Profile

Deyantono Candra, Ingin Tekuni Dunia Layar Lebar

Deyantono Candra, Ingin Tekuni Dunia Layar Lebar

Ketua Indonesia Diaspora Network Taiwan, Deyantono Candra atau lebih akrab dipanggil Dede. Ia dilahirkan sebagai seorang Indonesia keturunan Tionghoa di Surabaya, Desember 1976 silam. Setelah lulus dari pendikan S-1 dari UPN Veteran, Jawa Timur, Dede hijrah ke Taiwan sekitar bulan Agustus 2000 untuk menempuh pendidikan bahasa Mandarin di Mandarin Training Centre-National Taiwan Normal University, Taipei City.

Karena banyaknya penduduk Indonesia yang berjumlah hampir 300.000 jiwa di Taiwan, Ia menangkap sejumlah peluang bisnis. Bersama seorang partner berkebangsaan Taiwan, Dede membuka Toko Indonesia yang pertama di Kota Taipei. Namanya, Remittance Indojaya, dan terletak di dalam Stasiun Taipei. Tak terasa, Dede sudah menjalankan berbagai bidang usaha selama lebih dari 14 tahun. Omsetnya kini mencapai US$60-70 juta per tahun.

Bisnis yang dijalani Dede umumnya terkait dengan masyarakat Indonesia, seperti restoran Indonesia Guci-Guci, usaha pengiriman uang Remittance Indojaya, agency TKI “Xian Kuo”, dan majalah Indonesia (INTAI- Indonesia Taiwan). Jiwa bisnis benar-benar mendarah daging dalam dirinya. Meski begitu, ia tak pernah berhenti belajar, mengeksplorasi hal-hal baru yang menarik perhatiannya.

Ketua Indonesia Diaspora Network Taiwan, Deyantono Candra

Ketua Indonesia Diaspora Network Taiwan, Deyantono Candra

Setelah lulus MBA dari University of Detroit Mercy, Michigan State, Amerika Serikat, dan Fu Jen Catholic University, New Taipei City di bulan Mei 2006, ia mulai mencoba menulis kisah hidupnya dalam sebuah novel. Hingga kini, sudah ada 3 novel karyanya, yakni “Aku Terjebak Di Taipei City” versi Indonesia (2006), “Nikmatnya Selingkuh Formosa” versi Indonesia (2010), versi Mandarin (2011), dan “Cinta Terlarang Formosa” versi Indonesia (2011).

Kini, Dede juga menjadi salah satu produser Film “Diaspora Cinta Di Taipei” yang diambil ceritanya berdasarkan salah satu novelnya, Nikmatnya Selingkuh Formosa. Film tsb telah diputar di bioskop Indonesia mulai awal Juli 2014 lalu, dan telah beredar di Gramedi dengan judul “Diaspora Cinta di Taipei”. “Saya ingin masuk ke dunia film layar lebar, baik sebagai penulis cerita maupun produser. Sekarang saya sedang mempersiapkan novel-novel saya untuk bisa difilmkan,” ujarnya.

Berkat dukungan dari Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei selaku satu-satunya perwakilan Pemerintah Indonesia di Taiwan, Dede menjadi Ketua APIT (Asosiasi Pengusaha Toko Indonesia di Taiwan) sejak 2008, Bendahara Panitia Natal KDEI sejak 2011, Anggota PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negeri) Taipei tahun 2008/2009 dan 2013/2014, Ketua IDN (Indonesia Diaspora Network) Taiwan (Januari 2013). Terakhir, Dede juga ditunjuk sebagai Vice President di IDN Global untuk Kawasan Asia Timur (Agustus 2013). “Jika ada kesempatan, ia berniat kembali ke Tanah Air dan membuat novel-novel yang bermanfaat bagi pembaca, dan dapat difilmkan di layar lebar,” katanya.

Dia menilai pemerintah Indonesia belum benar-benar mencurahkan dukungannya untuk industri perfilman di Tanah Air. Dukungan secara finansial maupun non-finansial bisa meningkatkan gairah perfilman Indonesia sehingga dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Kini, penonton Indonesia lebih banyak disuguhi film-film horor dibalut adegan erotis. Tak heran, film luar negeri masih lebih dipilih ketimbang film lokal yang minim kreativitas. (Reportase: Arie Liliyah)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved