami biasanya terjebak dalam hal-hal yang sifatnya administratif dan dunia kami sendiri. Namun dengan adanya HR Business Partner, kami harus serupa dengan business partner kami,” tutur pelahap buku dan penggemar traveling ini.

Apa yang akan dilakukannya jika kemudian dipercaya menjadi direktur HR? Peserta termuda dalam ajang HR Future Leader 2013 ini memaparkan, ada empat hal utama yang akan dilakukannya, yakni reach out (menjemput ke kampus-kampus calon-calon talenta berkualitas), strengthen employer branding (untuk menarik perhatian para talenta di pasar kerja), securing the pipeline of skilled workers (mempersiapkan dan mengembangkan talenta untuk memenuhi kebutuhan suksesi karyawan di tiap lini), ,dan ensuring the engagement and productivity of all employees (memastikan keterikatan karyawan dengan perusahaan dan produktivitas mereka yang dapat berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan).

Dari empat hal itu, ia telah melakukan hal yang pertama, yaitu menjemput talenta-talenta berkualitas ke kampus-kampus melalui Project Leader of Unilever Future Leader Program yang dilakukan di tiga kota besar, menyaring sekitar 500 pelamar, dan menyeleksi 11 future leader trainee. Program ini merupakan insiatif dan kontribusinya di Divisi HR Unilever Indonesia setelah bergabung dan lulus dari program Management Trainee.

“Program ini berawal dari kefrustrasian saya. Jujur, sebagai perusahaan besar kami mengalami kesulitan untuk menemukan talenta yang tepat bagi perusahaan,” ujarnya. Pengalamannya, ia kerap kali bertemu dengan individu yang pintar, tetapi tidak bisa bekerja. Atau pintar, tetapi tidak bisa bekerja sama. Atau bisa bekerja sama, tetapi tidak berani bicara. “Mungkin yang salah adalah sistem pendidikan kita atau bisa juga kami (pihak industri) tahu mengenai kesenjangan ini, namun tidak pernah bicara dengan pihak universitas atau pemerintah. Maka, cita-cita saya adalah menjembatani kesenjangan ini dengan bicara ke pihak-pihak terkait seperti universitas,” paparnya.

Di mata Irvandi Ferizal, salah satu juri HRFL 2013, Catherine memiliki visi yang jelas. “Ia secara khusus mau mencoba lebih dari areanya, wants to beyond, going extra miles,” ungkapnya. Menurutnya, Catherine tetap merasa nyaman dan tertantang meraih pencapaian lebih meski mengantongi pendidikan yang sangat berbeda dari bidangnya sekarang. Ia menambahkan, sebagai future leader, Catherine memiliki attitude yang bagus dan smart. “Namun, fondasi kompetensi fungsionalnya, seperti rekrumen, HR relations dan kompensasi,, masih banyak yang harus diisi,” ungkap Irvandi. Keikutsertaan Catherine dalam ajang HRFL 2013 sangat menarik di mata Irvandi. Pasalnya, Catherine adalah orang Unilever pertama yang berani mengikuti ajang ini.

Sementara dalam pandangan Julietty Purwanto, Penasihat Senior Niko Resources Indonesia, Catherine memiliki pengetahuan yang sangat bagus tentang bisnis perusahaannya di usia yang relatif sangat muda. “Dia tahu skill apa yang dibutuhkan Unilever ke depannya, kemudian ia melakukan riset dengan cara melihat talenta-talenta yang ada di universitas,” demikian komentar Julietty tentang Project Leader of Unilever Future Leader Program yang dibesut Catherine.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved