Profile

Dewi Wibowo, Leitz Marakkan Bisnis Stationery

Dewi Wibowo, Leitz Marakkan Bisnis Stationery

Dunia stationery sudah menjadi bagian hidup Dewi Wibowo. Lebih dari 10 tahun kariernya dicurahkan untuk aktivitas bisnis yang terkait perlengkapan alat tulis kantor atau ATK itu. Setelah beberapa tahun bekerja di BIG Indonesia yang memproduksi ATK, contohnya pulpen merek Big, maka sejak tahun 2008 dia bergabung di PT ALJ Trading yang memayungi sejumlah unit bisnis. Salah satunya, distributor stationery buatan Jerman dengan merek Leitz.

LeitzDewi (Utama)

Ketertarikan Marketing Manager Leitz Indonesia itu terhadap bidang stationery lantaran dunianya dinamis, kreatif dan kompetitif. Maklum pemain bisnis ini tidak hanya diramaikan oleh produsen nasional, tapi juga dimarakkan oleh produk-produk impor, seperti Denmark, Jepang, atau China. Pun, banyak inovasi yang diciptakan baik untuk desain, fungsi maupun warna sehingga model-model stationery mengikuti tren gaya hidup.

Dijelaskannya, stationery Leitz yang dipasarkan di Indonesia meliputi filling cabinet, staples, pembolong kertas, ordner, tempat boks dan masih banyak lagi. Harga produknya mulai dari Rp 25 ribu -200-an ribu per unit.

Di Indonesia, Leitz membidik segmen midde up dari kalangan mahasiswa, kampus, karyawan, perkantoran, dan masyarakat yang membutuhkan peralatan ATK. “Selain itu, kami sudah punya niche market dari kalangan orang-orang Jerman yang ada di Indonesia. Apalagi orang Jerman itu cinta dan mendukung produk-produk dalam negerinya,” Dewi menguraikan alasannya.

LeitzDewi

Untuk saat ini produk-produk Leitz bisa didapatkan di outlet Gramedia Central Park, Jakarta Barat. “Kalau sebelumnya produk-produk Leitz dipajang gabungan dengan merek stationery Gramedia yang lain, maka sejak September 2013 kami buka corner atau outlet khusus Leitz,” jelas wanita kelahiran Jakarta, 9 Juni 1971, itu.

Lantas, apa saja keunikan stationery Leitz dibandingkan kompetitor? “Produk Leitz lebih praktis, kokoh dan main di warna yang menarik,” klaim Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen dari Univeristas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Dewi mencontohkan untuk kepraktisan, model filling cabinet buatan Jepang biasanya berbentuk bolong-bolong, sedangkan produksi Jerman trennya cenderung ‘selip-selip’ untuk dokumentasi. Sementara itu, untuk warna, produk Leitz menyajikan dengan warna-warna eye catching seperti pink, hijau, biru, plus hitam.

Dengan ragam model dan warna yang unik, harga Leitz di Indonesia diklaim Dewi lebih murah dibandingkan beli langsung di Jerman. “Bila dikurskan tarifnya untuk harga Rupiah lebih murah daripada Euro,” tutur pehobi shopping ini. Jadi, ini akan menguntungkan konsumen, karena untuk mendapatkan produk Leitz tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri dan harga lebih terjangkau.

Bagaimana respons pasar? “Dalam waktu singkat masyarakat Jabodetabek sudah antusias dengan koleksi produk Leitz. Perputaran barang atau volumenya cepat sekali. Ini indikasi yang positif,” ucap ibu dua anak tesebut.

Untuk target penjualan Leitz, Dewi menambahkan, “Kami belum mematok target tertentu. Yang penting, brand awereness kuat dulu di Indonesia.” Dia memberi contoh, untuk stok bulanan produk filling cabinet lebih dari 10 ribu unit dan ordner kurang dari 10 ribu unit.

Agar produknya lebih banyak dikenal masyarakat, Dewi juga aktif promosi di media sosial. Untuk beriklan khusus belum dilakukan hingga sekarang.

Selain itu, Leitz akan terus ekspansi buka corner baru. Jika selama ini produk Leitz dijual melalui distributor jaringan toko buku Gramedia, Gunung Agung dan Kinokuniya, maka per September 2013 juga buka corner khusus di Gramedia Central Park. “Tahun 2014 Leitz akan buka corner di mal Senayan City dan Pondok Indah Mal,” tegas Dewi seraya mengatakan tahun depan setidaknya 6 corner baru Leitz dibuka.

Ke depan, Dewi optimistis akan prospek bisnis stationery. Mengapa? Menurutnya, bisnis ATK memang sangat potensial, dengan banyak ragam inovasi produk, sehingga permintaan pasar meningkat tajam. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved