Profile

Damien Wong, Sulap Underdog Jadi Robin Hood

Oleh Admin
Damien Wong, Sulap Underdog Jadi Robin Hood

Bagi mereka yang akrab dengan Linux, nama Red Hat tentu sudah tak asing lagi. Bersaing dengan VMWare, Red Hat merupakan perusahaan penyedia solusi software open source. Bagi General Manager Red Hat ASEAN, Damien Wong, Red Hat seperti Robin Hood.

Damien mendapatkan ungkapan tersebut dari salah satu klien. “Red Hat dapat banyak uang dari perusahaan besar yang kaya kemudian memberikan manfaatnya kepada pengguna,” katanya. Respon klien semacam ini yang membakar semangat Damien bekerja untuk Red Hat.

Damien Wong, General Manager Red Hat ASEAN

Damien Wong, General Manager Red Hat ASEAN

Sarjana Teknik Mesin dari Imperial College London tersebut belum lama mengabdi pada perusahaan yang bermarkas di North Caroline. Baru 9 bulan Damien bergabung dengan Red Hat. Sebelumnya ia bekerja untuk HP Software selama hampir 5 tahun sebagai Director for Project Portfolio & Service Management untuk wilayah Asia Tenggara dan Jepang. Tak lama berselang, kursi General Manager HP Software Asia Tenggara pun didudukinya selama lebih dari 3 tahun.

Damien sempat meraih gelar Master di bidang Ilmu Komputer di Imperial College London dan MBA di The University of Western Australia. Tak heran bila di usia yang masih sangat muda, namanya sudah malang melintang di top management perusahaan Teknologi Informasi (TI) Asia Tenggara.

Ia pernah menjabat sebagai Senior Vice President MediaCorp Pte Ltd., Director of Business Technology Optimization Mercury ASEAN, Vice President & General Manager META Group, Deputy Director Institute of Infocomm Research, bahkan Vice President Firium Solutions. Saat kunjungannya ke Jakarta untuk Red Hat Business Update, reporter SWA Online berkesempatan melakukan wawancara. Berikut kutipannya.

Mengapa Anda bergabung dengan Red Hat?

Pastinya Red Hat adalah perusahaan yang sangat besar dan menyenangkan. Pertumbuhannya juga sangat cepat, 10% hingga 20% tiap tahunnya. Namun alasan yang lebih tepatnya, filosofi Red Hat sejalan dengan apa yang saya yakini. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang open source, Red Hat selalu mengedepankan kolaborasi dan sharing dengan komunitas. Filosofi itu sangat mengena bagi saya. Terlebih lagi Red Hat tidak menjual lisensi, melainkan subcription. Oleh karena itu kami harus selalu bisa menunjukkan value dari open source itu sendiri termasuk value yang diberikan Red Hat. Kami ingin klien kami mendapatkan nilai tambah dari Red Hat. Selain itu Red Hat punya masa depan bagus. Saya yakin di masa mendatang orang banyak melirik software yang mendukung cloud dan open source, dan Red Hat akan jadi pemain kunci di pasar open source ini.

Apa saja tantangan yang Anda hadapi di Red Hat?

Banyak! Utamanya adalah awareness. Pemahaman orang tentang open source pada umumnya adalah gratis, itu saja. Mereka tidak tahu bagaimana model bisnisnya, bagaimana bisa dapat uang dari open source, dan sebagainya. Di situlah tantangannya. Kami menunjukkan value yang bisa kami berikan untuk open source dan banyak dari mereka yang tertarik. Bagi saya, ini adalah tantangan yang kemudian jadi kesempatan sehingga pada akhirnya banyak value yang bisa kami berikan ke klien.

Apa hal terbaik yang Anda peroleh selama 9 bulan bekerja di Red Hat?

Hal terbaik yang sering saya dapat adalah reaksi klien. Kembali lagi, tidak banyak yang tahu model bisnis open source. Setelah saya jelaskan, mereka tertarik bahkan ada yang mengatakan Red Hat ini seperti Robin Hood. Anda tahu Robin Hood, dia mengambil uang dari orang kaya kemudian membagikannya untuk rakyat miskin. Nah, kalau Red Hat, kami dapat uang dari perusahaan besar kemudian membagikan manfaatnya ke pengguna.

Apa yang menjadi inspirasi Anda dalam bekerja?

Saya sangat terinspirasi dengan cerita-cerita underdog. Orang banyak yang mencibir, menertawakan, sama sekali tidak berpikir kita akan jadi pemenang, begitulah underdog. Ada satu quote dari Gandhi yang saya sangat suka, “First they ignore you, then they laugh at you, then they fight you, then you win.” Awalnya mereka mengabaikan Anda, menertawakan, kemudian berlaga, dan kita menang. Gandhi sudah membuktikannya. Dengan kalimat tersebut, ia berhasil merebut kemerdekaan India.

Anda adalah Sarjana Teknik Mesin. Mengapa kemudian beralih ke TI?

Kedengarannya mungkin lucu. Setelah lulus kuliah, saya bekerja dengan orang-orang dari berbagai latar belakang pendidikan. Saya lihat mereka yang bekerja di bidang TI selalu berpakaian rapi. Lingkungannya juga bersih dan menyenangkan. Sedangkan orang teknik mesin itu di bengkel, berurusan dengan mesin-mesin. Setelah menjajal bekerja di TI, saya menemukan passion saya sebenarnya. Apalagi TI yang sifatnya bisa membantu kelancaran bisnis perusahaan. Karena itu saya tidak ragu untuk mengambil magister ilmu komputer.

Apa prestasi yang bisa Anda klaim sepanjang perjalanan karir?

Hm, apa ya? Haha.. Kalau prestasi yang menonjol rasanya tidak ada, tapi saya punya sesuatu yang bisa dibanggakan yaitu orang-orang yang bekerja dengan saya. Saya sangat bangga dengan mereka. Kalau pencapaian mungkin saya bekerja di beberapa wilayah. Saya membantu mereka membuat semacam standard dari market awareness.

Pelajaran apa yang Anda dapat dari HP Software yang kemudian Anda terapkan di Red Hat?

HP adalah perusahaan besar. Saya belajar bagaimana bekerja di perusahaan global, multinasional. Dari HP saya juga belajar bagaimana berurusan dengan lingkungan yang memiliki berbagai variasi budaya. Sebetulnya ada banyak, namun itu yang paling mengena bagi saya. Di Red Hat saya juga menerapkan apa yang saya pelajari dari perusahaan-perusahaan lain.

Setelah menduduki posisi teratas Red Hat ASEAN, apa rencana Anda selanjutnya?

Yang jelas saya akan terus bekerja dengan baik untuk Red Hat. Saya juga akan selalu memastikan pesan Red Hat tersampaikan dengan baik ke klien dan masyarakat. Selain itu saya akan terus mencari tahu apa saja yang bisa Red Hat bantu untuk kelancaran bisnis perusahaan-perusahaan.

Apa saran Anda untuk mereka yang tengah mencoba mengembangkan open source?

Partisipan pengembang open source di Asia Tenggara ini belum sebanyak Amerika atau Eropa. Ada beberapa komunitas kecil memang. Namun kalau bisa pengembang open source se-Asia Tenggara ini harus bersatu, bekerja bersama, berbagi ilmu dan pengalaman. Bahkan lebih bagus lagi kalau bisa berkolaborasi. Dengan berkolaborasi dan sharing pengetahuan, orang akan respect pada kita. Apalagi open source, kita tidak harus memilikinya tapi bisa memperoleh valuenya. Di situlah cantiknya open source. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved